Yang lain

83 1 0
                                    

Kedua mataku menatap tak percaya akan pemandangan yang berada di depanku. Seluruh keluargaku, mati mengenaskan. Ayah tergantung di langit-langit rumah, wajahnya membiru, dengan matanya yang terbuka—melotot ke arahku. Ibu jatuh bersandar di dekat kompor dengan perutnya tertusuk pisau, mulutnya terbuka, matanya juga sama seperti ayah. Dan kakak juga dengan kepala dan badan yang terpisah, wajahnya terlihat sangat terkejut. Mereka semua di dominasi oleh warna kesukaanku.

Semuanya merah, semerah darah. 

Seluruh tubuhku bergetar melihatnya. Ketakutan, itulah yang kurasakan saat ini. Bagaimana tidak? bayangkan saja, seorang anak laki-laki berumur 9 tahun melihat kematian keluarganya—lebih tepatnya, mayat-mayat mereka.

Aku benar benar tidak percaya akan hal ini. Mengapa.. Mengapa ada orang yang tega membantai keluargaku? Tapi, jika semua anggota keluargaku sudah mati, mengapa...

..... aku masih hidup? 

Itulah pertanyaan yang sendari tadi berputar di benakku.

Perlahan, aku mengalihkan pandanganku. Menuju ke arah tubuhku. Yang kulihat adalah... merah. Sebilah cutter tergenggam di tanganku, darah segar mengalir dari cutter itu.

"AHHHHH!!" Tentu saja aku langsung melempar cutter itu ke sembarang arah. Aku sangat terkejut—benar benar tidak percaya akan hal ini.

Tak mungkin kan, aku membunuh keluargaku sendiri?

"Eng-enggak, ini gak terjadi bukan? Iya kan, ini.. hanya mimpi bukan?" jawabku sambil memegang kepalaku. Tanpa sadar, Kaki ku bergerak mundur ke belakang. Perlahan lahan, air mataku tumpah. Aku pun jatuh terduduk.

"Ayah, ibu. Maafkan aku! Kakak, tolong maafkan aku!" kataku sambil terisak.

Kau sendiri kan, yang menginginkan keluargamu mati.

Sebuah suara terdengar menggema di kepalaku. Siapa? Siapa yang berbicara denganku?. Perlahan, aku menyeka wajahku, menghapus air mata yang mengalir di wajahku. Masih terisak, aku menjawab pertanyaannya. "Apa maksudmu, aku tidak menginginkan mereka mati!"

Kau berbohong, kau sendiri yang meminta padaku. Kau membenci ayah dan ibumu karena mereka lebih memperhatikan kakakmu bukan? Kau juga membenci kakakmu karena dia lebih diperhatikan daripada dirimu, bukan?

Hah? Bohong? Siapa yang berbohong? Aku? Aku tak mungkin meminta hal seperti itu. Lagipula, apa maksudnya mengatakan seperti itu padaku? "Aku, tak pernah menginginkan siapapun mati! Memangnya siapa kamu sebenarnya, hah?" teriak ku dengan frustasi. Suara tertawa terdengar menggema memenuhi kepalaku, membuatku sakit kepala.

Hahaha... kalau kau ingin mengetahui diriku, lihatlah ke sebelah kananmu.

Lantas, aku segera melihat ke sebelah kananku. Di sampingku, sebuah cermin tua berada—cermin kesukaan ibu yang telah ternoda oleh darah. Yang terlihat di mataku hanyalah bayanganku yang tecermin disana. Tak lupa sebuah seringai menghiasi wajahnya.

Aku mengerti sekarang.

Drabble HorrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang