[2]. Pengakuan

146 12 1
                                    

"Kaki gue pegel anjing."

Awali pembicaraan dengan kata-kata kasar. Adrian memijat betis nya. Kini, mereka berada di Mall untuk menemani Amato memilih kado untuk Mara.

Amato tak mengindahkan ocehan Adrian, dia sibuk memilih kado untuk Mara di store Dior. Amato mengambil sebuah tas selempang berwarna putih, ini akan sangat cocok dengan Mara. Amato juga mengambil parfum beraroma Vanilla. Tanpa kata Amato langsung menuju kasir untuk pembayaran, diikuti Adrian.

"Lo niat banget ya To? Cinta banget lo sama Mara." Adrian sangat kagum pada sosok Mara yang bisa mengubah seorang Amato.

Dulu, sebenarnya Amato tidak ingin berkuliah dan ingin langsung memimpin perusahaan karena merasa diri telah sangat pintar, tetapi Adrian dan Abah memaksa hingga sampai menggotong Amato ke kampus. Saat pengenalan di kampus, Amato tertarik pada Mara. Ajaibnya, karena rasa suka nya pada Mara, Amato jadi rajin menghadiri kelas dan mengerjakan tugas. Mana pula Mara satu Jurusan dan satu kelas dengan mereka berdua, Amato jadi semakin rajin. Bahkan, Amato sekarang terlihat lebih hidup aura nya. Dulu, Amato itu the real aura maghrib. 

Amato tersenyum tipis. "Gue rela ngasih nyawa gue kalau Mara yang minta."

Adrian bergidik ngeri mendengarnya. Mereka keluar dari store dengan menenteng banyak paper bag bermerk Dior. Keluar dari Mall dan pergi. Mereka membawa mobil masing-masing. Adrian berbelok kearah Mansion nya sendiri karena mendapat panggilan dari Karl. Karl mengajak Adrian untuk pergi ke Spanyol besok dan dua hari kedepan untuk urusan pribadi keluarga mereka.

Amato tidak langsung pulang. Dia bosan dirumah. Dia berencana pergi ke toko Kartu untuk membeli kartu ucapan seperti yang ia lakukan tahun kemarin. Tetapi, saat di lampu merah, Amato menangkap siluet seorang perempuan berkerudung tengah membantu seorang Nenek untuk menyebrangi jalan. Itu, Mara.

Amato menepikan mobilnya lalu keluar. Ini saat nya menjadi pahlawan kesiangan. Amato berjalan lalu mengambil alih kursi roda yang didorong Mara. Mara menoleh dengan raut kaget. "Eh? Amato, ya?"

Amato tersenyum tipis, dia mengangguk sok cool lalu mulai mendorong kursi roda Nenek itu hingga ke seberang jalan. Mara menenteng belanjaan Nenek itu. Sesampainya diseberang jalan, Amato melepaskan kursi roda itu lalu mengatur rem roda nya. Mara meletakkan belanjaan Nenek itu dipangkuan Nenek itu.

"Nek, lain kali hati-hati ya. Kalau nggak sanggup, minta bantuan ke orang-orang sekitar Nenek ya, biar Nenek nggak terluka." Suara lembut Mara menasehati Nenek itu.

Nenek itu menggenggam tangan Mara dan tersenyum. "Terima kasih Cu, terima kasih. Pergilah, terima kasih ya buat kalian." Nenek tua itu melepas rem roda nya dan menjalankan roda nya ke rumah yang berada didekat situ.

Mara berdiri, matanya masih menatap Nenek itu hingga Nenek itu sampai dirumahnya. Amato menatap Mara.

"Lo abis dari mana Ra?." Amato melirik kearah jalanan, dimana semua kendaraan mulai berkendara karena lampu yang telah hijau. Mobilnya masih disana, dipinggir jalan.

Mara menoleh lalu mengulas senyum ramah. "Aku mau ke taman jalan kaki."

Oke, kesempatan.

"Wah, gue juga mau kesana. Mau bareng?" Mara menatap jalanan yang begitu padat. Kemudian dia mengangguk membuat Amato bersorak dalam hati.

"Ayo. Mobil gue disana."  Amato ingin melangkah, tapi dia kembali berbalik kala Mara masih diam ditempat.

Mara terkekeh canggung, dia menatap ragu-ragu kearah Amato. "Em, itu, aku boleh pegang baju kamu nggak? Soalnya aku nggak bisa nyebrang jalan." Cicitnya.

AMPUN! GEMES BANGET!! Batin Amato mendongak berusaha menghalau darah keluar dari dua lubang hidung nya.

Amato kembali menatap Mara lalu terkekeh gemas. Dia mengangkat tangan nya. "Nih, boleh banget."

THE MAFIA; Get YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang