Waktu berlalu dengan cepat tanpa ada siapapun yang menyadari, sudah 6 hari setelah Kian Santang pergi untuk melaksanakan janjinya. Dan selama itu pula, seluruh keluarga istana terutama Subang Larang serta anak-anaknya di landa kegelisahan.
Terkecuali Ambet Kasih yang terlihat biasa-biasa saja. Tidak ada gurat kecemasan di wajahnya, mengetahui bahwa putra dari adiknya belum juga kembali.
Justru dia menanti kabar jika Kian Santang gagal menemukan pelaku yang sebenarnya. Dengan begitu, Kian Santang pasti akan menepati janjinya kepada putranya Gagak Ngampar.
Selain itu, penghalang untuk menjadikan putranya sebagai Raja di kerajaan Pajajaran berkurang satu. Dan Ambet Kasih akan memanfaatkan hal ini untuk kepentingannya sendiri.
..........
Esok harinya, kabar tentang kembalinya Kian Santang membuat seluruh keturunan Siliwangi keluar. Di dalam hati masing-masing, ada harapan jika Kian Santang kembali dengan membawa sang pelaku pembunuhan Ratna Wulan.
Semuanya lantas berhenti di halaman depan istana, namun saat melihat tidak ada siapapun yang datang bersamanya. Membuat perasaan mereka menjadi tak tenang.
Ekspresi Kian Santang yang terlihat sendu juga mendukung semuanya. Dan mereka berharap, kalimat yang akan di katakan oleh putra bungsu Subang Larang itu tak seperti mereka duga.
"Putraku." Kian Santang menatap Subang Larang dengan senyum tipis.
Gagak Ngampar maju mendekati Kian Santang yang hanya berdiri di tempatnya, perasaannya juga sama seperti yang lain. Tak tenang dan takut. Namun tertutupi oleh wajah sombongnya.
"Dimana orang yang menjadi penyebab kematian adikku Ratna Wulan? Bukankah kau berhasil menangkapnya? Lantas, dimana dia?" Gagak Ngampar bertanya dengan nada angkuh. Berbanding terbalik dengan hatinya yang sedikit bergetar.
"Tolong, Rayi. Jangan membuatku takut dengan tatapanmu yang seperti itu. Katakan padaku, jika kau berhasil membawa pelaku itu." Gagak Ngampar berucap dalam hatinya.
Kian Santang menatap lekat kakak pertamanya. Dan itu membuat Gagak Ngampar semakin gelisah, "Kau bisa mengambil nyawaku sekarang."
Ucapannya mampu membuat seluruh saudara-saudarinya terutama Gagak Ngampar tersentak.
"Apa maksudmu, Raka?" Surawisesa berharap, Kian Santang tidak bersungguh-sungguh mengatakan itu. Karena Surawisesa tidak akan pernah rela, sesuatu hal yang buruk menimpa kakak berhati malaikatnya itu.
"Mohon maaf, Rayi Prabu. Aku tidak berhasil menemukan pelaku itu. Saat di perjalanan, aku terus mendapat rintangan yang selalu menghambat tujuanku. Sampai-sampai aku gagal menepati janjiku pada Raden Gagak Ngampar." Kian Santang menyatukan kedua tangannya hormat sambil menunduk dalam.
Tanpa ada yang tau bahwa sebenarnya ini sengaja dia lakukan. Kian Santang bukannya tidak bisa mengusut kasus ini hingga tuntas, tapi putra bungsu Subang Larang itu sengaja tidak melakukan pencarian lebih dalam lagi dan sengaja membuang waktu dengan kegiatan lain. Perasaannya mengatakan jika dia harus mengatakan ini, entah apa yang menunggunya di hari-hari kedepannya.
"Oleh sebab itu, sesuai dengan janjiku 7 hari yang lalu, aku akan menyerahkan nyawaku pada Raden Gagak Ngampar. Dalam artian, sebagai pengganti Yundaku Rara Santang. Tapi bukan berarti, aku menganggap Raden Gagak Ngampar sebagai pencabut nyawaku. Karena hidup dan matiku hanya ada di tangan Allah SWT. Dan jika Allah SWT berkehendak, aku tidak akan mati begitu saja."
Mata Gagak Ngampar tiba-tiba saja terasa bergetar mendengarnya ucapan Kian Santang.
"Sekarang, lakukanlah. Apapun yang ada di benakmu, berikan itu padaku. Karena kau telah menepati janjimu untuk tidak melukai Yundaku Rara Santang, maka aku sangat berterimakasih kepadamu." Kian Santang tak merasa ragu saat mengatakannya. Maniknya terfokus dengan serius, menanti tindakan selanjutnya yang akan di lakukan oleh Gagak Ngampar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Just Trust Me
RastgeleKepercayaan itu di butuhkan. Jika dalam hubungan tidak adanya kepercayaan maka percayalah, jalinan yang di bangun selama ini akan melebur terhembus oleh angin.