PROLOG

36 17 0
                                    

Petarungan yang masih sengit antara kedua Negeri, seorang pemimpin bertahan mati-matian mengorbankan semua demi tanah leluhur, Negeri nya dan mempertahankan tahta yang ia miliki sampai tumpah darah terakhir dari sang musuh bebuyutan. Seperti pertarungan 11 tahun lalu, sama persis dan pertarungan itu kembali terjadi.

"MENYERAHLAH! BERIKAN BENDA PUSAKA ITU!" Seru seorang musuh yang sedang bertarung dengan pemimpin berpakaian seperti baju peziarah jubah serba putih.

"TIDAK AKAN PERNAH!" Jawabnya sambil menangkis pedang lawannya dengan sebilah pedang tua yang ada ditangan nya, itulah benda pusaka yang sudah sudah berumur ribuan tahun, benda inilah mereka sangat inginkan hingga mengorbankan rakyat jelata serta kehilang akal sehat nya.

Suasana kembali memanas, pedang-pedang terus beradu menimbulkan suara dentingan nyaring, tembakan demi tembakan sahut menyahut terdengar sangat keras. BUM! BUM! DOR! Satu persatu prajurit mulai berguguran diantara kedua belah pihak terutama para musuh. Harga yang sangat mahal untuk mempertahankan setiap jengkal tanah demi sebuah negeri, bahkan nyawa terancam hilang, Bertahan mati-matian untuk tetap hidup berharap semua usai.

"KAU TIDAK AKAN PERNAH BISA MENGALAHKANKU, HALLARD!" Lawannya kembali berseru lantang menyebut nama sang Pemimpin, "AKULAH PENGUASA DUNIA KEGELAPAN, TUNDUK LAH KEPADAKU DAN BERIKAN BENDA PUSAKA ITU!" Sambungnya dengan nada kasar dan beringas.

Seseorang itu menghilang, seketika muncul di belakang sang pemimpin.

Pemimpin itu membalikan badan, ia tahu ini akan terjadi. Namun seperti nya itulah taktik sang musuh untuk mengecohkan perhatian darinya. Seseorang yang berjubah serba hitam itu pun menggunakan kekuatan kegelapannya untuk merampas paksa benda pusaka dari tangan pemiliknya. Seperti totokan untuk menghentikan pergerakan lawan, cukup lama efek itu menghilang.

"PAPA!" Teriakku melihat Papa terjatuh di depan mata, tanpa berpikir aku segera berlari menghampiri Papa, akan tetapi beberapa orang mencoba menghentikanku dan satu perempuan tua yang dari tadi memegang tanganku menggelengkan kepalanya menatapku dengan penuh arti, sebab akan sangat berbahaya jika anak kecil seperti aku mendekati pertarungan yang masih sengit dan memanas.

"Dengan benda pusaka ini rencanaku untuk menguasai seluruh dunia akan berhasil." Seorang berjubah hitam itu tertawa terbahak-bahak seakan meremehkan lawannya sambil menekukkan lututnya menatap ke bawah–sang lawan, "Hanya beberapa tahap lagi, dan dunia ini milikku!"

"SEMUANYA! HENTIKAN PERTARUNGAN, KITA MENANG! LIHATLAH PEMIMPIN NEGERI INI TELAH KALAH DI TANGANKU SETELAH SEKIAN TAHUN!" Serunya menghentikan semua para anak buah untuk bertempur, ia berdiri sambil mengangkat benda pusaka itu dengan salah satu tangannya. "Sudah ku katakan, kau bukan lawanku. Tidak sia-sia aku bermeditasi selama bertahun-tahun untuk mengembalikan kekuatan lamaku." Ia kembali berjongkok dan mengatakannya sambil berbisik dengan nada sombong penuh kemenangan.

Seketika ia menghilang diri berteleportasi entah kemana. Disusul oleh anak buahnya. Tapi, yang telah mati ditinggalkan begitu saja.

Lenggang, hanya suara meringis kesakitan dari beberapa petarung. Seorang laki-laki berlari ke arah pemimpin, sepertinya masih sangat muda dengan sebuah busur yang sejak tadi ia genggam. Lalu, ia segera berjongkok, meletakkan busurnya sembarangan.

"Pa!" Panggilnya, dengan cepat tangan yang dipenuhi oleh luka goresan benda tajam itu memegang pergelangan tangan sang Pemimpin dengan erat.

"Papa baik-baik saja, maaf soal benda pusaka itu dan maaf papa melibatkan kamu.." lirihnya kepada sang anak.

Remaja laki-laki itu segera menggelengkan kepalanya, "Gapapa, pa. Walaupun aku masih muda, aku akan berkorban demi Negeri ini, sama seperti papa." Sembari tersenyum, di pipi kanannya terlihat darah segar yang masih mengalir.

Semuanya menjadi kacau balau, hamparan padang rumput yang begitu luas dan hijau kini telah berubah menjadi padang rumput gersang. Disebabkan oleh tembakan senjata api dan dentuman bom, yang menjadikan padang rumput hangus terbakar. Remaja laki-laki itu berdiri bersama sang Pemimpin yang ia sebut sebagai Papa, menatap jeri, kecut dan penuh rasa kecewa. Beberapa pria yang memakai baju tempur datang ke arah mereka, membopong sang Pemimpi menuntunnya ke kubu pertahanan.

Ia berjalan ke arah prajurit dan petarung yang terluka, membantu satu persatu. Kekalahan ini bukanlah akhir dari segalanya, tetapi pelajaran untuk kita karena masih ada asa yang tinggi tuk membangun kembali Negeri ini menjadi lebih baik. Makmur, maju dan disegani meskipun tanpa sebuah benda pusaka.

Kenyataan nya mereka masih mempunyai dan memiliki harapan kepada keturunan yang kelak menjadi pemimpin mereka, ia bagaikan senjata bertuah yang mampu mengobrak abrik mengalahkan dan menghancurkan semua kesombongan sang penguasa kegelapan. Namun, sayangnya senjata itu perlu di tempa, di asah untuk menjadi senjata yang ampuh dengan magis terkuat di muka bumi bila dibandingkan benda pusaka yang sudah terampas senjata ini diatas semua barang bertuah apapun jika sudah sampai titik sempurna. Sebab dia bukan benda mati melainkan 'seseorang' yang ditubuh nya mengalir darah bangsawan, darah biru, darah para pejuang yang tidak mengenal arti kekalahan tanpa perjuangan—yang nyaris sempurna sang penakluk dari garis keturunan sang pendahulu para pemimpin dan begawan yang kelak akan menjadi seorang pemimpin sejati berbudi luhur disegani semua mahluk bahkan di dua dunia.


see you in the next part guyssss!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mencari Jejak Pusaka Yang RaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang