Jinan dan Anin terpaksa pulang karena mendengar kondisi Sisca, bukan, Sisca bukan sakit, hanya saja gadis itu tidak mau keluar kamar karena terkena amukkan dari Christy. Gadis manis itu memilih mengurungkan dirinya di kamar, dan menelpon Jinan agar segera pulang. Jinan dan Anin awalnya menolak, tapi mendengar tangisan Sisca, mau tidak mau mereka harus pulang.
"Sisca nggak cerita ke lo ada apa? Nggak mungkin sih kembar marah tanpa adanya masalah" Anin menatap wajah samping Jinan yang fokus menyetir, tapi dapat ia lihat adiknya itu seperti menahan emosi. "Nan, ada apa?"
"Jangan ganggu gue dulu, gue mau cepet-cepet sampai rumah dan selesai masalah disana" tanpa menoleh Jinan menegur Anin, di setiap katanya sengaja ia berikan penuh tekanan.
"Gue anak tertua setelah Ci Shani, apa gue nggak boleh tau masalah keluarga gue?"
"Kak, plis. Lo bakal tau semuanya setelah sampai di rumah, sekarang lo diem, biar kita bisa ceper sampai rumah" Jinan menoleh sebentar dan mengelus lembut kepala Anin. "Gue cuma takut kita berdua sama-sama emosi, emosi kita berdua bisa bikin kita celaka di perjalanan"
Anin mengangguk dan meraih tangan Jinan yang masih di kepalanya lalu ia cium, ia selalu percaya apa pun yang sudah di rencanakan oleh adiknya.
Perjalanan dari Bandung ke Jakarta memakan waktu dua jam, seharusnya waktu itu bisa Jinan pakai untuk mengurus urusannya di Bandung yang belum selesai, tapi ia pikir urusan Sisca saat ini lebih penting. Mobil yang di kendarai oleh Jinan baru saja memasuki pekarangan rumah Bimantara.
"Pak Udin"
"Iya, Non?"
"Pak, saya minta tolong beliin es krim di supermarket depan bisa nggak? Saya tadi buru-buru soalnya"
"Oh, buat Non Sisca, ya?"
Jinan mengangguk dan mengeluarkan dompetnya, memberikan satpam kepercayaan keluarga Bimantara itu beberapa lembar uang.
"Beli secukupnya aja ya, Pak"
Pak Udin mengangguk dan berpamitan.
"Bukannya Ci Shani selalu stok es krim ya di rumah? Kenapa lo beliin lagi?"
Jinan memilih tak menjawab dan menarik tangan kakaknya untuk segera masuk, jika tidak telinganya akan pecah mendengar deretan pernyataan dari Anin.
"Mama" teriak Jinan, ia tidak melihat siapapun di rumah tengah.
"Loh, Kak Jinan?" Gracia yang baru saja keluar dari dapur di kaget kan dengan kedatangan Jinan dan Anin.
"Mana yang lain?"
Gracia mengernyitkan heran, tidak biasanya Jinan seperti ini, apa lagi sudah setahun itu pulang dan berjumpa dengannya. Jinan biasanya langsung berlari dan memeluk dirinya, mencium seluruh wajahnya mengucapkan kata 'kangen' berkali-kali.
"Mama sama Ci Shani lagi ke kantor, ada sedikit masalah" Gracia meletakkan minuman yang ia bawa ke meja, berjalan mendekati Anin dan memeluk sebentar gadis itu.
"Sisca?"
"Di kamar, Kak"
Jinan mengangguk dan langsung berjalan menaiki tangga tanpa berpamitan pada Gracia, emosinya sudah tidak bisa di tahan lagi.
"Kak Jinan kenapa?" Tanya Gracia pada Anin yang sedari tadi memilih diam.
"Aku juga nggak tau. Aku cuma tau Sisca nyuruh pulang karena si kembar marah, tapi nggak tau marah karena apa" jawab Anin berjalan ke sofa dan merebahkan dirinya disana.
Gracia paham apa yang terjadi memilih menyusul Jinan, sudah ia pastikan adiknya kena amukkan oleh Jinan.
"Jelasin apa maksud foto itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Guard's Cousin
Fanfiction"Jangan lupa siapa gue, Sis. Gue nggak pernah mandang lo siapa, lo buat salah, lo siap dapet hukuman dari gue"