Memahami adalah seni yang sulit dipelajari, terkadang sifatnya relatif, sehingga tidak semua orang memiliki pendapat dan perspektif yang sama mengenai sebuah permasalahan. Perbedaan-perbedaan itu akan menimbulkan pertentangan atau penolakan yang nantinya memicu efek destruktif terhadap beberapa aspek kehidupan.
Dan Taehyung secara penuh menyadari bahwa hidupnya memang didedikasikan untuk memahami mereka yang muncul dari balik pintu kerjanya; mereka yang datang dengan setumpuk beban emosional. Namun, dalam praktiknya terhadap diri sendiri dan sekitar, Taehyung butuh waktu seumur hidup-atau lebih-untuk mengkaji tentang siapa dirinya dan Nam Seyeon. Baginya memahami yang terdekat terasa jauh lebih sulit dibanding mereka yang jauh, sesulit menjalani hari ini, besok dan lusa.
Meskipun menjadi seorang ahli kejiwaan, Taehyung tidak benar-benar mampu memahami keseluruhan apa yang terjadi setiap kali Seyeon memainkan emosinya. Wanita itu tidak ubahnya bak labirin panjang yang tak jelas jalan keluarnya di mana.
Akhir-akhir ini Nam Seyeon kerap meledak-ledak karena alasan sepele. Misal, ketika Taehyung lupa meletakkan pisau cukur ke tempatnya atau lupa memanggil tukang reparasi untuk memperbaiki mesin pemanas mereka yang rusak, maka, Seyeon akan berada dalam kondisi hati buruk selama sisa hari. Kadang-kadang bertahan hingga beberapa hari lamanya.
Saat ini-Taehyung yakin sekali-wanita itu sedang berada di titik didih. Pasalnya, Seyeon yang berisik dan cerewet telah meneleponnya sebanyak 21 kali (ditambah 2 panggilan dari Choi Yoongi) dalam beberapa jam terakhir, tetapi tidak ada satupun panggilan yang ia angkat karena ponselnya disetel dalam mode diam.
Kapan kau pulang?
Seri demam! Dia tidak mau berhenti menangis, cepatlah pulang!
Taehyung, angkat teleponnya!
Ada di mana kau?!
Taehyung membaca deretan pesan yang dikirimkan Seyeon satu persatu. Hampir semua pesan yang dikirim si wanita terasa memiliki intonasi keras dan minim kesabaran.
Jika Taehyung balik menelepon, ia pasti akan dihadiahi omelan panjang yang membuat telinganya pengang. Pada akhirnya Taehyung memilih membalas pesan itu sekali setelah memutuskan bahwa gendang telinganya masih dibutuhkan.
"Ada apa?" Salah satu temannya bertanya saat Taehyung tengah mengetikkan pesan. "Istrimu, heh?"
Kepala Taehyung mendongak, lantas dapati kawan-kawan reuninya yang keseluruhan pria kompak menyorotkan pandang kepadanya dengan wajah penasaran. Taehyung hanya bergumam kecil, menegakkan ponsel seolah khawatir mereka akan mengintip ruang obrolannya bersama Seyeon.
Suara tawa sekonyong-konyong terdengar nyaring di telinga, lalu disusul dengan cibiran, "Para istri memang selalu begitu. Mengganggu! Tidak bisa melihat suaminya bersenang-senang sedikit saja."
"Mereka kan alergi dengan itu." Salah satu di antara mereka terkekeh, lantas menenggak segelas kecil soju. "Ingin dimengerti, tapi tidak mau mengerti," sambungnya.
"Benar sekali! Hanya bisa menuntut dan marah-marah saja."
"Menyebalkan sekali."
"Begitulah perempuan."
Mereka semua tertawa. Sementara, dahi Taehyung berkerut halus begitu mendengar kata-kata mereka yang sengaja menyudutkan salah satu gender dan menyamaratakannya. Ia merasa sedikit risih dan terganggu, tetapi di lain sisi ia merasa apa yang dikatakan teman-temannya ada benarnya.
Nam Seyeon persis seperti apa yang dikatakan, dan terkadang itu membuatnya muak.
Seandainya Seyeon tidak mengobral nama putri bungsu mereka, Taehyung pasti akan langsung menutup ponsel dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman-temannya daripada terperangkap di lingkaran istrinya yang bikin sesak. Lagi pula, bisa berkumpul bersama teman-teman SMA-nya yang sudah lama tidak bersua adalah kesempatan langka. Sebab kesibukan yang dialami membuat masing-masing dari mereka tidak punya waktu sekadar duduk atau minum-minum bersama seperti saat ini.
Taehyung kembali mengetikkan pesan, lalu mengirimnya. Tunggu aku di rumah, aku segera pulang. Pria Ha itu bangkit dari tempat duduknya sambil memasukkan ponsel ke dalam saku, tindakannya sontak menarik kembali atensi mereka semua.
"Hei! Serius mau pulang?"
"Ya," jawab Taehyung. "Putriku sakit. Aku harus pulang."
Yang lain menyahut, "Kau buru-buru sekali. Padahal kita sudah lama tidak bertemu, jangan pergi secepat itu!"
"Duduk saja dulu, istrimu tidak akan keberatan."
"Lagi pula ini belum terlalu malam untuk pulang, benar 'kan?"
"Dongwon benar. Ayolah, jangan terlalu menurut pada wanita, atau dia akan besar kepala dan bertingkah seolah bisa menaklukkan dunia." Setelah mengatakan itu, semua temannya lagi-lagi tertawa dan hanya Taehyung yang tidak.
Taehyung tidak tolol untuk mengetahui kenapa kalimat terakhir terlontar di depan mukanya, kemudian disusul tawa mencemooh. Itu adalah bahasa halus dari pemikiran bahwa ia adalah pria payah yang selalu disetir oleh wanita, dan jujur itu menyinggung Taehyung. Ia bukan pria seperti itu, ia hanya melakukan apa yang perlu dilakukan, bukan karena takut dengan Nam Seyeon. Mereka tidak tahu apa-apa; mereka cuma mengeluarkan deduksi sampah tanpa peduli apa yang sebenarnya terjadi.
Jas yang tersampir di kursi disambar, lantas Taehyung mengulangi perkataannya dengan sedikit penekanan, "Putriku sakit!"
Itu berhasil membuat tawa mereka berhenti. Ia sengaja menggunakan momen bungkamnya mereka untuk melangkah pergi dari restoran. Menuju Audi-nya yang terparkir setelah mengatakan selamat tinggal sesopan mungkin. Taehyung bisa mendengar salah satu dari mereka mendengkus dan berkata, Ada apa dengannya?. Begitu masuk, ia langsung menyetir mobilnya keluar meninggalkan areal restoran menuju jalan raya yang masih dihinggapi kendaraan.
Ponsel Taehyung yang sudah disetel dalam mode getar mulai bergetar di dalam saku, tetapi ia tak berniat menerima panggilan itu. Tidak perlu melihat siapa pelakunya, sebab Taehyung yakin betul kalau itu ulah Seyeon. Wanita itu sudah membaca pesannya, dan sekarang pasti sedang memaki-maki di seberang sana karena sikap acuh tak acuhnya. Ah, ia sudah mempunyai gambaran tentang apa yang akan terjadi ketika tiba di rumah nanti.
Dan bayangan itu sudah membuat Taehyung lelah, bahkan sebelum benar-benar terealisasi.[]
 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄
Halo?
KAMU SEDANG MEMBACA
Floricide
FanfictionKegagalan dalam memahami satu sama lain menghancurkan pilar-pilar yang telah dibangun dengan susah payah. Taehyung membisu di sisi kiri, sedangkan Seyeon di sisi kanan. Tidak ada yang mau mengerti; ego yang terlalu tinggi menjerat keduanya dalam sel...