31 Desember 2014
Tari masih terbungkus selimut tidur di atas sofa ruang tengahnya. Laptop terbuka berdampingan dengan 2 cangkir kopi di atas meja di hadapannya. Sisa-sisa keripik kentang semalam ada di sekitar tubuhnya. Kertas-kertas yang sudah tak berbentuk lagi bertebaran di bawah sofa. Ponselnya yang sudah berpuluh-puluh kali berdering tidak didengarnya sama sekali. Atau mungkin ia tidak berniat menghiraukannya sama sekali. Ia semakin menenggelamkan tubuhnya ke balik selimut begitu mendengar ponselnya berdering kembali. Setelah sunyi sesaat, terdengar gedoran keras di pintu depan apartemennya. Tersentak kaget, ia menegakkan tubuh dan menyingkirkan selimutnya. Ia bangkit berdiri dengan rambut acak-acakan dan mata setengah terpejam berjalan menuju pintu depan. Tiba-tiba saja matanya yang setengah terbuka terpejam kembali ia mersakan semprotan air di kedua matanya lalu di seluruh wajahnya. Refleks, ia mengumpat dan melindungi wajahnya dengan kedua tangannya sambil menendang-nendang mencari siapa orang yang berani memperlakukannya seperti ini. Terdengar tawa keras, segera saja ia mengetahui siapa orang itu.
"Astaga, Damar! Hentikan bodoh!" teriaknya. Setelah dirasa tidak ada semprotan air lagi Tari membuka matanya. Ia menghapus sisa-sisa air di wajahnya sambil melotot tajam kepada Damar yang hanya terkekeh-kekeh puas dengan memutar-mutarkan pistol air mainan besar di tangannya. "Wah, si putri tidur sudah bangun rupanya." sapanya dengan cengiran hangat. Ingin sekali Tari menonjok wajah itu, tetapi niatnya diurungkan setelah tubuhnya ditarik oleh Damar ke dalam pelukan hangatnya. Tari tidak membalas pelukan itu, ia masih sebal diperlakukan seperti tadi. Mendapat reaksi seperti itu, Damar melepaskan pelukannya dan Tari buru-buru masuk kembali ke dalam apartemennya sebelum Damar mengoceh panjang lebar. Tetapi Damar hanya tersenyum dan mengikuti Tari dari belakang.
Tari berniat melanjutkan tidurnya lagi, tetapi selimutnya sudah lebih dulu ditarik paksa oleh Damar. "Jangan tidur lagi pemalas." Damar memandangi ruangan itu sekilas, terheran-heran mendapati ruangan Tari yang kacau. "Kembalikan selimutku, bodoh!" Tari berusaha menarik paksa selimutnya kembali tetapi sia-sia. Ia kalah kuat oleh Damar. "Kau begadang lagi." ucap Damar datar. "Bukan urusanmu! Lagipula mau apa sih kau kemari pagi buta begini? Aku sedang tidak ingin menerima tamu. Apalagi diceramahi oleh tamu. Aku ingin tidur. Jadi sebaiknya kau pulang saja." usir Tari. Damar hanya duduk santai di sebelah Tari sambil memunguti bungkusan-bungkusan snack di bawahnya lalu menaruhnya ke atas meja. "Jorok." gumamnya pelan. Tari yang mendengar itu hanya memutar bola matanya malas.
"Bisa tidak kau dengan cepat menyelesaikan urusanmu disini? Atau kau memang berniat membersihkan apartemenku? Kalau begitu aku ke kamar saja, biar kau lebih leluasa membersihkannya." Tari beranjak dari sofa tetapi tangannya ditahan oleh Damar. Mungkin jika Damar tidak memperlakukannya seperti tadi di depan, Tari tidak seketus ini terhadapnya.
"Hei." tahan Damar. "Aku minta maaf, okey? Aku tadinya berniat menggodamu sekaligus membangunkanmu." katanya acuh seraya mengangkat kedua bahunya. Tari menatap Damar tajam lalu berkata datar, "Menggoda katamu? Oh lucu sekali. Di pagi buta seperti ini kau menyemprotkan air dari pistol mainan sialan milikmu ke mataku. Kau kan tahu aku tidak suka sekali diganggu ketika tidur ! Dan kalau kau ingin tahu juga, ya aku begadang semalam. Jadi selamat leluconmu lucu sekali, bung." Tari menyentakkan tangan Damar dan berniat melanjutkan langkahnya menuju kamar sebelum ditahan oleh Damar lagi. "Sayang, kalau aku boleh memberitahumu sekarang sudah pukul 2 siang. Lagi pula siapa suruh kau begadang? Itu artinya, kau tidak menepati janjimu untuk mengatur ulang aktivitasmu. Jadi, yah aku harus mengantar jemputmu ke kampus setelah aku pulang lagi ke negara ini." Tari membeku di tempatnya. Perlahan ia membalikkan tubuhnya menghadap ke Damar ingin melontarkan pertanyaan tapi kemudian mengatupkan mulutnya lagu. Mendapati reaksi Tari seperti itu, Damar hanya menyeringai puas. Lalu melanjutkan kata-katanya "Dan sebenarnya aku kemari ingin mengajakmu jalan-jalan sekalian izin pamit. Tapi, yah kau tidak peduli kan? Baiklah kalau begitu aku sudah memberitahumu tadi bahwa aku akan meninggalkan negara ini. Kalau begitu aku pergi dulu." Damar bangkit dengan melemparkan senyum hangatnya kepada Tari. Lalu ia berbalik hendak menuju pintu depan.
Tetapi suara Tari yang berbisik pelan menahannya di tempat. Seketika itu juga ia tersenyum tanpa membalikkan badannya. "Apa..? Pergi? Pergi apa maksudmu? Damar er yeah aku sudah bangun sepenuhnya sekarang, jadi kau tidak perlu mengejutkanku lagi." Damar membalikkan badannya, masih tersenyum. "Kali ini aku sama sekali tidak bercanda." ia berbicara sambil melangkahkan kakinya menuju Tari, ia tahu Tari tidak bisa bergerak kemanapun saat ini, jadi ia yang menghampirinya. "Ya, aku akan mengurus beberapa hal di Inggris." setelah sudah dihadapan Tari, ia menggenggam tangan mungil gadisnya. Lalu dikecupnya perlahan. "Inggris? Kau akan kembali ke Inggris? Tidak, er.. maksudku mengapa kau baru memberitahuku?" tanya Tari dengan suara purau, matanya berkaca-kaca, ia berusaha menahannya sekuat ia bisa. Perih sekali. Mendengar suara Tari seperti itu, Damar segera mengangkat wajahnya menatap mata Tari dalam. "Tari, dengar. Aku berjanji padamu aku akan menyeleasaikan masalahku dengan cepat dan langsung pulang begitu aku selesai. Aku baru dihubungi Ryan tadi pagi, dan aku sudah berusaha menghubungimu. Yah, kau tidak biasanya sulit dihubungi ketika pagi kecuali kau masih tidur pulas. Jadi aku memutuskan datang kemari memberitahu langsung. Hei, tidak perlu menangis dasar cengeng." Damar langsung menarik Tari ke dalam pelukannya, mengusap-usap punggungnya menenangkan. "Aku.. tidak...menangis.." sangkal Tari dengan suara terputus-putus tapi air matanya semakin deras. Ia semakin menenggelamkan wajahnya. Damar tertawa pelan lalu mengecup puncak kepala Tari. Setelah itu, ia melepaskan pelukannya, "Nah, sudah selesai acara tangis-menangisnya. Ayo kita jalan-jalan sebentar. Aku ada penerbangan malam pukul 8 nanti. Sana mandi, kau bau tahu." Damar mendorong pelan gadisnya itu. Tari hanya tertawa lalu mengusap-usap matanya yang sudah sedikit membengkak. Ia meninggalkan Damar yang sekarang mulai membersihkan ruang tengah Tari yang kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
The days with you
RomanceKenangan mereka tertulis disini, seorang pria yang begitu mencintai gadis berdarah Eropa yang tinggal di Indonesia. Begitu pula dengan sang gadis. Tetapi siapakah sebenarnya pria beraksen England itu?