viii. he want he go it

9K 861 78
                                    


Amadeo :  yes, choose me and love me. Meski kalian tidak menyukaiku berikan aku 🌟 agar kita segera bertemu lagi.

🌷( ͡°³ ͡°)💗💌








"Kita pulang." Setelah Amadeo mengatakannya, ia membawa Ribina kembali ke kediaman malam itu juga setelah pamit pada Kaisar dan Permaisuri mengatasnamakan masalah kesehatan Ribina yang mendadak menurun.

Lagi-lagi hanya kebohongan. Amadeo menjadikan Ribina sebagai alibi supaya besok saat pagi-pagi sekali ketika bangun, ia sudah berada di depan gerbang kediaman Luther. Ingin bertemu Odeliah dan memeluknya erat, menceritakan bahwa perasaannya terasa sangat campur aduk sejak semalam.

Bayang-bayang masalalu terus menghantuinya, Amadeo merasa sakit kepala dan butuh belaian Odeliah. Hanya perempuan itu yang mampu membuatnya tenang, hanya perempuan itu yang bisa membuatnya melupakan semua ini, hanya perempuan itu yang bisa menyembuhkannya.

Di sampingnya terdapat Ribina yang tak sadarkan diri dengan kepala bersandar pada sudut kereta kuda. Perempuan itu belum bangun sama sekali sejak kejadian mabuk di pesta tiga jam lalu.

Permaisuri sempat melarang Amadeo, mengatakan akan meminta tabib memeriksa Ribina. Akan tetapi, pria itu bilang Ribina hanya cocok dengan tabib keluarganya. Alhasil Amadeo diperbolehkan membawa Ribina pergi tanpa membuat Permaisuri dan Kaisar merasa curiga.

Kepalanya mulai terasa sakit, Amadeo memegangi perut. Ingin muntah rasanya. Ini biasa terjadi setiap kali traumanya kambuh, tetapi jangan jadikan hal ini sebagai alasan untuk merasa kasihan pada Amadeo apalagi memaklumi tingkah lakunya yang kelewat mirip setan.

"Hentikan keretanya!" seru Amadeo tak tahan lagi, bergegas turun keluar sesaat setelah kuda di depan berhenti melangkah dan menjauh untuk memuntahkan seluruh isi perutnya.

Namun tak ada satupun yang keluar, membuat Amadeo semakin merasa sesak dan ingin mati saja rasanya. Hanya dua orang yang bisa menyenangkannya dalam keadaan ini; ibunya sendiri dan Odeliah. Hanya mereka saja. Ibunya sudah mati, tersisa Odeliah tetapi gadis itu masih jauh dari sini.

"Sial!" umpatnya mencoba menenangkan diri sendiri, memilih untuk duduk di bawah pohon terdekat sembari memegangi dadanya. Merasakan detak jantung yang mengencang jadi dua kali lipat.

Satu hal yang membuat Amadeo membenci Ribina sebenarnya bukan karena keobsesifan perempuan itu terhadapnya, melainkan karena suatu hal sederhana seperti... Ribina akan melakukan apa saja untuknya, untuk mendapat perhatiannya, rela dipukuli habis-habisan, rela babak belur, rela meninggal di tangannya asalkan tidak ditinggalkan sendiri. Sialnya, segala hal tentang perempuan itu mengingatkan dirinya pada masa lalu sendiri.

Dari sisi Ribina sudah pasti perempuan itu mengira Amadeo memukulinya karena berusaha menyingkirkan Odeliah dengan cara apapun padahal sebenarnya Amadeo cenderung melakukan kekerasan terhadapnya lantaran jengkel setiap kali melihat dirinya sewaktu kecil seolah menjelma sebagai perempuan itu. Lemah, pasrah, dan tidak pernah mengeluh atas rasa sakit padahal sudah berulang kali di dapat.

Nafas Amadeo memberat, dia butuh beberapa lama menenangkan dirinya di bawah pohon sampai akhirnya merasa baikan dan memutuskan untuk kembali ke kereta kuda namun tidak duduk di dalam.

Amadeo mendatangi sang kusir dan berkata. "Kau duduklah di dalam, biar aku yang bawa kudanya."

Hans tanpa bertanya langsung turun dan memberikan tali kekang kuda kepada Amadeo. Bergegas masuk ke dalam kereta seperti yang majikannya perintahkan karena tak lama sepasang kuda yang menarik kereta tersebut berlari dalam kecepatan kencang hingga Hans dan Ribina yang tertidur terguncang-guncang di dalam.

The Tales Of RibinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang