Bag. 17. Dirumahkan

3 1 0
                                    


Ingrit terkejut ketika dia mau nonton TV, Ameida sudah selonjoran dikursi panjang, sambil memencet mencet remote. Sudah hampir jam 09.00 siang. Masih memakai pakaian yang biasa buat tidur. Rambutnya tak tersisir, awut awutan. Raut wajahnya nampak kacau. Bukan kebiasaan dia seperti itu.

" Kamu nggak kerja...?"

" Lagi di rumahkan.... " Ujarnya, matanya tetap ke arah TV. Ingrit menarik kaki Ameida turun dari kursi panjang itu, kemudian dia duduk di depanya.

" hiiiihhh.... ganggu saja . " Ameida menaikan kakinya lagi menumpangkan di paha Ingrit. Buru buru Ingrit mendorong kaki Ameida turun lagi. Ameida mendelik. Menaikan lagi kakinya ke atas kursi, kali ini bersila. Kembali dia menatap TV. Merasa tidak di perhatikan, Ingrit mencondongkan wajahnya ke depan wajah Ameida, menggoyang kepalanya kekanan kekiri sambil menatap Ameida. Pandangan Ameida terganggu, terhalang wajah Ingrit. Mulutnya meruncing, matanya mendelik. Remote di letakan di pangkuannya, kedua tangannya meraih rambut Ingrit diatas telinganya. Menarik nariknya....

" Auuuggh.... " Ingrit menjerit, menarik tangan Ameida. Terlambat, tarikan tangan kanan Ameida membuat kepala sisi sebelah kirinya membentur sandaran kursi. Reflek tangan kanannya mencekeram paha Ameida. Kukunya yang tajam menancap di paha. Ameida memekik ... dan.......

Pletak... !!. Remote TV menggethok kepala Ingrit, kembali dia menjerit. Tangan kanannya menggosok gosok bagian kepalanya yg langsung nyut nyut.... Sementara tangan kiri masih memegang kepala yang sakit terbentur sandaran kursi. Mata Ingrit melotot, bibirnya meringis ..... mendesis. Geram .... ke dua tangan meraih rambut Ameida, menarik, mengacak-acaknya. Ameida kesal ..... balas meraih belakang lehernya menarik dan membenamkan mukanya ke pangkuannya. Ingrit menjerit njerit.... Setelah puas, Ameida melepaskannya. Mulut Ingrit menyembur nyembur, cipratan ludahnya ke sana kemari.

" Iiihh... bau banget.... !!! ".

" Rasain...! ". Umpat Ameida sambil buru buru berdiri menghindar saat telapak tangan Ingrit mengayun dengan cepat berusaha menyambar pahanya lagi, dan .... Plak..! . Telapak tangan itu bablas menampar kayu dasar kursi panjang itu....

" Waaah ... sakit ...!!!! ". Ameida tak bisa menahan tawanya lagi. Sambil memegang perutnya ia pindah duduk di kursi sampingnya. Mengangkat ke dua kaki, menekuk lututnya dan meringkuk di sana.

" Sana mandi...! Nggak kuliah kamu ? ". Sentaknya pada Ingrit.

Ingrit masih menggosok gosok telapak tangannya terasa panas..... Ia menggerutu. Mengacungkan tinjunya. " Tidak ada kuliah pagi, nanti sore...! ". Jawabnya sambil merebahkan tubuhnya di kursi panjang itu. Bibirnya mendesis, mengibas ngibaskan telapak tangannya memerah.

" Kamu belum menjawab... kenapa kamu tidak kerja hari ini..."

" Lagi di rumahkan..."

Ingrit bangun dan duduk....

" Ada masalah apa...? Pengurangan karyawan...? "

Ameida menggeleng....

" Terus ...? ".

Ameida menekan tombol off pada remote TV. Kemudian menceritakan masalahnya pada teman bahenolnya ini.

" Naaahhh...kamu kena batunya... Makanya jangan terlalu gegabah sama laki laki. Orang orang macam itu wajib di beri pelajaran. "

" Memangnya saya seperti kamu..." Ameida jadi kethus. Meringkuk kembali di kursinya. Ingrit mengamatinya. Meringkuk seperti kucing ketakutan. Ini bukan Ameida yang dia kenal. Yang selalu nampak tegas, kalau sedang diam kelihatan judes.

" Jalan yuk...? kita sudah lama gak jalan jalan bareng."

Ameida tidak bereaksi, pandangannya lurus pada layar TV. Dagunya bertumpuh pada kedua lututnya. Ingrit bangkit, menarik tangan Ameida. Prihatin melihat keadaan temannya ini, ia berusaha mengalihan pikiran Ameida ke hal lain. Saat ini bukan waktunya untuk mengorek lebih dalam masalah yang sedang membelitnya. Lebih baik ia mencoba mengalihkan kesedihannya dengannn...jalan jalan..

AchievementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang