"Gimana kabar lo kak?" Sifania bertanya kepada seseorang yang berada dalam panggilan telepon.
Satria Abraham, kakak laki-laki Sifania ini merupakan seorang abdi negara. Satria adalah saudara seibu dengan Sifania. Mereka mempunyai Ayah yang berbeda, namun mereka dari rahim yang sama.
"Baik, lo gimana kuliahnya?" tanya Satria.
"Gue dapet beasiswa kak. Jadi lo gausah mikirin lagi soal biaya kuliah gue. Mulai skarang lo hanya perlu mikirin soal jajan gue soalnya kost-an udah ditanggung Papa"
Terdengar Satria menghela napas "Syukur deh"
Beberapa detik mereka berdua terdiam.
"Nia.." Panggil Satria dan Sifania hanya berdehem. "Maafin gue ya. Gue gak becus jadi kakak" Kata Satria, suaranya terdengar berat.
"Lo kenapa? Tiba-tiba gini?" tanya Sifania. Sebenarnya Sifania sudah tau kemana arah pembicaraan kakaknya itu, namun ia juga sedang tidak ingin membahasnya. Oh, ayolah Sifania sedang tidak ingin menangis.
"Gapapa, lo kuliah yang bener ya. Sama jaga kesehatan, jangan sampe sakit. Gue lagi tugas jauh gabisa jagain lo"
"Iya iyaaa ishh bawel banget. Udah sana kerja lagi, jangan lupa jajan gue!" Kata Sifania mencoba mencairkan suasana.
"Hmmm, nanti gue transfer aja. Udah dulu ya, gue ada jadwal piket buat jaga" Setelah mengucapkan salam perpisahan telepon itu ditutup.
---
Sudah beberapa bulan terlewati, dan kini ujian akhir semester sudah berakhir. Sifania sudah menyelesaikan semester pertamanya dengan lancar dan dengan hasil yang memuaskan. Sifania berencana untuk pulang ke rumahnya. Ia sudah mengemasi pakaiannya. Rencananya ia akan menetap selama 2 minggu dirumahnya.
Sebenarnya rumah dan kampus Sifania berada di satu provinsi yang sama, hanya saja berbeda kota dan membutuhkan waktu selama kurang lebih 3 jam perjalanan.
Sifania pulang dengan mengendarai motornya. Sifania memeriksa beberapa kali motornya karena tau akan melakukan perjalanan yang cukup memakan waktu.
Sifania menempuh perjalanan kembali ke kota nya selama 4 jam karena ia berkendara dengan sangat santai dan banyak istirahat.
Setelah sampai dirumah Sifania langsung masuk dan menatap ke seluruh penjuru ruangan. Tidak ada penghuni dirumah itu. Ayahnya sedang bekerja diluar provinsi, kakaknya juga sedang bertugas diluar provinsi dan Ibunya memilih tinggal dirumah neneknya setelah menggugat cerai Ayahnya.
Sifania tidak melepas sepatunya sebab lantainya berdebu. Sifania berjalan keruang tengah, sofa dan meja serta perabotan lain sengaja ditutupi kain agar tidak berdebu dan rusak.
Sifania membuka kain salah satu sofa dan kemudian duduk. Pikirannya kembali ke beberapa tahun sebelumnya, saat ia masih duduk dibangku SMP. Keluarga itu sangat bahagia, bahkan Sifania masih dapat merasakan bagaimana berisiknya rumah dengan pertengkaran konyolnya bersama kakaknya Satria. Ia juga mengingat bagaimana cerewet sang Mama ketika mereka lupa untuk mencuci piring masing-masing setelah makan. Hal-hal kecil yang dapat memancing luruhnya airmata Sifania.
Sekarang rumah itu hanyalah rumah tak berpenghuni. Kesepian ada dimana-mana dan itu sangat menyesakkan. Sifania merupakan anak yang aktif dan cerdas. Ia selalu menjadi yang terbaik dikelasnya, tapi semuanya berubah semenjak 5 tahun lalu.
---
Malam itu Sifania menelpon kakak sepupunya. Sifania berniat mengajak kakak sepupunya itu untuk menemaninya selama dirumah sekalian mengajak jalan-jalan. Mamanya Sifania merupakan anak ket-3 dari 4 bersaudara. Ibunya Kak Ica (Tante Mira) merupakan kakak tertua dari mamanya Sifania.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Isinya
Ngẫu nhiênSejak kecil Sifania selalu dihadapkan dengan berbagai macam rasa sakit. Gadis itu tumbuh dengan banyak luka yang ditorehkan oleh orang-orang terdekatnya. Ada banyak trauma di tiap masa dalam hidupnya. Batinnya benar-benar rusak dan banyak yang meng...