Tersamar dalam Badai Emosi: Mengatasi Perlakuan Buruk
Rafael duduk sendirian di sudut kantin, tatapannya kosong ke arah luar jendela. Di sekelilingnya, terlihat keramaian siswa yang tertawa dan berbicara dengan riang. Tiba-tiba, sekelompok teman datang menghampirinya.
Teman Sekelasnya: "Eh, lihat si bisu lagi! Berpura-pura jadi penulis hebat, ya?"
Teman sekelasnya: "Haha, ternyata bukan cuma bisu, tapi juga buta! Tidak bisa lihat kalau tulisannya sampah!"
Rafael menatap mereka dengan mata berkaca-kaca, tetapi ia memilih untuk tetap diam. Dengan gerakan halus, ia memperlihatkan tangan kanannya yang terangkat, menandakan rasa sakit dan kesedihannya.
Rafael: (mengisyaratkan kesedihan)*
(Saat itu, Rafael merasa hampa dan terpuruk. Tatapan kosongnya mencerminkan betapa dalamnya rasa sakit yang ia rasakan.)
Teman sekelasnya: "Eh, lihat si bisu! Mungkin dia cuma bisa menulis diari rahasia, ya?"
Teman sekelasnya: "Haha, benar juga. Pasti tulisannya hanya tentang rahasia-rahasia menyedihkan hidupnya yang tak ada artinya!"
Rafael merasa seperti ditendang-tendang oleh ejekan teman-temannya. Hatinya semakin hancur, merasa tidak punya tempat di dunia ini.
Rafael: (mengisyaratkan kesedihan yang mendalam)
Teman sekelasnya: "Wah, lihat! Rafael ternyata tidak hanya bisu, tapi juga tidak punya teman!"
Teman sekelasnya: "Ya, siapa yang mau berteman dengan orang aneh seperti dia? Hanya pemborosan waktu!"
Rafael merasa seperti ditimpa beban yang berat oleh kata-kata ejekan itu. Dia merasa terpuruk, tak punya siapa-siapa yang bisa diandalkan.
Rafael: (mengisyaratkan perasaan putus asa yang tak terlukiskan)
Teman sekelasnya: "Ayo, lempar buku tulisnya ke tempat sampah! Biar dia tahu bahwa tulisannya tidak ada gunanya!"
Teman sekelasnya: "Ide yang bagus! Atau mungkin dia bisa menangis di atas halaman-halaman sampah itu!"
Sekolompok Temannya: Hahahaha
Rafael merasa seperti dunia ini tidak adil. Dia merasa terhempas oleh badai ejekan dan penolakan.
Rafael: (mengisyaratkan keputusasaan yang mendalam)
(Dalam keheningan malam, Rafael meratapi nasibnya yang penuh dengan penderitaan. Meskipun mencoba bertahan, namun terkadang rasa putus asa begitu kuat menghantamnya. Di balik tatapan kosongnya, Rafael merenungkan hidupnya yang tak kunjung bercahaya.)
(Dalam kegelapan kamar yang sunyi, ia terombang-ambing dalam gelombang perasaan yang tak kunjung reda. Namun, di balik semua itu, ada sebuah cahaya kecil harapan yang masih menyala di dalam dirinya, memberinya kekuatan untuk terus melangkah maju, menghadapi badai perasaan yang menghantamnya.)
(Dengan tekad yang teguh, Rafael bersiap untuk menghadapi babak selanjutnya dalam perjalanan hidupnya, siap mengatasi segala badai yang mungkin menghadangnya.)
Teman sekelasnya: "Eh, Rafael masih di sini rupanya. Apa yang dia cari di sudut kantin itu? Mungkin dia sedang merenungkan betapa gagalnya hidupnya."
Teman Sekelasnya: "Haha, sepertinya Rafael selalu menjadi sasaran empuk kita. Bisu dan tidak berdaya!"
Teman Sekelasnya: "Aku tidak habis pikir, bagaimana dia bisa bertahan hidup sampai sekarang. Mungkin dia memang terbiasa menjadi sampah."
Teman Sekelasnya: "Sudahlah, biarkan saja dia di sana. Kita tidak butuh dia. Mungkin dia akan lebih bahagia jika dia hilang dari sekolah ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
BISU
Teen FictionCerita ini mengisahkan perjalanan hidup seorang pemuda bernama Rafael Nadalsyah, yang menghadapi cobaan bisu sejak lahir. Meskipun terkekang oleh ketidakmampuannya berbicara, Rafael tetap memiliki semangat yang membara untuk mencapai impian-impian...