Prolog

11.9K 451 12
                                    


Selamat membaca

Maaf banyak typo

-

-

-

Seorang pemuda masih tertidur pulas di atas kasurnya dengan posisi yang sudah tidak menentu. Salah satu kakinya jatuh ke samping kasur dan satunya masih berada di atas kasur, kepala pemuda itu kini berada di sisi kasur bagian bawah. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 12.00 siang. Ntah apa yang sudah ia kerjakan pada malam hari hingga membuatnya masih tidur sampai sekarang hanya ia dan Tuhan yang tahu.

Suara ketukan sepatu terdengar begitu jelas memasuki kamar pemuda tersebut. Langkah kaki dari seorang pria paruh baya dengan ekspresi yang sudah sangat menyeramkan dengan membawa sebuah ember di tangannya.

Byur

Prang

Pria paruh baya itu langsung menyiram pemuda itu dengan sangat kasar membuat pemuda tersebut langsung membelalakkan matanya terbangun.

Ia mengusap wajahnya yang basah dengan telapak tangan, merasakan dingin air yang masih membasahi kulitnya. Dengan napas yang terengah-engah, pemuda itu menatap sang papa, yang berdiri di hadapannya dengan ekspresi marah dan kecewa.

"Apa-apaan sih, pah?" tanya pemuda tersebut tidak terima, merasa marah atas perlakuan yang diterimanya.

Pria paruh baya itu mengerutkan dahi, menahan emosi yang semakin memuncak. "Kamu masih nanya?" jawabnya, suaranya meninggi. "Kamu lihat ini sudah jam berapa, tapi kamu masih enak-enakan tidur!" Emosi pria itu tidak bisa dibendung lagi, dan kemarahannya membuat suasana semakin tegang.

Pemuda itu langsung menoleh menatap jam dinding yang berada di pojok kanan kamarnya. Jarum jam sudah menunjukkan angka 12:15 siang, membuat rasa takutnya semakin menggebu. "Ternyata aku sudah tidur lama sekali," pikirnya dalam hati.

"Mau sampai kapan kamu kayak gini, hah? MAU SAMPAI PAPA MATI DULU BARU KAMU BISA BERUBAH, GRACIO?!" bentak sang papa, wajahnya sudah merah padam, menunjukkan bahwa emosi di dalam dirinya sudah mencapai puncaknya.

Kata-kata itu mengena tepat di hati pemuda bernama Gracio Immanuel Narendra. Seolah-olah setiap kata yang diucapkan ayahnya adalah pisau tajam yang mengiris hatinya. "Pah, Cio...," Gracio berusaha menjawab, tetapi kata-katanya terhenti di tenggorokan, terhalang oleh rasa takutnya.

Pemuda tampan berusia 24 tahun itu, selalu memiliki daya tarik yang membuatnya mudah diperhatikan orang-orang di sekitarnya. Namun, di balik wajahnya yang menawan, tersimpan sikap nakal yang sering kali membuat ayahnya, Keynal Putra Narendra, merasa frustrasi.

Setiap hari, ada saja kenakalan yang dilakukannya-entah itu telat pulang, mengabaikan tanggung jawab, atau melakukan hal-hal lain yang mengundang masalah. Ayahnya, yang selalu berusaha keras untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya, merasa geram melihat perilaku putranya yang tak kunjung berubah.

Jessica Veranda, ibunya, selalu menjadi jembatan antara mereka berdua, berusaha menenangkan Keynal ketika emosinya memuncak, dan mencoba memahami Gracio yang terkadang tampak bingung dengan arah hidupnya.

"Kenapa kamu tidak bisa lebih serius, Gracio?" Keynal bertanya, matanya penuh dengan kekhawatiran. "Hidup ini bukan hanya tentang bersenang-senang."

Gracio hanya bisa terdiam, ia menatap lekat wajah Keynal. "Aku hanya ingin menikmati hidupku, pah. Belum saatnya aku memikirkan hal-hal besar." jawabnya dalam hati, ia tahu bahwa kata-kata itu keluar dari mulutnya, ia tidak akan selamat di tangan sang ayah.

"Papa biayain kamu kuliah sampai 3,5 tahun itu biar kamu jadi pintar, biar kamu bisa cari kerja untuk diri kamu sendiri. Kamu sukses, kamu banyak uang itu untuk diri kamu bukan untuk papa ataupun mama!" Keynal berkata dengan suara yang penuh amarah, setiap kata yang diucapkannya terasa menembus dinding hati Gracio.

You Are My Everything : Edisi Baru [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang