Chapter 1

99 9 2
                                    

Adiwarna si anak tengah yg selalu berusaha memahami setiap karakter dari keempat saudaranya, berusaha menjadi sandaran terbaik dikala mereka merasa lelah dan ingin menyerah.

Juna si anak sulung dengan segala tuntutan dari sang ayah dan ibu untuk menjadi sosok yg sempurna.

Satya si anak kedua yg harus mempertahankan reputasi keluarga.

Ada si kembar Angkasa, Samudera yg di didik dengan keras agar nilai mereka tidak pernah turun.

Terakhir Adiwarna si anak tengah yg harus selalu siap dibandingkan dengan kakak dan adiknya, karena pilihan atas mimpinya yg dianggap remeh. Tapi Adiwarna tidak pernah mengeluh, ia selalu tersenyum menanggapi semua kata yg dilontarkan orang tuanya. Pikirnya semua hal yg ia alami tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keempat saudaranya, oleh karena itu bahu dan telinganya selalu siap untuk menjadi sandaran serta pendengar terbaik, namun Adiwarna tidak pernah menyadari bahwa dirinya pun kerap kali lelah, fisik dan mentalnya perlu istirahat.

"Kak Juna ini Warna bawain coklat panas, biar hari ini kak Juna bisa tidur nyenyak." Arjuna menoleh kearah pintu melihat kepala sang adik yg menyembul di ambang pintu, gemas sekali pikirnya.

"Sini Warna, temenin kakak." Tanpa banyak bicara Adiwarna langsung melesat masuk, mengambil posisi disebelah Arjuna.

"Kak Juna lagi apa?" Pertanyaan retoris memang, karena sebenernya ia sudah tahu apa yg Juna lakukan.

"Iya apalagi selain belajar silsilah perusahaan dan antek-anteknya."

"Pasti capek yah kak, klo kak Juna mau ngeluh bilang sama Warna aja." Juna mengusak gemas pucuk kepala sang adik, tidak terasa adiknya yg paling cerewet ini sudah tumbuh dewasa.

"Capek banget, kak Juna rasanya pengen nyerah aja ini bukan bidang yg kakak mau. Belajar bisnis, masuk kuliah manajemen bukan keinginan kakak. Otak kakak rasanya mau meledak belajar istilah-istilah rumit yg sampe sekarang belum bisa kakak pahami, tapi kakak juga udh gabisa kejar mimpi kakak, rasanya udh terlalu jauh untuk bisa di gapai."

Adiwarna tidak pernah memberi saran ketika saudaranya sedang menumpahkan beban yg ditanggungnya, ketika selesai bercerita ia selalu memeluk serta memberikan kata pujian dan penenang seperti yg ia lakukan kepada Arjuna sekarang.

"Kak Juna itu hebat banget, Warna emang gabisa bantu ringanin beban yg kakak tanggung tapi Warna cuman mau bilang makasih. Makasih karena udh bertahan sampai saat ini, masih berdiri kokoh jadi sosok kakak yg membanggakan, makasih udh jadi kakak yg hebat untuk bang Satya, Angkasa, Samudera dan Adiwarna." Arjuna tidak bisa menahan tangis setelah mendengar penuturan dari sang adik, ia semakin tenggelam dalam dekap hangat yg diberikan Adirwarna.

🍁

"Bang Satya..."
"Bang Satya..."
"Bang Satya..."
"WOYYY BANG SAT DENGER GUE GASIH." Jantung Satya rasanya hampir lepas setelah mendengar teriakan seorang Adiwarna tepat ditelinga sebelah kirinya, sedangkan tersangka utama hanya tersenyum manampilkan deretan gigi rapihnya, mau marah tapi Satya sedang tidak dalam keadaan baik.

"Bayangin klo gue punya riwayat sakit jantung Adiwarna." Satya mendelik malas kearah adiknya, tapi disisi lain hatinya merasa senang.

"Niat gue baik mau bawain lo roti yg baru keluar dari oven, kan lo paling doyan roti yg masih anget tapi sayang telinganya budek sih gue panggil-panggil ga nyaut yaudah gue teriak deh."

Satya tidak menjawab perkataan adiknya, tapi tangannya langsung telurur mengambil piring yg berisi berbagai jenis roti favoritnya. Namun Satya hanya meletakannya di atas meja, menatap tanpa minat roti yg sedikit masih mengepul itu. Adiwarna merasa ada yg salah dengan Abangnya ini, ia pun ikut duduk disalah satu bangku kosong tepat dihadapan sang Abang, ngomong-ngomong mereka saat ini sedang berasa di taman belakang rumah.

FORGET ME (NOT) - END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang