Sea Pov.
Aku masih belum percaya dengan apa yang diceritakan Jun padaku, semenjak kejadian beberapa hari yang lalu, aku bahkan enggan keluar dari rumah, tubuhku seakan mati tanpa mau melakukan apapun. aku bahkan masih berfikir. Kenapa pertemuanku dengan Jeno begitu singkat? Kenapa Jeno memilih jalan yang sulit disaat kebahagiaan bisa saja menunggunya didepan sana. aku masih menatap surat yang sudah aku aku baca berulang kali tanpa bosan, meskipun aku membacanya ribuan kali, aku masih tidak berhenti menangis, seakan semuanya hanya permainan yang harus aku akhiri, namun aku tetap tidak bisa melangkah meskipun hanya butuh satu langkah untuk keluar dari kesedihan ini, namun aku masih memilih untuk tetap berada di tempatku, dengan merindukannya begitu dalam, tanpa ingin tau caraku untuk melupakannya. Karena bagiku kau pilih pertama dan terakhirku. apakah ini salah?.
Hari ini, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Aku menatap dari balik jendela kamarku, tidak ada cahaya rembulan yang muncul menerangi langit yang kelam itu. namun tetap saja bulan tidak akan pernah muncul saat awan mengendalikan hujan agar turun membasahi bumi yang begitu merindukan kehadirannya. bahkan dengan keadaan seperti ini aku masih memikirkan Jeno, apa dia kedinginan disana? Atau dia sudah bahagia dengan keluarganya? Tidak butuh beberapa menit, tanganku kembali mengambil surat yang sudah tersusun rapi di atas meja, perlahan aku membuka surat itu lalu membacanya kembali.
Dear Moon Sea
Bagaimana kabarmu....?
Ah aku tidak bisa menulis surat. seharusnya aku mengirim pesan saja, tapi Jun melarangku, Jun bilang mengirim surat lebih romantis,. padahal kata itu sangat jauh dariku.Sea, saat pertama kali aku melihatmu rasanya aku ingin memukulmu. Kenapa kau melupakanku? Tapi seiring berjalannya waktu aku juga bersyukur, setidaknya kau masih berada di sekitarku. Sea, setelah membaca surat dariku berjanjilah padaku kau harus selalu bahagia, Karena aku akan selalu membayangkan wajahmu saat tersenyum membaca surat dariku, ingat jangan coba-coba menangis, jika kau menangis aku benar- benar akan memukulmu.
Aku terdiam sesaat setelah membaca beberapa bagian dari surat yang Jeno tulis untukku.
"apa kau tau? Aku sedang menangis sekarang, kalau begitu Ayuk muncul di depanku dan pukul aku. Jika tidak, kau harus memukulku melewati mimpi. Memangnya kau siapa yang berani meninggalkanku dan bahkan melarangku untuk menangis?. Aku seperti orang gila yang tidak berhentinya berbicara pada surat yang aku pegang, sampai aku kembali membaca lanjutannya.Sea, kau ingat dulu saat aku meletakkan bunga tulip di keranjang sepedamu aku selalu meninggalkan potongan kertas kecil yang isinya hanya namamu? Dulu aku memanggilmu sua-Moonsua. apa kau juga lupa?
Sea, apa benar kau mencintaiku dengan kondisiku seperti ini? Aku cacat. pertama; aku bahkan tidak bisa mendengar suaramu, kedua; aku tidak bisa berbicara padamu. aku begitu takut kau meninggalkanku hanya karena kondisiku seperti ini, ...
Sea, aku hanya mencintaimu, apa kata itu pantas keluar dari hatiku yang bahkan jauh dari kata sempurna?
Aku hanya merasakan tidak pantasnya aku mendapatkan balasan darimu, namun walaupun begitu izinkan aku untuk tetap mencintaimu, karena itu sebuah rasa syukurku karena kau yang aku cintai.
Sea, berbahagialah disebelah bumi manapun kamu berada, tertawalah walaupun tanpaku di sisimu, teruslah tersenyum. percayalah meskipun tidak terlihat, aku akan selalu ada disisimu. bahagiakan dirimu dan teruslah bersama Mark, kalian berhak bahagia, dan itu adalah kebahagiaanku, melihat dua orang yang aku sayangi bahagia. ingat Sea, apapun yang terjadi padaku suatu saat nanti, jangan pernah menyalahkan siapapun, semua yang terjadi padaku sampai detik ini, itu hanya sebuah takdir yang tidak akan bisa aku rubah, jadi dengarkan aku dan berbahagialah lah. Sampai nanti laut... Moon sea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cacat (Lee Jeno)
General FictionLee Jeno, laki-laki yang begitu sempurna dengan kekurangannya, laki-laki tuli dan juga bisu yang memiliki hati selembut salju. Bahkan dengan kekurangannya, ia tidak pernah mengeluh meskipun keluarganya malu dengan kekurangannya, namun ia begitu teg...