[1]. They

177 11 1
                                    

Setelah cekcok dengan Dosen menyebalkan itu, Amato dan Adrian menuju kantin Fakultas Manajemen Bisnis untuk mengisi perut mereka. Adrian juga bilang bahwa dia ingin mengatakan sesuatu.

Mereka duduk dimeja dekat dengan jendela. Menyantap nasi lemak mereka. Adrian meminum air nya.

"Gimana sama usaha kita?." Adrian mengecilkan volumenya.

Amato berhenti menyuapi dirinya sendiri, dia diam beberapa saat lalu menyuapkan kembali nasi itu kedalam mulutnya. "Aman. Selalu gue pantau."

Adrian mengangguk. Sudah. Dia hanya bertanya itu.

Amato berhenti menyuap nasi itu ke mulutnya, mata nya celingukan mencari seseorang yang dari semester satu sudah mencuri perhatiannya. Adrian mendengus, sudah hafal kenapa Amato seperti ini.

"Mana sih?." Amato menghela nafas kasar. Barusan, dia mencium harum parfum rasa Vanilla yang selalu dipakai Mara. Penciuman Amato memang sangat tajam, dia sangat menghafal harum dari gadis itu.

Adrian menengok kedepan, dibelakang Amato, berjarak dua meja dari meja mereka, Mara sedang duduk menyantap sandwich nya dengan tablet ditangan gadis itu. Adrian menampar pipi Amato dengan sendok perak itu lalu menunjuk-nunjuk kebelakang.

"Apaan sih! Sakit anjing." Amato bergerak menampar balas pipi Adrian dengan sendoknya juga.

Adrian sungut-sungut sendiri. "ADA MARA ITU GOBLOK!."

Oke. Tolong tenggelamkan Amato ke Palung Mariana detik ini juga. Adrian babi. Kini, atensi seluruh orang di kantin mengarah ke mereka, suara Adrian itu menggema di kantin ini.

Si pemilik nama menunjuk dada nya sendiri. "Aku?"

Amato menoleh dengan kaku kebelakang. Benar, disana ada Mara yang tengah linglung. Amato mengulas senyum kikuk. "H-hah? Oh, bukan lo kok. Almara maksudnya, sepupu gue. Hehe m-maaf."

Adrian menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dia berdiri lalu menunjuk seisi kantin. "APA-APAAN MAIN LIAT!? MAU GUE COLOK SATU-SATU MATA KALIAN!?"

Mereka bubar. Adrian dan Amato ini memang duo yang ditakutin di kampus.

Mara hanya membentuk huruf O, lalu kembali meminum es nya dan memainkan tablet nya. Amato kembali mengarah ke Adrian yang kini sudah duduk. Amato berekspresi datar.

"Anak setan. Malu banget, bajingan." Amato menunduk.

Adrian bingung. Itu apa di pipi Amato? Warna merah begitu, Adrian biasa nya melihat itu di pipi bunda nya karena make up apa sih namanya itu? Blush off? Blush bare? Blush On! Iya. Blush on.

"Lo make up To? Itu merah di pipi lo kayak bunda gue pas make up make Blush on."

Adrian tolol.

**

"Idih, anjir, sok asik banget tuh cowok ke cewek lo. Gue kalau jadi lo sih, bakal gue cincang tuh."

Amato berusaha sekuat tenaga untuk menjaga emosi nya agar stabil. Diparkiran kampus, Amato dan Adrian masih tetap diatas motor mereka masing-masing, katanya sih menemani Amato yang ngintilin Mara dulu.

Digerbang kampus sana, Mara sedang diberi coklat oleh seorang lelaki. Mara tersenyum dan mengucapkan terima kasih, Mara mengambil coklatnya. Lelaki itu salting ditempat lalu pergi dengan keadaan hati yang sudah tak aman.

Mara membolak-balik coklat itu. Amato kesal, dia berjalan cepat meninggalkan Adrian yang masih bermain game diatas motor. Adrian tak menyadari jika Amato pergi dari situ.

Amato mengeluarkan ponselnya, berusaha sok sibuk, dia dengan sengaja menabrakkan diri ke tubuh Mara hingga coklat di pegangan gadis itu jatuh dan diinjak oleh motor yang lewat. Diam-diam, Amato menyeringai puas, dalam sedetik dia merubah ekspresi nya menjadi ekspresi bersalah, dia menyimpan ponselnya dalam saku lalu mengatupkan dua tangan nya meminta maaf pada Mara yang menatap nanar kearah coklat itu.

THE MAFIA; Get YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang