Matahari baru saja muncul di ufuk timur ketika Taqwa bersiap-siap untuk meninggalkan desanya. Dengan ransel di punggungnya yang berisi sedikit pakaian dan beberapa barang berharga lainnya, dia melangkah keluar dari pintu rumahnya yang terbuat dari kayu reyot.
Di halaman depan, keluarganya berkumpul untuk memberinya pamit. Wajah mereka penuh dengan campuran antara kebanggaan dan kekhawatiran. Taqwa merasa sedikit terharu melihat mereka, tapi dia juga yakin bahwa kepergiannya kali ini adalah langkah yang tepat.
"Kaka yang sehat ya disana, disini kami akan selalu mendoakanmu," kata adiknya, Ali, sambil menggenggam erat tangan Kakak perempuannya. "Jangan ragu untuk menghubungi kami jika kaka membutuhkan bantuan apa pun di kota."
Taqwa mengangguk dengan lembut, mencoba menahan air mata yang ingin berlinang dari matanya. "Terima kasih, Ali. Kaka akan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan kalian."
Dengan pelukan terakhir kepada orangtuanya dan saudara-saudaranya, Taqwa berangkat ke statiun bis dengan diantar oleh ayahnya.
STASIUN BIS
Taqwa melangkah perlahan-lahan menuju jalan setapak yang akan membawanya ke perhentian bis dengan mengenggam tangan sang ayah. Dia merasakan perasaan campur aduk di dalam dadanya: keberanian, kekhawatiran, harapan, dan ketidakpastian. Namun, di tengah-tengah semua perasaan itu, tekadnya untuk mengubah nasib keluarganya tetap teguh.
"Nak, jagalah kesehatanmu di kota orang. Bila kamu kesusahan jangan lupa telpon ayah" Nasehat Pak Muhdin kepada sang Anak.
Taqwa mengangguk sebagai jawaban atas perkataan ayahnya.
Diraihnya tangan sang anak pak muhdin menyelipkan beberapa uang kertas tangan sang anak, sambil berkata.
"ini ayah ada sedikit uang untuk perbekalan kamu diperjalanan, jangan lupa beli makan saat dijalan nanti". kata pak muhdin
"Iya ayah". kata Taqwa. sambil berpamitan ke ayahnya.
Setelah beberapa saat bis yang akan mengantar Taqwa ke kota Jogja akhirya tiba. Dia bergabung dengan beberapa orang penumpang lainnya yang juga akan menuju kota.
Perjalanan menuju kota berlangsung selama beberapa hari yang ditempuh Taqwa. Taqwa duduk di kursi bus dengan pandangan yang terpesona, memandangi pemandangan yang berubah dari perbukitan hijau hingga kota yang padat dan sibuk. Dia merasa sedikit canggung, tetapi juga bersemangat menghadapi petualangan yang baru.
Ketika bus akhirnya tiba di terminal kota, Taqwa merasa sedikit grogi. Ini adalah awal dari perjalanan barunya, dan dia tahu bahwa ada banyak hal yang perlu dia pelajari dan atasi. Namun, dengan tekad yang bulat dan impian yang besar di hatinya, dia siap menghadapi segala tantangan yang menunggunya di kota besar tersebut.
YOU ARE READING
Cinta Untuk Taqwa
Teen FictionLangit senja memerah di balik perbukitan yang menjulang di sebelah barat. Di sebuah desa kecil yang terletak di lembah yang hijau, sebuah rumah kecil terlihat seolah-olah tengah memancarkan cahaya kecil di antara gelapnya malam yang mulai menyelimut...