"Kau terlambat."
Taehyung mendongak dan dapati Seyeon berdiri di depannya sambil melipat lengan di depan dada. Hening mengendap, Taehyung hanya menatap wanita itu sekilas sebelum kembali menunduk untuk melepas sepatunya.
"Kau terlambat!" ulang si wanita lebih keras. Berusaha menampakkan amarahnya melalui tubuh kurus dan wajah sepucat mayat dengan kantung mata tebal. Matanya yang sedikit memerah menyipit, menciptakan beberapa kerutan di dahi. "Dari mana saja kau? Aku meneleponmu seharian!"
Rahang Taehyung mengetat, menunjukkan ketidaksukaan atas vokal yang digunakan Seyeon padanya. Suara tapak sepatu yang jatuh menghantam lantai terdengar nyaring di penjuru ruang temaram. Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi atmosfer di sekitar terasa sepanas waktu siang. Ia berjalan melewati si wanita cepat-cepat supaya kakinya tidak kelepasan menendang rak sepatu dan berujung pada pertikaian panjang.
Sayangnya, apapun yang dilakukan, pertikaian selalu sulit dielakkan.
Seyeon gegas menyusul, menaiki undakan tangga sambil memanggil nama Taehyung berkali-kali, tetapi pria itu tidak mengindahkan sama sekali. Tatkala lengan kanan Taehyung ditarik ke belakang, barulah ia berhenti, menatap kesal ke arah Seyeon.
Demi apapun, tubuhnya letih sekali. Wanita itu selalu berhasil menyedot energi Taehyung hanya dengan melihatnya. Ia ingin segera menjatuhkan diri ke ranjang, alih-alih mendengar omelan sang istri yang membuatnya sakit kepala.
"Jangan abaikan aku!" Seyeon menyentak tangan Taehyung hingga kaki pria itu menapak bordes.
Rasa kesal mengentak-entak di dalam diri. Namun, Taehyung tetap menjaga nada suaranya agar tetap terkendali saat mengatakan, "Aku sudah mengirimmu pesan, 'kan? Aku akan segera pulang."
"Kau terlambat!" bentak Seyeon tak sabar. "Tujuh jam! Tujuh jam aku menghubungimu dan kau baru membalasnya! Kaupikir aku menghubungimu puluhan kali karena ingin bersayang-sayangan denganmu atau menanyakan pertanyaan kosongan, hah?! Tidak! Aku melakukannya karena Seri demam, tapi apa yang kau lakukan di luar sana? Keluyuran tak jelas dan mengabaikan semua panggilan yang masuk ke ponselmu!"
Ocehan Seyeon yang menusuk telinga telah menggodok emosi Taehyung hingga mendidih, ia melayangkan tatapan setajam pisau yang siap melubangi dahi di depannya. Namun, Seyeon tak gentar sedikitpun dan balas mendelik. Dalam situasi ini, Taehyung masih berusaha memegang kendali, bahwa satu di antara mereka harus tetap waras dan rasional agar apa yang terlanjur berantakan tidak sampai hancur lebur.
Rasanya berat bukan main. Kasus yang berhubungan dengan Nam Seyeon selalu tidak semudah mengoceh di depan kliennya.
Taehyung tidak sempat menghitung satu sampai sepuluh atau menarik-embuskan napas guna menetralkan kekesalannya yang kadung meletup-letup, sebab Seyeon kembali membuka mulut sialannya lagi demi membuatnya makin tersudut. Saat ini Ha Taehyung ibarat bocah yang sedang dimarahi ibunya karena pulang terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Floricide
FanfictionKegagalan dalam memahami satu sama lain menghancurkan pilar-pilar yang telah dibangun dengan susah payah. Taehyung membisu di sisi kiri, sedangkan Seyeon di sisi kanan. Tidak ada yang mau mengerti; ego yang terlalu tinggi menjerat keduanya dalam sel...