Prolog

31 3 7
                                    


Netra Azna menyisir barisan buku-buku yang terjajar rapi di rak perpustakaan mansionnya, mengingat kembali memori-memori lama yang telah lalu. Jari-jari salah satu tangannya yang bertumpu di rak mengetuk-ngetuk mengikuti irama yang terdengar dari headphone yang terpasang di kepalanya, mengkhawatirkan sebenarnya karena dia sedang berada di puncak tangga beroda yang biasa ada di perpustakaan.

Memang, ketika sedang bersantai seperti itu Azna terlihat sangat mudah dikalahkan, tapi tentu saja reaksi cewek itu berubah seketika bahkan ketika hembusan angin di sampingnya tiba-tiba terbelah. Dengan satu gerakan anggun sederhana, Azna mengayunkan kepalanya ke belakang, membiarkan sebuah belati perak ramping menancap ke rak buku.

Azna menghela nafas. "Arkan." Panggilnya sambil menatap kesal cowok yang berdiri tidak jauh darinya, apalagi saat melihat cowok tersebut malah tersenyum songong. "Lo mau jatuhin gua atau rusakin koleksi buku gua?"

"Ga dua-duanya sih." Jawab Arkan santai, dia memainkan sebuah ular kecil di tangannya. "Cuma lo aja yang keliatan defenseless gitu, gua kira bisa gua isengin sekali-kali." Azna berdecak kesal, dia sudah kesal sejak awal karena cowok itu menggunakan belatinya sembarangan tanpa izin dan sekarang cowok itu memperparah kekesalannya dengan memainkan ular albino beracun kesayangannya. "Jangan harap, dan balikin Ivyeth gua ke rumahnya, jangan sampe dia mati menderita gara-gara psikopat gila kek lo." Balas Azna sambil mencabut belatinya dari rak.

"Sesayang itukah lo sama uler ini-lo mau bunuh gua??" Arkan menghindar, tidak mengira kalau Azna bakal melompat begitu saja dan langsung menembakkan peluru padanya. "Kalo pelurunya nembus gua ntar lo jadi janda loh, mau?"

"Kayak lo bakal kena aja." Jawab Azna datar, masih membidik shotgunnya. "Balikin Ivyeth."

"Iya-iya, santai."

Arkan menaruh bayi ular albino itu dengan hati-hati di sebuah kotak kaca sedang berisi segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh seekor bayi ular albino. "Tuh, seneng?"

"Lumayan." Azna menyarungkan kembali shotgunnya, dia membalikkan badan saat tiba-tiba Arkan menarik kembali tangannya dan memeluknya dari belakang. "Apasih??!!" Azna menengok kebelakang, risih.

"Liat meja." Arkan menolehkan kepala Azna ke arah meja yang berada di samping rak buku, diatas sana ada sebuah buku yang terlihat tua. "Apa yang aneh dari buku diatas meja?" Azna mengernyit tak paham, sebelum dia sadar kalau tadi tidak ada buku yang jatuh selama proses perang mereka. "Baru sadar." Gerutu Arkan, dia melepaskan Azna, sebelum mengikuti Azna yang berjalan menghampiri buku diatas meja tersebut.

Buku tersebut memang sudah tua, tapi sampulnya terbuat dari kayu gaharu halus dengan lapisan emas, dan hanya ada satu kata yang terukir elok di sampulnya:

 Vazeth

"Waktu itu jalannya cepet ya." Celetuk Azna sambil mengambil buku itu dan membuaknya, Arkan menonton dari samping. "Iya, lo bukan cewek sembarangan tukang sok-sokan kuat lagi." Kata Arkan, yang dibalas dengan pukulan di bahu dari Azna. "Dan lo bukan cowok plin-plan yang cuma peduli senjata dan darah lagi." Azna tertawa teringat masa lalu. "Ngeselin, tapi bener." Gumam Arkan.

HP Azna bergetar, membuat cewek itu segera mengeluarkan benda itu dari saku, tanda notifikasi dari sebuah aplikasi berwarna keemasan disana, dan ternyata di saat bersamaan Arkan juga mendapatkan notifikasi yang sama.

"Udah waktunya, ya?" Tanya Arkan, ikut tersenyum setelah melihat senyum lebar di wajah Azna.

"Akhirnya!" Azna mengepalkan tangannya senang dan menarik tangan Arkan, menyeret cowok itu kedalam mansion. "Ayo siap-siap, kita perlu cari oleh-oleh buat orang sekampung!"

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



(Yang baca pertama tolong komen pake nama, nanti gua pake buat tulisan selanjutnya, hbs bu author sihh:))

Vazeth: Re-riseWhere stories live. Discover now