🥀HTT - 01🥀

10 4 0
                                    

Malam telah pun tiba. Samar-samar, suara angin yang berhembus sedikit kencang menyapa permukaan kulit wajah serta tubuhnya. Bulan sabit pun mulai memancarkan sinarnya yang semakin menyilaukan mata. Seorang pria berpakaian pantai terlihat sibuk mengemas sejumlah minuman ilegal yang ia letakkan di depan meja kasirnya.

Di saat yang sama, anak matanya terbelalak memandang sekeliling kawasan pantai yang semakin banyak dikunjungi para wisatawan. Baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Para wanita yang hanya mengenakan pakaian renang atau bikini sedari tadi lewat di depan matanya silih beeganti. Pemandangan seperti ini sudah sangat familiar baginya, bahkan ini sudah seperti tontonan sehari-hari baginya.

Edgàr Syehan. seorang pria berwajah campuran Arab dan Eropa, yang kini berusia 25 tahun. Di usianya yang sekarang, Edgàr hanya bisa membuka usaha minuman skala kecil di sebuah pantai yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Uniknya lagi, kafe ini hanya di buka pada malam hari. Sebab, pengunjung yang datang ke pantai ini lebih banyak pada malam hari dibandingkan siang hari.

Lagi pula, di saat-saat seperti inilah wisatawan bisa merasakan hangatnya minuman beralkohol selain di pusat-pusat hiburan seperti Night Club, Bar dan sejenisnya.

Setelah mengatur semua minumannya. Kini Edgàr mulai menyiapkan berapa kursi dan meja untuk para pelanggan yang akan datang nanti. Saat sedang merakit kursi, tiba-tiba Edgàr melihat sesosok wanita muda yang sedang bermain di pantai bersama beberapa temannya sambil membuat kastil dari pasir. Sosok wanita itu mengingatkannya pada seseorang. Ya, seseorang yang pernah menjadi kekasihnya. Namun, kini semuanya hanya tinggal kenangan. Hubungan keduanya tidak disetujui oleh pihak keluarga kekasihnya, setelah mereka mengetahui bahwa Edgàr memiliki darah keturunan Arab. Padahal, hubungan keduanya sudah terjalin cukup lama, tinggal menunggu waktu yang tepat bagi Edgàr untuk melamar sang kekasih, Aluna.

Edgar harus merelakan kekasihnya menikah dengan pria lain. Pria yang dipilih oleh kedua orang tua Aluna. Tuan Anderson dan Nyonya Ariana. Bisa dibilang, Aluna dan suaminya memiliki kedudukkan yang sama. Sama-sama berasal dari keluarga titisan kerajaan. Jadi sangat layak untuk mereka bersama.

Edgàr menggenggam erat kain lap meja yang berada di tangannya, untuk melepaskan kekesalannya terhadap orang tua Aluna. Bahkan hingga saat ini, Edgàr masih menyimpan dendam terhadap mereka berdua. Hanya saja Edgàr tidak mempunyai kekuasaan yang lebih untuk diperbolehkan masuk ke dalam tempat tinggal Aluna.

Andai saja hal itu bisa terjadi, maka kedua orang tua Aluna akan m*ti ditanggannya saat itu juga.

Aluna dan Edgàr memiliki keyakinan yang berbeda. Mereka juga percaya pada Tuhan yang berbeda. Namun, perbedaan tidak membuat mereka tidak bisa bersatu. Edgàr rela melakukan itu semua hanya untuk Aluna, asalkan Aluna menjadi satu-satunya wanita yang dia miliki.

Egois?

Ya, pria itu egois.

Faktanya, tidak ada seorang pun yang mampu menandingi tingginya tingkat egoismenya.

Sosok wanita yang sedang asyik bermain itu ditatapnya dengan tatapan tajam. Ibarat mata elang yang ingin memangsa.

Dia melemparkan kain lap yang dia pegang ke atas meja, sambil mendesis kasar.

Edgàr menata langkahnya ke dalam sebuah bangunan kecil yang ia rancang menjadi sebuah kafe mini.

Pria itu kembali duduk dan menyandarkan dirinya pada sebuah kabinet untuk membuat kopi. Pikirannya kini kacau, atau lebih tepatnya buntu! Kenapa dia harus diingati lagi tentang Aluna? Bukankah dia sudah lama melupakan wanita itu?

Kedua tangan Edgàr memegangi kepalanya yang kesakitan, hampir di ambang meledak. Amarah yang ia pendam sejak lama kembali berkobar dan ingin meluap. Namun, Edgar berusaha mengendalikan perasaannya.

Hanya Titipan TakdirWhere stories live. Discover now