Ponsel berlogo apel itu berbunyi.
Civa terbangun dan mengambil ponselnya diatas nakas.
Nama Ovi tertera di layar itu.
"Apa? Gue masih ngantuk," ucap Civa malas. Semalaman ia tidak bisa tidur, karena menunggu kabar dari pesan Dimas. Cowok yang ia amanahkan untuk mengabari kekasihnya yang masih koma di rumah sakit.
[Ke kafe sekarang. Ada sesuatu yang pingin gue omongin ke Lo, penting]
Civa mengakhiri panggilan itu. Menarik napas dalam-dalam, hari Minggu ia malas beraktivitas keluar.
Dengan langkah gontainya, Civa ke kamar mandi, membersihkan diri.
Setelah selesai dan memakai atasan kaos abu-abu polos dan celana jeans. Civa tidak mau tampil ribet kecuali ke acara, ia akan tampil maksimal.
Civa menuju ke garasi mobil. Sekarang tidak ada yang melarangnya kebut-kebutan di jalan. Kedua orang tuanya dinas keluar kota. Ia malas ikut mereka, lebih baik di Jakarta menunggu seseorang yang ia nantikan.
Civa Ayunda, gadis yang di adopsi dari panti asuhan oleh keluarga kaya. Ia di pilihkan sekolah yang terkenal dan berkualitas. Jika uang bulanannya habis, ia mudah meminta ke Rendra, Papanya untuk mentransfer uang lagi ke rekeningnya.
Perjalanan menuju ke kafe hanya butuh waktu 10 menit. Civa tak bisa mengebut karena jalanan sedang macet. Ia sedikit terlambat saat tiba di kafe.
Mata Civa mencari Ovi dari orang-orang yang duduk di sekeliling keramaian itu.
Sampai mata Civa tak sengaja bertemu dengan sosok yang ia kenali.
'Hah? Zayden? Dia udah sadar? Sejak kapan?' dalam hati Civa bertanya keheranan. Terutama Zayden duduk berhadapan dengan gadis lain.
Tangan Zayden menyingkirkan sisa krim stroberi di sudut bibir Melisa.
"Sampai cemong begini," Zayden tersenyum. Saat mengelap bibir Melisa, tangannya di genggam oleh gadis itu.
Melisa terkekeh. "Sengaja, biar kamu lap bibirku. Kayak yang di drakor-drakor," guraunya senang. 'Gue gak nyangka banget Zayden bisa balik lagi kayak gini. Gue kangen banget sama lo, Zay,' batin Melisa.
"Kata dokter, kamu itu salah satu penyembuhku dari amnesia. Tolong bantu aku ya?"
'Ck, tapi Zay masih sama. Susah banget manggil sayang. Tapi, bolehlah ngebucin lagi sama mantan. Lagipula, Zay anggap gue sebagai pacarnya,' Melisa memaksakan senyumannya, ia mengangguk. Keuntungan Zayden amnesia, cowok itu tidak akan ingat jika sudah putus dengannya setahun yang lalu hanya karena pindah ke Jakarta. Zayden tidak mau LDR dan lebih fokus ke sekolahnya.
"Civa!" Ovi sedikit mengeraskan suaranya memanggil Civa yang masih berdiri mematung tak berkedip. Ia tau kemana arah penglihatan Civa, Zayden dan mantan masa lalunya.
Civa terkejut, ia mencari sumber suara, Ovi menyapanya melambaikan tangan.
Civa melihat meja dimana Ovi duduk, ada hamburger dan minuman yang masih utuh. Itu pasti untuk dirinya dan Ovi yang memesan.
Sebenarnya Civa ingin pulang saja, ia tau siapa gadis itu. Zayden pernah menghapus foto-foto Melisa setelah jadian pertama kali dengannya. Zayden tidak mau ia cemburu dan berpikir negatif jika cinta Zayden itu main-main.
"Gak perlu ngomong sesuatu yang mau Lo sampaikan ke gue," Civa meminum soda hingga habis.
"Dengerin gue dulu-"
"Gak usah, Vi! Gue udah tau. Gak perlu Lo jelasin," amarah Civa tersulut. "Mata gue udah liat. Pacar gue ngedate sama cewek lain. Gue udah nunggu 2 bulan lamanya," jedak sejenak. "Zayden emang koma. Tapi Dimas bilang, sabar aja, va, tunggu dia sadar. Rajin-rajin doa sama Tuhan. Dan ini jawabannya," Civa terkekeh miris, air matanya menetes membasahi pipinya.
"Rey! Cowok obsesi yang gila sama lo. Dia pindah ke sekolah kita. Dan besok dia jadi anggota sekelas kita," Ovi mengucapkannya tegas, dan kepindahan 2 orang baru di SMA ATLANTIS. Rey dan Melisa.
Civa diam. Sekarang, ada masalah yang siap menantinya. Di tambah Rey, cowok yang selalu ia hindari. Rey mempunyai 2 kepribadian. Diluar memang Rey normal, tapi saat hanya bersama Rey, cowok itu sedikit menyeramkan.
"Ngomong lo, ngaco. Rey gak mungkin pindah. Dia jauh ada di Bogor. Dan Rey gak punya uang buat pindah kesini," Civa yakin terakhir kali ia bertemu cowok itu, Rey di timpa musibah perusahaannya bangkrut, di tambah rumah Rey mengalami perampokan yang berhasil membawa semua barang-barang berharga termasuk uang.
"Kalau omongan gue ngaco, liat aja besok. Rey emang pindah kesini. Jangan lupa, Rey juga temen Zayden," yang terpenting Ovi sudah memberitahu hal ini ke Civa.
"Gue juga dari awal ke kafe ini, terus Zayden datang sama Melisa. Gue sapa Zayden, cowok Lo cuma noleh dan gak bales sapaan gue. Entah, dia beneran amnesia atau pura-pura doang," Ovi melihat Zayden yang mengobrol asik dengan Melisa. Mereka sangat akrab dan dekat.
"Dimas pembohong. Tega banget nyembunyiin Zayden yang udah sadar dari gue," bagaikan di tusuk ribuan belati, hati Civa benar-benar hancur. Zayden, kekasih yang sangat ia cintai. Bahkan, Zayden berjanji setelah lulus nanti segera melamarnya.
"Lo percaya ke Dimas? Tuh cowok gak bakalan jujur banget ke lo."
Ovi menghela napas jengah. "Lupain Zayden. Masih banyak cowok lain."
Civa menatap Ovi sinis. "Lo pikir lupain orang yang di sayang gampang? Gimana nanti perasaan Mama dan Papa gue?"
Hubungan Civa dan Zayden sudah di ketahui oleh pihak keluarga mereka masing-masing. Dan mereka merestui hubungan itu.
'Dan bukan itu aja. Cuma Zayden yang bisa bantu gue masuk ke kampusnya,' lanjut Civa dalam hati. Civa juga ada harapan ingin berkuliah setelah lulus SMA. Keluarga Zayden memiliki kampus negeri ternama di Indonesia. Zayden pernah berjanji membantunya masuk kesana sampai lolos seleksi. Meskipun membantu dengan cara berusaha, tapi ia lebih menyukai itu karena kedekatannya semakin lengket dengan Zayden.
Rey memang teman Zayden, tapi Zayden yang selalu posesif dan tidak pernah membiarkan Civa pergi sendirian. Civa hanya bercerita jika masa lalunya dengan seorang cowok tanpa menyebutkan namanya. Civa tidak ingin merusak pertemanan Zayden dengan Rey. Terpaksa Civa menutupi itu.
"Biar gue yang sapa Zayden," Civa berdiri, ia berjalan menuju Zayden. Kakinya gemetar sedikit, ia takut perkataan Ovi benar, Zayden amnesia.
"Va! Percuma! Zayden itu amnesia! Dia gak bakalan inget sama lo!" Teriak Ovi tapi tidak di pedulikan Civa. Gadis itu tetap mendekati Zayden.
Sekarang, Civa berdiri di samping Zayden. Melisa menatapnya sengit.
"Ngapain Lo kesini?" Seolah paham kehadiran Civa, Melisa tau pasti gadis itu ingin mengingatkan Zayden.
"Halo, Zayku. Apa kabar?" Sapa Civa dengan suara serak, cukup berat memanggil sebutan kesayangan itu.
Zayden melirik ke samping. "Jangan cari gue lagi, cewek matre," tekan Zayden tegas, di akhiri ucapan pedas, menekankan kata matre seakan Civa hanya mengincar uangnya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE! REMEMBER ME!
Teen FictionCiva mempunyai kekasih bernama Zayden. Namun, kondisinya sedang koma di rumah sakit. Beberapa hari selama menunggu kabar Zayden, Civa bertemu Zayden di kafe. Tapi, dengan cewek lain. Civa cemburu dan menegur Zayden tapi betapa terkejutnya Zayden amn...