Sejak kecil Lintang diajarkan untuk menjadi anak yang mandiri, sebagai anak Perempuan yang hidup di keluarga dengan ekomomi menengah, Lintang harus mampu menyelesaikan semuanya sendiri. Setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah Lintang kecil selalu membantu Ibu membereskan Rumah, menyapu dan membereskan tempat tidur. Sementara saat libur sekolah atau weekend, Lintang bertugas mencuci baju dan membantu Ibu memasak di dapur. Tak hanya itu, terkadang Lintang juga harus membantu Ayah di ladang, membawa kayu bakar dengan menggunakan gerobak dan menyusunnya di dapur. Lintang juga sering membantu ayah yang sedang memperbaiki mobil truk kesayangannya, layaknya montir magang, Lintang akan duduk dan memperhatikan cara kerja ayahnya dan dengan sigap memberikan kunci-kunci yang dibutuhkan. Tentu saja pekerjaan sampingan sebagai montir ini akan Ia kerjakan setelah tugas utama sebagai anak Perempuan selesai.
"Mbak, tolong ambilkan kunci 10!" sahut ayah dari kolong mobil
"Ini, Yah!" tangan kecil lintang tampak sedang mengulurkan kunci yang di maksud Ayahnya
Kebiasaan hidup mandiri ini tidak hanya ditanamkan pada Lintang tapi, juga pada dua saudaranya yang lain. Yah, Lintang adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ketiganya mendapat tugas harian masing-masing, hanya saja soal membantu Ayah ketiganya harus ikut andil, karena Ayah ingin anak-anaknya tahu bagaimana rasanya berkerja di ladang atau lelahnya menjadi montir, tahu darimana uang yang dihasilkan, makanan yang mereka makan setiap hari. Sehingga mereka bisa saling menghargai apapun profesi orang lain, makanan yang disedikan di meja makan, serta lebih apik dalam mengatur keuangan pribadi. Ayah dan Ibu Lintang tidak ingin anak-anaknya menjadi anak yang boros apalagi sampai bergantung pada orang lain. Orang tuanya ingin anaknya menjadi sosok yang mandiri dan bisa saling menghargai satu sama lain, juga murah hati dalam membantu sesama.
Bekal kemandirian yang sudah tertanam sejak kecil ini sangat membantu Lintang hidup di perantauan. Menyiapkan sarapan pagi, membersihkan kostan sebelum meninggalkannya adalah perkerjaan sehari-hari baginya. Yah, setelah menyelesaikan sekolah menengah atas, Lintang memutuskan untuk berkuliah di Ibu Kota Provinsi yang berjarak 2,5 jam dari kampung halamannya. Keputusan ini sangat di support oleh keluarganya. Termasuk kakak Lintang yang sudah lebih dulu melanjutkan Pendidikan di Ibu Kota Provinsi. Lintang dan kakaknya pun tinggal di sebuah rumah kost yang tak jauh dari kampus, begitu juga kakak Lintang yang ikut pindah lokasi yang tak jauh dari kost adiknya, karena Ia akan bertugas untuk mengawasi, mengantar dan menjemput adiknya bolak-balik kampus. Lintang dengan senang hati menerima tawaran dari kakaknya untuk antar-jemput selama kuliah tapi, Ia menyadari kalau tawaran ini bersifat sementara. Sebab jam kuliah dirinya dan sang kakak tidak akan selalu sama. Selain itu Kakaknya juga harus mempersiapkan diri untuk menyusun skripsi. Ia tidak ingin selalu merepotkan kakaknya dan Ia juga berencana akan mengikuti beberapa kegiatan ekstra baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Tentu saja ini akan membuatnya semakin sibuk.
"Ka, Lintang mau ikut Hima ya?" ungkap Lintang meminta izin kakaknya
"Boleh aja, emang anak semester satu udah bisa gabung ke Hima, dek?" Jawab kakaknya
"Boleh kok tapi, sebagai anggota biasa, belum masuk structural gitu kak. Yah, tapi ga masalah sih, karena tujuanku kan memperbanyak teman. jadi teman ku ga hanya seangkatan atau sekelas aja" Lanjut Lintang menjelaskan keinginannya
"Oh, Iya sudah. Kalau aku sih ngga masalah ya, Kamu mau ikut kegiatan apa, yang jelas harus kegiatan positif dan kegiatan mu itu tidak mengganggu kuliah kamu"
"Aaaassssiiiikkk...." Lintang setengah berteriak merayakan kegembiraannya yang baru saja mendapat restu kakaknya
"Eh, berarti mulai besok kakak ngga perlu repot-repot jemput aku ya, soalnya aku ada rapat, kayanya sih bakal sampe menjelang fajar" sambung Lintang sambil merangkul bahu sang kakak
Kakaknya hanya menganggung sambil tersenyum melihat adiknya sudah beranjak dari remaja menuju dewasa muda. Dan Lintang paham betul bahwa kakaknya akan memberikan izin dan kebebasan untuk Lintang dapat mengeksplore apapun yang dirinya inginkan. Seperti saat Lintang masih di bangku SMA, Ia yang sangat aktif dan mendapat rekomendasi untuk bergabung menjadi pengurus OSIS dan pengurus madding sekolah. Tak hanya itu, Lintang juga sempat bergabung di Radio ternama di kota kelahirannya. Menskipun saat itu Keputusannya untuk ikut banyak kegiatan sangat di tentang oleh Ayahnya, kareng dirinya masih di bangku sekolah tapi, berkat kakak sulung dan ibunya akhirnya Ia berhasil lolos dan mendapat kepercayaan Ayahnya. Tentu saja dengan persyaratan nilai lintang tetap bagus dan Ia dapat masuk perguruan tinggi negeri. Tantangan itu di jawab tuntas oleh Lintang. Ia berhasil masuk perguruan tinggi negeri dengan jalur prestasi. Hal inilah yang membuat kakaknya percaya bahwa Lintang pasti akan bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Malam itu, saat kumpul keluarga besar di Rumah kakek, saat sedang ngobrol-ngobrol santai seputar dunia perkuliahan, Lintang yang tidak sengaja mendengar tamat tiga setengah tahun dari seorang paman akhirnya memantapkan diri dan sempat menyampaikan visi besarnya itu di depan banyak orang. "Waaah, Aku mau deh tamat tiga setengah tahun juga, kaya orang yang di certain paman!" dengan semangat Lintang mengungkapkan visinya, berharap mendapat dukungan dari keluarga besar. Jauh panggang dari api, bukannya mendapat dukungan penuh Lintang malah mendapat cemoohan.
"Ah! masa sih kamu mampu kuliah tiga tahun setengah?" tanya salah seorang pamannya
"Udah, ajalanin aja dulu kuliahmu. Kuliah sastra itu ngga mudah loh, Tang!" Sambung Bibi
Saat itu Lintang merasa sangat diremehkan Ia menatap penuh amarah setiap orang yang menertawakan dan mengolok-olok mimpinya itu, Ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk membalas cemoohan malam itu dengan selempang "Cumlaude" dan piagam penghargaan dari rektor. Dari arah belakang tiba-tiba Lintang mendengar ada yang menyahuti dan memberikan semangat kepadanya.
"Bisalah ya, Tang. Masa sih ga bisa? kan belum di coba, belum juga berusaha, masa udah menyerah!" sambil tersenyum penuh keramahan Ibu duduk di samping putrinya dan memberikan motivasi supaya putrinya tidak terdistraksi dengan ungkapan negatif yang baru saja diterimanya. Tatapan lembut Ibu dan anggukan tegas dari sang Ayah membulatkan tekat Lintang. Baginya tidak ada motivasi terbaik selain membuktikan kepada orang-orang yang telah meremehkannya dan memberikan hasil terbaik untuk kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dreamer's Dream : Rencana Besar untuk Menemukan dan Ditemukan
General FictionCerita ini adalah cerita fiksi yang di angkat dari kegelisahan seorang perempuan yang sudah menginjak usia dewasa.