Breakfast and Break Up

26 6 0
                                    

Sean tidak pulang ke rumah, lagi. Aliska sadar bahwa kemungkinan lelaki itu tidak pulang karena perlakuannya pada lelaki itu kemarin. Bagaimana tidak, dia hanya kaget dengan kehadiran Sean yang tiba-tiba di lantai kantornya kemudian bertanya apakah lukanya sudah di obati atau belum.

Aliska tak mengatakan apa-apa dan dia memilih beranjak dari depan pintu lift, meninggalkan Sean yang masih bergeming di atas pijakan. Perempuan itu hanya tidak mau memberikan Sean kesempatan untuk berbaikan.

Sementara Sean yang tentu saja merasa kesal hanya bisa menahan diri untuk tidak menghancurkan gedung itu saat itu juga. Dia lantas pergi dan menghindari Aliska yang nampak sombong itu.

Sejujurnya, Sean berani bersumpah bahwa dia tidak berniat datang ke kantor Aliska dan melempar pertanyaan aneh itu. Saat dia keluar dari gedung kantornya, dia tahu-tahu sudah ada di dalam lift dengan Aliska yang berdiri bersama ekspresi kaget.

Ini semua karena alam bawah sadarnya sendiri, serius!

Harum bau mentega dan roti membuat perut Sean—yang pagi-pagi buta pulang untuk mengganti pakaian—keroncongan. Kakinya melangkah menuju dapur di mana dia pikir Bi Asih sedang membuat sarapan untuk Aliska.

Namun setelah tiba, dia malah dihadapkan oleh sosok Aliska dengan kemeja merah muda dan rok selutut berwarna putih lengkap dengan celemek. Rambutnya yang panjang disanggul dengan jedai biru langit.

Sean termangu melihatnya. Jantungnya bertalu begitu kencang untuk pertama kalinya setelah lima tahun lamanya dia tidak merasakan anomali itu lagi. Kedua matanya terpaku pada sosok Aliska yang fokus dengan masakannya.

"Breakfast?" perempuan itu bertanya sambil mengangkat toast di atas piring dalam genggaman, "Aku bikin toast kesukaan kamu, kalau nggak mau aku buang aja ke tempat sampah. Setelah ini aku anggap kamu nggak mau lagi makan apa-apa yang aku masak," lanjutnya.

Pernah terperanjat saat tidur karena bermimpi jatuh ke tempat yang dalam? Itulah yang Sean rasakan sekarang. Padahal baru beberapa detik yang lalu dia terpaku pada sosok di hadapannya, tetapi sekarang dia kembali pada realita yang membuat perasaannya jatuh ke jurang terdalam.

Air wajahnya seketika berubah.

"Aku nggak mau berantem pagi-pagi buta gini," katanya sambil lalu dan nyaris melangkah pergi kalau saja Aliska tidak melemparkan gelas ke arahnya.

"Ya udah, makan!"

Mendengus kesal, lelaki itu kemudian duduk di bangku ujung meja makan dengan Aliska yang juga duduk di seberang meja makan dalam diam. Pecahan gelas di atas lantai di abaikan. Kini aura mencekam kembali terasa di antara mereka.

"Udah puas belum balas dendamnya?" pertanyaan Aliska memecah keheningan di antara mereka, sementara Sean masih diam mengabaikan dan fokus mengunyah makanan di hadapannya.

"Pacar kamu minta kejelasan sama aku soalnya, aku cape harus berlagak jadi istri baik yang mempertahankan hubungan yang semua orang tahu kalau ini udah lama hancur."

Sean masih bergeming. Perselingkuhan yang dia lakukan dengan sang asisten pribadi bukan lagi sebuah rahasia yang harus dia simpan seperti kebanyakan rekan bisnisnya yang lain. Toh, dia memang berselingkuh untuk membalas perbuatan perempuan ini padanya.

Namun perkataan yang Aliska katakan sempat membuatnya kaget sebentar, hanya sebentar dan dia masih bisa menjaga ekspresi wajahnya. Kekesalan yang muncul di dalam kepala akibat kekurang ajaran selingkuhannya itu berhasil membuatnya nyaris naik pitam.

Apa-apaan itu tadi?

Meminta kejelasan?

Yang benar saja!

How Do We End Us?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang