Maaf jika ada persamaan dalam, karakter, tokoh, alur, dll. Karena cerita ini murni bikinan saya sendiri dan murni imajinasi saya.
Wajib follow author dulu sebelum membaca storyzaaa
Selamat membaca semua!!!
•
•
•
•
•Dua hari setelah sadar, Arfan akhirnya diizinkan pulang oleh dokter. Kondisinya sudah benar-benar membaik, bahkan ia sudah bisa berjalan, meskipun pelan-pelan dan masih dibantu oleh uminya.
Jam menunjukkan pukul 11.00 siang. Di luar ruangan, Adnan tengah mengurus administrasi kepulangan adiknya, memastikan semua berkas rumah sakit beres sebelum mereka kembali ke rumah. Sementara itu, di dalam ruangan, umi dan Abi setia menemani Arfan yang tengah bersandar di tempat tidur, terlihat lebih segar dibanding hari-hari sebelumnya.
"Nak, untuk sementara umi belum izinkan kamu masuk kuliah dulu." ujar umi dengan lembut, tangannya mengelus punggung Arfan penuh kasih sayang.
Arfan yang sedang asyik bermain handphone hanya mengangguk tanpa menoleh, matanya masih terpaku pada layar.
Abi yang duduk di sofa memperhatikannya dengan tatapan geli.
"Sibuk banget sama handphonenya," sindirnya sambil melipat tangan di dada.
Namun, bukannya merespons, Arfan justru tersenyum-senyum sendiri. Ada sesuatu di layar handphonenya yang tampaknya membuatnya bahagia.
"Nah kan, lihat anakmu itu, mi," Abi menoleh ke arah umi, seolah meminta istrinya menegur Arfan.
Menyadari dirinya diperhatikan, Arfan buru-buru mengangkat wajah dan menyengir ke arah umi dan Abi, seolah ingin mengalihkan perhatian mereka.
"Sudah, matikan handphonenya. Sebentar lagi kakakmu selesai mengurus administrasi, jadi kita bisa langsung pulang," kata umi lembut namun tegas.
Arfan melirik sekilas ke layar ponselnya, tampak ragu-ragu, tapi akhirnya dia menurut dan mematikan handphonenya.
Tak lama kemudian, suara pintu terbuka membuat mereka menoleh. Adnan masuk ke dalam ruangan dengan membawa sebuah map yang berisi hasil rontgen dan obat-obatan untuk Arfan.
"Umi, Abi, ayo kita pulang. Adnan sudah selesai mengurus administrasinya," ujar Arfan dengan semangat, sorot matanya penuh kegembiraan. Setelah beberapa hari dirawat, akhirnya ia bisa kembali ke rumah. Rindu dengan kasur yang nyaman, suasana hangat keluarganya, dan aroma khas rumah yang selalu menenangkan.
Umi tersenyum melihat putranya yang begitu bersemangat.
"Iya, Nak, ayo kita pulang," sahutnya sambil merapikan barang-barang yang akan dibawa pulang.
"Ayoo, Kak! Gas pulang!" seru Arfan antusias, senyumnya merekah lebar.
Namun, Adnan segera menahan langkahnya.
"Tunggu dulu, Fan. Kamu naik kursi roda saja dulu, soalnya jalannya lumayan jauh," ucapnya dengan nada bijak. Ia tak ingin adiknya terlalu lelah sebelum benar-benar pulih.
Tanpa menunggu jawaban, Adnan melangkah keluar sebentar untuk mengambil kursi roda yang tersedia di depan ruangan. Saat kembali, ia mendorong kursi roda ke hadapan Arfan dan dengan gaya bercanda, ia mengarahkan tangannya ke kursi roda tersebut.
"Silakan, adikku. Duduklah dengan nyaman," katanya dengan nada dramatis seolah sedang menyambut tamu kehormatan.
Arfan tertawa kecil melihat tingkah kakaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My sweet heart [revisi]
RandomAkira, seorang gadis pemberani dari geng motor, hidup dalam kebebasan dan gemerlap jalanan. Di balik sikap kerasnya, ia adalah anak bungsu yang sangat disayangi orangtuanya-meski kasih sayang itu justru membuatnya semakin larut dalam pergaulan yang...