JTM : - Promise

324 39 1
                                        

Berdiam diri di sel tahanan, Gagak Ngampar termenung dengan pandangan kosong. Jiwanya seolah tidak bersamanya untuk saat ini, pergi melayang yang dirinya sendiri pun tidak tahu.

Dia sudah berada di sana sejak hilangnya Kian Santang, Surawisesa langsung memberi titah pada Adipati Sindurana untuk memasukkannya ke dalam sel tahanan.

Gagak Ngampar sama sekali tidak memberikan pemberontakan kala itu, dia hanya menerima saat dirinya di lempar ke dalam ruangan gelap ini. Karena saat itu, pikirannya hanya di penuhi oleh adiknya-- Kian Santang. Hingga dia tidak memikirkan apapun selain adiknya itu.

Adik, heh? Masih pantaskah dirinya di sebut sebagai kakaknya setelah apa yang dia lakukan pada Kian Santang? Pantaskah jika ada setitik harapan di dirinya kalau Kian Santang akan memaafkannya?

Sepertinya tidak. Dan Gagak Ngampar berharap, Kian Santang akan membalas segala tindakan buruknya lebih parah dari apa pernah dia lakukan.

"Putraku." Suara wanita tiba-tiba menggema di sel tahanan itu.

Namun tidak ada tanda-tanda Gagak Ngampar akan bergerak dari tempatnya dan menghampiri Ambet Kasih.

"Putraku Gagak Ngampar." Percobaan kedua tetap sama. Gagak Ngampar terus bergeming di tempatnya.

"Putraku!" Percobaan ketiga, membuahkan hasil. Terlihat dari kepala Gagak Ngampar yang bergerak sedikit.

Ambet Kasih memberikan tatapan hangat pada putra sulungnya, namun ada yang berbeda dari Gagak Ngampar.

"Bagai--"

"Untuk apa kau datang ke sini?" Bahkan bukan hanya berani memotong ucapannya, suara Gagak Ngampar juga terdengar dingin.

Ambet Kasih mengerutkan keningnya,
"Apa maksudmu? Tentu saja bunda ingin menjengukmu, putraku."

Kekehan sinis keluar begitu saja dari bibir Gagak Ngampar,
"Tidak perlu. Urusi saja urusanmu."

"Kenapa kau berkata seperti itu, putraku? Ibunda mengkhawatirkanmu, apa tidak boleh jika bunda ingin melihat keadaanmu disini?" Ambet Kasih tentu heran dengan perubahan tiba-tiba dari putra sulungnya. Biasanya Gagak Ngampar tak pernah bersikap sedemikian rupa terhadap dirinya. Ini adalah kali pertama Ambet Kasih menghadapi perubahan sifat anaknya yang sangat kontras.

"Berhenti mengatakan omong kosong. Aku tidak akan terbuai dalam setiap untaian perkataanmu lagi." Gagak Ngampar membalas tatapan sang ibu dengan dingin.

"Putraku, kenapa kau tiba-tiba berbicara lancang seperti itu pada bundamu sendiri?" Ambet Kasih tak tahan lagi menghadapi perbedaan dari sikap Gagak Ngampar. Dia menatap putra sulungnya itu dengan tatapan yang menajam.

"Lebih baik kau pikir sendiri jawaban atas pertanyaanmu itu, Gusti Ratu. Aku hanya bersikap sesuai dengan keinginan nuraniku. Dan satu hal lagi dan harus kau ingat ini baik-baik, kata 'Bunda' bagiku telah menjadi pantangan bagiku. Jangan pernah lagi kau berharap kata itu akan keluar dari bibirku sebelum kau menyadari kesalahanmu." Tak merasakan goyah, Gagak Ngampar menjawab pertanyaan Ambet Kasih dengan tegas.

"Aku sudah muak kau jadikan senjata untuk kepentinganmu sendiri. Dan bodohnya, aku menuruti semua perintahmu tanpa berpikir lagi. Menganggap semua perkataanmu untuk kebaikanku, padahal sebenarnya itu semua demi ambisimu yang menginginkan tahta Pajajaran jatuh ke tanganku agar bisa kau kendalikan sesuai keinginanmu."

Gagak Ngampar menunjuk tepat pada wajah Ambet Kasih, tak lagi memikirkan bagaimana caranya menghormati sosok ibu yang telah melahirkannya ke dunia ini. Amarah telah membelenggu di dalam diri Gagak Ngampar, hingga dirinya tak bisa berpikir hal lain selain meluapkan emosinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Just Trust MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang