Bagian 9 - Penyangkalan Diri

638 106 10
                                    

🍁



Terlalu banyak keramaian,
di kota-kota kepalaku.
terlalu banyak kesepian tersembunyi,
tak tersentuh dan dalam kesendirianku,
aku melihatmu.



Entah berapa kali alarm itu berbunyi, saat waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, namun sang empu belum kunjung tersadar dari lelapnya. Hingga tidurnya terganggu kala mendengar suara kucing yang telah duduk di atas tubuhnya, seolah meminta babunya untuk segera bangun.

Netranya mengerjap kala nayanika menciumnya, lalu tangannya meraba nakas untuk mencari-cari keberadaan ponselnya. Dan, notifikasinya terlihat ramai dengan panggilan dan pesan dari keluarga, kolega hingga kekasihnya.

"Meong..."

Ah, ia melupakan majikannya itu.

"Kenapa? Kamu lapar, ya?" Tanyanya pada kucing berjenis ragdoll dengan bulu putih halus dan mata berwarna biru. Jemari Moeza mengusap kepala si kucing sebelum menggendong ke tempat makan.

Tetapi, saat sudah beranjak, Moeza heran melihat tempat makan kucingnya yang masih terisi penuh. Seingatnya, terakhir kali ia mengisi makanan Moel adalah kemarin pagi. Kebingungan itu sirna ketika mendengar bel apartemennya yang berbunyi.

Huft. Napasnya memberat setelah mengintip sosok yang berdiri di depan sana. Saat pintu terbuka dan Moeza tidak berkata banyak hal. Keduanya masuk, dan yang lebih muda berjalan ke arah dapur untuk mengambil minuman.

"Za, aku beneran minta maaf. Kemarin aku nggak bisa menolak permintaan Eyangku. Sumpah demi Tuhan, aku nggak maksud untuk bohongin kamu." Ucap lelaki itu dengan menggebu-gebu. Netranya menatap sendu kearah Moeza yang masih enggan memandangnya.

"Kamu percaya sama aku 'kan?"

Hening. Tidak ada jawaban dari Moeza atau pun kalimat lanjutan dari kekasihnya, Ello. Netranya hanya menatap gelas kosong di hadapannya.

"Kadang aku bingung, sebenarnya yang pacaran itu kita atau aku dan keluarga kamu, ya?" Tanya Moeza. "Aku paham keluarga kamu ingin cepat-cepat kamu menikah. Mereka ingin mencarikan pendamping yang terbaik untuk kamu. Tapi apa kamu bisa komunikasikan dulu ke aku 'kan?"

"Kalau Azhura nggak kasih tahu ke aku kalau dia melihat kamu dan keluarga kamu makan malam dengan lelaki itu. Apa kamu masih bisa jujur?"

Ello terdiam. Ini memang salahnya. Kemarin, Ello pikir keluarganya hanya ingin mengajaknya dinner. Kendati begitu, yang tertua alias Eyang Putri justru membawa cucu dari kenalannya untuk ikut makan malam. Dan, Ello sadar bahwa pertemuan tersebut bukan hanya pertemuan biasa. Melainkan ada niat terselubung dari Eyangnya.

Itulah yang membuat Moeza marah dan memilih mendistraksi pikirannya dengan alkohol.

"Ini bukan sekali dua kali kamu membohongi aku dengan alasan keluarga kamu. Mungkin sekarang aku masih terima karena kita lagi break, jadi aku maklum kalau kamu mau mencari yang lebih—"

"Za? Hey,... aku kemarin udah bicara sama Eyang untuk masalah perjodohan ini. Jujur aku menolak karena aku bilang, aku mau menikah sama kamu. Targetnya antara tahun ini atau tahun depan, dan Eyang cukup setuju. Sekarang semua tergantung kamu, kamu setuju kalau kita menikah tahun ini?"

"Kenapa kamu yakin untuk menikah sama aku?" Pertanyaan itu membuat Ello menaikkan alisnya. "Karena aku sayang sama kamu, dan aku nggak main-main sama hubungan ini." Jawabnya.

#MOERZA | Jika Kita Bertemu Kembali [MARKNO AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang