Setelah kejadian tiga hari yang lalu itu, merebut kebahagiaan mereka semua. Zee yang biasanya berkumpul dengan teman-temannya memilih menyendiri di kelas. Ia memandangi pesan terakhir dari Sisca, jika ia tau akhirnya begini, ia akan melarang Sisca untuk menghubungi Jinan.
"Sendirian aja, kenapa nggak ke kantin?" Seseorang datang dan langsung duduk di bangku kosong sebelah Zee, tangannya terulur untuk menempelkan minuman dingin pada pipi Zee.
Zee tersentak dan menoleh pada orang itu, ikut tersenyum kala melihat senyum darinya. "Thank u" ia menerima minuman dingin itu, membuka dan meneguknya sampai sisa setengah.
Orang ia mengangguk dan terus memperhatikan Zee yang kembali melamun. "Ada apa hari ini? Zee sih preman sekolah nampaknya lagi galau"
"Lagi ada sedikit masalah aja" Zee kembali meneguk minumannya, tenggorokan nya terasa kering karena menahan tangisan.
"Kalau gini pasti masalahnya nggak jauh-jauh dari Sisca, iyakan?"
"Kok tau sih?" Zee terkekeh, orang yang duduk di sampingnya ini memang selalu tau apa yang ia rasakan.
"Memangnya setahun nggak cukup ya buat kenal kamu sama keluarga kamu? Aku juga kenal Sisca, tau apa yang terjadi sama sepupu kesayangan kamu itu"
"Cukup, sangat cukup. Tapi aku mohon kali ini jangan ikut campur dulu, ya? Masalah kali ini melibatkan Kak Jinan sama Kak Anin, mereka berdua belum tau hubungan kita"
"Aku nggak akan ikut campur kalau kamu nggak ngizinin aku"
"Terima kasih, Ashel" Zee memeluk Ashel, pacar yang sudah menemani nya selama satu tahun ini. Ashel sudah kenal dengan semua keluarganya, kecuali Jinan dan Anin, karena tepat Zee berpacaran dengan Ashel, kedua kakaknya itu memutuskan untuk pergi.
Zee sangat bersyukur atas kehadiran Ashel di hidupnya, Ashel banyak membantunya apa lagi urusan Sisca. Sejak Sisca bertemu dengan Ashel, gadis itu seperti menemukan kehidupannya yang dulu, bersama Ashel ia bisa melepaskan semua yang dirasakan. Sisca bercerita banyak pada Ashel, tertawa lepas dengan Ashel, dan setiap ada masalah selalu Ashel yang ia cari.
"Aku boleh ketemu sama mereka berdua? Aku mau kenalan sama mereka"
Senyuman Zee hilang dalam seketika, dadanya kembali sesak mengingat keributan yang terjadi tiga hari yang lalu.
"Sayang, kok diem? Aku nggak boleh ya ketemu sama mereka? Nggak papa kok, tapi kamu jangan marah" Ashel menggenggam erat tangan Zee, takut pacarnya ini marah dan tidak suka karena ia terlalu memaksa untuk mengenal semua keluarganya.
"Kak Jinan sama Kak Anin udah balik ke Bandung," suara Zee seperti tertahan menahan nangis, jangan lupakan Zee akan menjadi orang yang paling lemah jika bersangkut paut dengan Sisca.
"Kamu nangis? Kenapa? Masih kangen ya sama mereka?"
Zee menggeleng, "Kak Anin bawa Sisca pergi, ada masalah besar yang membuat Kak Anin ngelakuin hal itu"
Ashel tentu terkejut mendengar ucapan Zee, ia sangat tau sepengaruh apa Sisca di hidup pacarnya dan keluarga pacarnya itu. "Masalah luka Sisca yang kamu ceritain ke aku?" Tanyanya.
Zee menggeleng, "Bukan, ini beda lagi. Sisca bener-bener ngancurin keluarganya sendiri"
"Maksudnya gimana sih? Aku bener-bener nggak paham"
Zee mengambil foto yang ia simpan di dalam saku nya, foto yang menjadi keributan tiga hari yang lalu, setelah itu memberikannya pada Ashel.
"Kamu percaya kalau ini, Sisca? Kamu hidup sama dia udah lima belas tahun"
"Aku awalnya percaya, tapi waktu liat Sisca mohon-mohon untuk percaya kalau itu bukan dia, aku bakal cari tau siapa yang ngirim foto itu ke Kak Jinan"
Ashel mengelus punggung Zee, mencoba menangkan pacarnya itu. "Aku bakal bantuin kamu, Kak Vino pasti bisa cari orang itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Guard's Cousin
Fanfiction"Jangan lupa siapa gue, Sis. Gue nggak pernah mandang lo siapa, lo buat salah, lo siap dapet hukuman dari gue"