Entah ini di namakan kesialan atau keberuntungan, belum sempat lolos dari kejaran buronan yang menginginkan nyawaku, kini aku dihadang oleh pria gagah berpakaian serba hitam dan tak luput menodongkan sebuah pistol di tangannya yang kapan saja bisa ia tembakkan ke arahku. Kulirik para buronan itu masih berdiri tak jauh dari belakangku, tapi bisa kupastikan wajah mereka yang terlihat pias, melihat pria yang kini berada di depanku ini.
Aku mengangakat kedua tanganku tanda aku menyerah."Apa yang kau inginkan dariku tuan?!", ucapku melawan rasa takutku, melihat ia masih setia dengan pistolnya dan tatapan tajam yang membuat kesan semakin mengerikan di wajahnya, padahal tampangnya bisa di bilang lumayan.
"Kau Quenn?!", tanpa menjawab pertanyaanku ia bertanya, lebih tepatnya memberikan pernyataan dengan kalimatnya barusan.
Tanpa basa basi, ia mendekatiku, dan mengunci ke dua tanganku dengan tangannya yang besar.
Ia memintaku untuk mengikutinya, seraya menyeretku. Di perlakukan sebegitu kasar oleh laki laki asing, aku memberontak."Ikut atau kutembak kepalamu!", ancamnya dengan nada yang tak main main, dan mengulurkan pistolnya tepat di pelipisku.
Aku menelan ludah. "Sialan",umpatku tertahan. Andai ia tidak membawa senjata, dan buronan itu tak ada tepat di belakangku, sudah kupastikan kulawan pria di hadapanku ini.
Dengan pasrah ku ikuti pria berpistol ini. Sempat ku lirik buronan yang tadi mengejarku, kini melangkah mundur.
Aku heran dengan semua ini, buronan itu, aku mengenalnya.
Mereka adalah anak buah dari papaku, "brengsek bedebah itu tak pantas di panggil papa, karna ia dengan sengaja menginginkan nyawaku dan kedua adikku, memikirkan itu membuatku muak.Masih setengah di seret secara paksa olehnya aku mencoba untuk tetap melepaskan diriku.
"Jangan memaksaku melakukan hal yang lebih kasar kepadamu, nona", tanpa menolehkan kepalanya ia tetap menyeretku untuk mengikutinya.
Dak akhirnya aku pasrah.Setelah memaksaku untuk terus mengikutinya, akhirnya langkah lebarnya ia hentikan di sebuah ruangan yang sangat berantakan.
Kulihat ada seorang pria lain, duduk dengan angkuhnya, mengisap rokok, menghembuskan tepat di hadapanku yang pergelanganku masih di kunci oleh pria tadi.
Aku terbatuk dengan kerasnya tatkala asap itu menyerusup masuk ke hidungku. Kulihat pria ini terkekeh pelan dan membuang puntung rokoknya.Ia mengangkat daguku dengan kasar, kulihat iris mata coklat itu melihatku dengan tajam.
Entah kenapa melihat iris mata itu aku merasa takut, hingga tak sadar aku memalingkan wajahku agar tak melihat ke dua iris coklat itu."Quenn", ia mengucap namaku, lalu tertawa se kencang kencangnya.
"Apa maumu? Aku tidak pernah punya urusan denganmu", akhirnya kucoba memberanikan diri bertanya.
"Aku mau nyawamu", ucapnya pelan tapi menusuk.
Ya tuhan, sudah berapa banyak orang yang menginginkan nyawa ini?apa untuk saat ini aku harus menyerah, ratapku.
"Nyawaku tidak ada urusan denganmu tuan", aku berteriak marah di hadapannya.
Lalu kurasakan badanku tersungkur dengan begitu kerasnya, rupanya pria yang dari tadi melakukannya.
"Shhh", aku meringis kecil, kurasakan seluruh tubuhku sudah remuk semua, di sebabkan luka yang dilakukan pengawal si brengsek itu. Di tambah lagi hempasan pria tadi.
Aku mendongak menatap pria di depanku, aku mencoba untuk menatap tajam pria ber iris mata coklat itu, mencoba menghalau ketakutan ketika sepasang mata ini melihatnya dengan tatapan menantang.
Plakkkk
Kurasakan tubuhku oleng ke samping, ketika tamparan itu mendarat keras di pipiku.
Bisa kurasaka perih di ujung bibirku. Pria tadi mencoba menampar pipiku lagi, tapi tertahan dengan ucapan pria ber iris mata coklat itu."Sudah fran, kau boleh pergi",
Ucapnya memerintah pria yang menamparku tadi, yang kini ku kenal fran.
Setelah fran pergi, ia berjongkok di hadapanku, membelai pipiku dengan lembut, tapi belaiannya seakan mengerikan. Merasa jijik dengan tingkah lakunya, aku meludah tepat di hadapannya.
Karna mendapat serangan tiba tiba ia menghindar, tapi sayang ludah itu mengenai sepatunya.
Ia menggeram marah.
Kulihat wajahnya merah padam karna ulahku.
Tanpa bisa kutebak ia menampar pipiku yang sudah tertampar oleh fran. Tapi tamparannya terlalu keras dan akhirnya tubuhku ambruk, kepala pening, dan sebelum aku tak sadarkan diri, ia melangkah meninggalkanku. Aku tersenyum kecut, ini lebih baik."Wanita sialan, aku akan membunuhmu. Tapi.."
Ucapan itu tak seluruhnya ku dengar karna yg kulihat semuanya gelap dan aku tidak sadarkan diri.Jangan lupa vote, coment, dan share ya sepuh sepuh😙
Aku mah masih pemula😀
KAMU SEDANG MEMBACA
enemy CIRCLE_
Romance"Life is too beautiful for them, but not for me!! Kenapa? Kenapa hidupku semenyedihkan ini!!", aku menjerit histeris di depannya. Pria itu menyeringai mendengar kata-kataku barusan, dia melangkah maju mencoba mensejajarkan tinggiku dengannya. "Kamu...