Setiap manik-manik gelang yang Haechan sematkan, ada makna tersendiri. Gelang yang ia berikan satu tahun yang lalu sebagai bentuk hadiah darinya untuk Chenle.
Di gelang itu, ada tigas belas manik-manik, menyimbolkan tiap bulan kira-kira lamanya Haechan akan tetap hidup.
Haechan didiagnosa mengidap penyakit kanker otak, kira-kira tiga bulan yang lalu, yang berarti waktunya di dunia sudah tidak banyak, sepuluh bulan lagi.
"Haechan!!!" kata terakhir yang ia dengar sebelum pandangannya memburam pekat. Ia pingsan di Café yang biasanya didatangi, membuat seluruh pegawai yang bekerja disana panik menelpon bantuan medis.
Ambulans tak lama datang, menjemput Haechan yang sudah terkapar di lantai.
Jaemin menatap Haechan yang sedang terbaring lemah dengan prihatin. Bagaimana ia harus menyampaikan informasi ini?
"J-jaemin.." Suara Haechan membuyarkan pikirannya. Tangannya mengelus tangan Haechan dengan lembut, "Iya, Haechan. Aku disini"
"A-apa yang terjadi?" ucap Haechan sambil melihat sekeliling. Jaemin menghela nafasnya, sulit rasanya, "Kau pingsan dan kejang-kejang saat mengantre tadi, Haechan."
"Oh iya, aku pingsan... Lalu, apa kata dokter?"
Sekali lagi helaan nafas Jaemin embuskan, ia memberikan sebuah berkas dengan amplop berwarna coklat, "Ini hasil CT Scan otakmu, Haechan..."
"CT Scan...A-apa artinya Jaemin, kenapa denganku?"
"Kau lihat bercak itu? itu tumor yang tumbuh di otakmu, Haechan. Sebuah Kanker." Nafasnya sedikit tercekat, tenggorokan seketika terasa kering
"Kanker?!" teriak Haechan dengan lantang.
Jaemin mengangguk, "Ya. Dan dokter memprediksi, kamu punya waktu tiga belas bulan untuk hidup. Karena kankermu terdeteksi saat sudah terlalu ganas, dokter tidak yakin kamu akan hidup bahkan sampai tiga belas bulan, Haechan."
Haechan terdiam mencoba memproses semua informasi yang baru saja dia dengar. Tubuhnya gemetar, dan dia merasakan detak jantungnya berdegup dengan kencang.
"T-tapi... ini tidak mungkin," ucap Haechan dengan suara gemetar. Dia memegangi kepalanya dengan kedua tangan, mencoba menenangkan diri yang sedang hancur.
Jaemin menatapnya sedih, tetapi dia tidak bisa menahan air mata yang mulai mengalir dari matanya. "Maafkan aku, Haechan."
Ia hanya bisa terdiam, membiarkan kenyataan yang mengerikan itu meresap ke dalam pikirannya. Dia merasa hancur, tidak percaya bahwa hidupnya telah berubah begitu drastis dalam sekejap.
Haechan merasa air matanya menetes tanpa bisa ditahan lagi. Dia meratapi nasibnya yang tidak adil sambil merangkul tubuhnya sendiri. Haechan merasa dunia di sekelilingnya berputar.
Jaemin melihat Haechan menangis, hatinya terasa hancur melihat sahabatnya seperti itu. Dia mendekat pelan dan memeluk Haechan erat, "Aku di sini, Haechan" bisik Jaemin dengan lembut sambil membiarkan temannya menangis di pundaknya.
Haechan membalas pelukan Jaemin dengan erat, merasakan kehangatan dari pelukan itu.
Setelah kurang lebih rawat inap selama tiga hari di rumah sakit, Haechan akhirnya diizinkan pulang. Ia punya banyak hal yang harus dilakukan, setidaknya setelah Tuhan memberikannya kesempatan bagi untuk hidup selama tiga belas bulan lagi-mengikut kata dokter.
Ia sedih tapi tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan, ia berjanji akan mencoba menjalani hidup seperti biasanya, sebelum mengetahui ada penyakit yang menggerogotinya setiap hari.
Tidak ada yang tahu penyakit yang diidapnya selain Jaemin, bahkan keluarganya tidak ada yang tahu.
"Untukmu," ucap Haechan sambil tersenyum. Tangannya memberikan sebuah kotak kecil yang di dalamnya ada sebuah gelang yang ia buat dengan cinta.
Yang diberikan kado hanya tersenyum, tangannya membawa kepala Haechan mendekat lalu mencium keningnya, mengesampingkan hadiah yang diberikan oleh pacarnya.
**
Chenle berlari kencang, tidak peduli dengan guyuran hujan deras yang membasahi bajunya.
'Rumah Duka Nirwana'
Ia berlari masuk ke dalam salah satu ruang yang ada di rumah duka tersebut dengan tergesa-gesa.
Chenle tersentak melihat suasana di dalamnya-ruangan itu dipenuhi dengan isak tangis keluarga dan kerabat dekat Haechan yang telah meninggal.
Dengan hati yang berat, Chenle bersimpuh di depan peti mati Haechan. Dia menundukkan kepalanya dalam-dalam, mata yang biasanya ceria kini dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam. Chenle meraih tangan Haechan yang terbaring tenang di dalam peti mati, merasakan dinginnya tubuh yang sudah tidak lagi bernyawa.
Dia terdiam sejenak, membiarkan rasa kehilangan dan kesedihan merayap di dalam dirinya. Isak tangisnya terdengar kencang, kepalanya terasa sangat pening.
Chenle terdiam sejenak, melihat betapa dalamnya kesedihan yang melanda semua orang di ruangan tersebut. Pandangannya menjadi kosong menatap lurus kearah peti mati mendiang kekasihnya.
Seseorang berjalan dari arah belakangnya, "Kau Chenle?", ucap orang tersebut sambil menepuk bahunya.
"Aku Na Jaemin. Haechan sempat meninggalkan surat ini untukmu..." tangannya memberikan secarik kertas ke Chenle yang pandangannya masih tidak bisa teralihkan dari peti mati Haechan.
Seolah tidak diterima, Jaemin meletakan surat tersebut diatas paha Chenle lalu melesat pergi.
Saat Jaemin sudah pergi, Chenle baru menyadari ada sebuah surat diatas pahanya.
Teruntuk Chenle yang paling kukasihi,
Hi Chenle!!Pada saat kamu menerima surat ini, aku sepertinya sudah tidak lagi berada di sampingmu dalam dunia ini.
Saat aku merenungkan perjalanan kita bersama, aku selalu bersyukur atas setiap momen yang kita bagikan. Dari tawa yang kita lalui bersama, hingga percakapan kita di bawah bintang-bintang malam, setiap kenangan memiliki tempat istimewa di hatiku.
Chenle sayangku, ketahuilah bahwa waktuku bersamamu telah menjadi anugerah yang tak terhingga. Saat aku memulai perjalanan baru ini, aku meminta maaf atas segala kesalahan yang mungkin telah aku buat selama ini kepadamu
Meskipun aku tidak lagi berada disampingmu, aku akan selalu bersamamu di dalam hatimu.
Chenle, pacarku yang terkasih, teruslah hidup dan nikmati setiap hari dengan semangat dan kegembiraan yang sama seperti yang selalu kamu miliki, denganku maupun tidak denganku Dan ingatlah, aku akan selalu mendukungmu dari manapun aku berada.
tertanda,
Haechan, pacarmu yang paling kau kasihi.
Setelah membaca surat itu, Chenle tidak bisa menahan air matanya lagi. Dia terisak dengan keras, membiarkan kesedihan dan kehilangan memenuhi dirinya. Dengan gemetar, Chenle memeluk surat itu erat-erat, seolah ingin merasakan kehadiran Haechan melalui setiap kata yang tertulis di kertas itu.Dalam cahaya senja yang memudar, Haechan diantar menuju peristirahatan terakhirnya. Keluarga dan kerabat dekatnya berkumpul di sekitar makam, mengucapkan doa-doa terakhir mereka untuk Haechan
Chenle, dengan mata yang masih berkaca-kaca, hanya bisa menahan tangisnya melihat peti Haechan turun semakin dalam ke tanah.
Setiap orang melemparkan bunga putih ke liang kubur, melambangkan kasih sayang dan penghormatan terakhir mereka kepada Haechan. Suara isak tangis pecah saat tanah mulai menimbun peti mati itu.
Saat bunga-bunga putih ditabur menutupi makam Haechan, Chenle merasa hatinya berat, ada rasa tidak rela bahwa kasih hidupnya meninggalkannya sendiri di dunia ini, meninggalkan Chenle, tanpa kesempatan untuk memperbaiki diri dari kesalahannya.
Selamat jalan, Haechan.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Haechan Harem
Fanfictionshorts or oneshots of Haechan Harem Warn: BxB, R13+. Warning lebih lanjut silahkan baca chapternya yaaa~ [tolong di skip yaaa kalau nggak suka, jangan di report huhu] © All Rights Reserved noougout