Oh. This is awkward

3 0 0
                                    

Aku mengatupkan bibirku rapat menatap pantulan diriku di dalam cermin. Detik selanjutnya berusaha menarik seulas senyum. Lagi-lagi wajahku terlihat sinis. Aku menghela napas. Sekali lagi, aku berusaha menilai penampilanku malam ini, memakai gaun biru selutut dengan kalung mutiara menghiasi leherku. Aku ingin terlihat elegan, tapi kenapa? Aku ingin mengimpresi siapa?

Aku sangat sadar bahwa ini permintaan konyol yang harus dipenuhi demi pekerjaanku. Namun tetap saja, perutku bergolak oleh rasa antisipasi menyadari aku akan ditemani oleh wanita penghibur atau apapun sebutan bagi mereka malam ini. Aku mulai merasa gelisah.

Menduga bagaimana reaksi mereka, alih-alih pria tua cabul, malah aku yang muncul dihadapan mereka. Pelayanan semacam apa yang akan diberikan untukku? Apakah mereka akan merasa jijik dan menolak? Aku mulai berpikir yang aneh-aneh. Pukul setengah 9 malam, sebaiknya aku bergegas. Tidak luput untuk memasukkan dokumen proposal ke dalam tasku. Tujuan utama aku benar-benar menuruti permintaan mereka malam ini.

Taksi mengantarku ke depan sebuah bangunan di daerah Gangnam. Sebetulnya beberapa kali aku melewati jalan ini, namun baru kali ini menyadari ada bangunan setinggi tiga lantai di tempat ini. Dari luar, bangunan ini tampak memiliki desain industrial dengan aksen yang minimal dan lampu-lampu kekuningan yang menyala terang di luarnya.

Mengabaikan senyum melecehkan si supir taksi, aku segera memberikan-setengah melempar-uang di tanganku ke arahnya. Ugh! Kenapa pria yang kutemui di dalam hidupku, hampir seluruhnya tampak menjijikan.

Dengan langkah pasti, aku menghentakkan heels yang kukenakan, masuk ke dalam bangunan ini. Tepat pukul 9 malam.

Aku datang bersamaan dengan daepyo-nim, sedikit banyak bersyukur, karena aku benar-benar tidak tahu harus kemana, melakukan apa. Akan sangat canggung jika aku masuk sendiri ke dalam klub ini.

Aku membungkukkan tubuh, menyapanya. Dia tersenyum lebar melihat aku benar-benar hadir menuruti keinginannya.

"Wah, wah, aku jadi tidak sabar."

Dengan santai dia menyentuh punggungku sambil berjalan bersama. Jika dia menyentuh lebih dari ini, aku bersumpah akan meninju hidungnya. Kami melewati area klub yang masih terlihat sepi. Malam masih terlalu dini untuk orang mengunjungi tempat ini.

"Lihat, Jessica-ssi." Dia mengarahkan tangannya, menunjukkan beberapa gadis berusia dua puluhan berdiri, tersenyum di sepanjang bar menyambut kedatangan kami. "Cantik-cantik, kan? Hanya orang-orang penting yang sering datang ke tempat ini. Sepertiku."

Seorang pria berseragam serba hitam berjalan menghampiri kami, dia membungkukkan tubuhnya, sebelum berjalan mengiringi kami, melewati sebuah lorong temaram dengan pintu-pintu di sisi kiri kanannya.

Kami diantar menuju sebuah ruangan dengan tiga sofa berukuran besar yang membentuk huruf U, dengan meja di tengah-tengahnya. Ruang karaoke. Saat memasuki ruangan, aku dapat menghirup aroma jahe yang menguar. Kupikir akan disambut dengan bau asap rokok yang kuat, namun kondisi ruangan ini membuatku mulai merasa rileks.

Tiga pria tua lain yang kutemui siang ini sudah duduk santai di sofa menyilangkan kaki mereka. Aku duduk di pinggir sofa, sebisa mungkin menjauh dari mereka semua. Tanganku akan terus mengepal sepanjang malam, jika mereka melakukan hal yang tidak senonoh, akan kuhajar wajah mereka semua.

Kim Taeyeon sialan, saat aku menceritakan ini padanya, dia hanya tertawa terbahak-bahak di telepon.

Kuharap aku hanya harus menghabiskan 10 menit di dalam ruangan ini, jadi setelah pintu tertutup, aku segera mengeluarkan dokumen dari dalam tas, sebelum daepyo-nim menyergahku.

"Apa yang kau lakukan Jessica-ssi? Kita bahkan belum melakukan apapun di sini? Aku tidak mau menandatangani sebelum sesi malam ini berakhir."

Sekuat tenaga, aku menahan helaan napas dengan senyuman.

"Aku ingin memberikanmu pengalaman sekali seumur hidupmu malam ini."

"Kenapa sekali? Kalau kau suka kan bisa datang lagi."

Park-nim terkekeh mendengar leluconnya sendiri.

Dengan lemas, aku kembali memasukkan dokumen ke dalam tas.

Tidak berapa lama dua pelayan memasuki ruangan kami membawa beberapa botol bir dan whiskey. Makanan-makanan ringan mulai berdatangan dan memenuhi seluruh permukaan meja.

Si pria tua botak, yang paling sering melempar candaan cabul, menuangkan satu sloki whiskey, menelungkupkannya ke dalam gelas bir yang terisi setengah.

"Ayo, Jessica-ssi. Habiskan ini, mungkin daepyo-nim akan berbaik hati dan menandatangani proposalmu."

"Mian, aku tidak meminum alkohol."

daepyo-nim mengambil gelas bir tersebut dan menyodorkan lagi ke arahku. "Tidak minum alkohol itu dilarang di ruangan ini. Kaja!"

"Ya, kau lihat si botak itu bersemangat sekali karena kehadiranmu, Jessica-ssi, sampai-sampai dia yang menuangkan minuman untukmu, bukan sebaliknya."

Dengan enggan, aku mengambil gelas itu dari tangannya dan menyesapnya sedikit. Mengernyit saat rasa manis pahit dan panas alkohol memenuhi tenggorokanku.

Malam ini dimulai dengan obrolan basi mereka sambil meminum alkohol di atas meja. Seseorang menyalakan televisi yang berada di tengah ruangan, memilih lagu untuk bernyanyi. Beberapa di antara mereka mulai menyalakan rokok dan menghisap perlahan, aku mulai merasa sesak saat asap rokok putih mengepul memenuhi seisi ruangan.

Mungkin setengah jam setelahnya, pria berseragam tadi kembali memasuki ruangan. Kali ini dia tidak sendiri, di belakangnya ada tujuh orang gadis berpakaian minim dan pulasan yang tebal melangkah beriringan. Mereka semua kini berdiri di tengah ruangan. Aku menoleh dan melihat pria-pria tua itu menatap sambil tersenyum. Melecehkan mereka bahkan hanya dengan tatapan.

"Mari kita berikan kesempatan untuk Jessica-ssi memilih dulu ya." daepyo-nim bertepuk tangan penuh semangat.

"Mian, apa yang harus kulakukan setelah memilih mereka?" Aku beringsut mendekat padanya dan berbisik, takut suaraku terdengar oleh gadis-gadis ini. Percuma saja, dalam ruangan sekecil ini, tentu saja mereka dapat mendengarnya.

Aku dapat mendengar beberapa dari mereka tertawa kecil. Menertawakanku. Ini sungguh memalukan.

"Kau dapat menyuruh mereka melakukan apa saja, bernyanyi, menuangkan minuman untukmu, atau jika kau tertarik, kau bisa meminta mereka melepas seluruh pakaian." daepyo-nim balas berbisik, namun seperti tengah meledekku.

Aku mulai merasa pusing karena aroma parfum para gadis ini begitu menyengat. Rasa malu bercampur dengan alkohol yang kuminum sejak tadi, juga mulai membuatku linglung.

Berusaha menghilangkan rasa canggung, aku tertawa terbahak, "Kumohon, daepyo-nim dapat memilih lebih dulu. Sungguh tidak sopan jika aku melangkahimu." Aku menundukkan kepalaku.

Shit. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Benarkah aku boleh memilih salah satu di antara mereka? Bagaimana perasaan yang lain jika aku tidak memilih mereka? Lalu apakah mereka bersedia? Mungkinkah mereka menolak? Apa yang harus kulakukan setelah memilih? Benarkah aku boleh membuka pakaian mereka?

Jessica! Berhenti berpikir, semua orang menunggumu sekarang!

"Tidak, aku yang mengizinkanmu untuk memilih pertama. Aigoo, jangan malu-malu. Pilihlah yang terbaik menurutmu."

Dengan sangat sungkan, akhirnya aku mengangkat kepala dan mengamati wajah mereka satu per satu.

Tidak, aku tidak sanggup. Aku benar-benar tidak mampu melakukan ini dengan santai.

Aku memejamkan mata dan menunjuk dengan asal. Tidak peduli perempuan seperti apa yang akan kudapatkan. Sejujurnya aku tidak benar-benar yakin jika aku memiliki ketertarikan pada sesama perempuan, entah darimana mereka dapat gosip seperti itu.

Sejenak nama Taeyeon melintas dalam kepalaku, dasar sialan, pasti dia yang menyebarkan gosip semacam itu agar mereka tertarik untuk memenangkan tender perusahaan kami.

TeaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang