PART 8

24.5K 72 3
                                    

"Loh, ya nggak bisa to Mas Anton kalo tiba-tiba dibatalin seperti ini, nanti apa kata Pak Herman? Dia udah ikut proses tender loh Mas." Ucap Surapto dengan mimik muka serius, Anton yang duduk di depannya bersikap tenang.

"Tolong dibikin bisa Pak, ini tugas langsung dari Bupati." Kata Anton.

"Duh, Saya jadi serba salah, dituruti nanti Saya kena amuk Pak Herman, nggak dituruti nanti Bupati Rauf yang ngamuk. Pusing Saya Mas." Surapto menyenderkan badan kurusnya pada punggung kursi, pria 48 tahun yang berprofesi sebagai kepala PU kabupaten ini menghela nafas panjang seperti ingin melepaskan beban berat.

"Pak Surapto tidak perlu khawatir, ini hanya permintaan kecil dari Bupati, lagipula tidak semua proyek yang dibatalkan, hanya beberapa saja." Anton mencoba kembali meyakinkan Surapto agar mau menuruti perintahnya.

"Bukan begitu Mas, tapi ini nanti urusannya dengan hukum, Saya takut kalo gara-gara ini Saya bisa masuk penjara. Membatalkan kontrak secara sepihak tentu bukan opsi terbaik saat ini." Dahi Surapto terlihat mengkerut, seperti sedang memikirkan jalan keluar tanpa harus menyusahkan dirinya sendiri.

"Bapak tidak perlu mengkhawatirkan masalah itu, tenang saja, semua sudah diurus oleh Bupati, lagipula ini hanya untuk menekan Pak Herman saja. Jadi, nanti kalau Pak Herman setuju atas permintaan Bupati, semua proyeknya akan kembali berjalan normal. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Surapto kembali menghela nafas panjang, tampaknya dia tidak menemukan opsi lain selain menuruti perintah Anton.

"Baiklah jika begitu Mas, ini beberapa berkas kontrak yang Mas Anton minta." Surapto kemudian menyerahkan beberapa map berkas kepada Anton.

"Terima kasih Pak, Bupati Rauf tidak akan melupakan jasa Bapak, tenang saja. Ini sedikit ucapan terima kasih dari Bupati." Anton menyerahkan segepok uang ratusan ribu rupiah kepada Surapto, pria tua itu segera memasukkan uang tersebut ke dalam laci meja kerjanya.

"Mas, tapi ingat, Saya tidak mau karena ini karier Saya jadi terancam apalagi sampai berurusan dengan Polisi." Kata Surapto kembali, meskipun sudah menerima imbalan yang tidak sedikit, pria tua itu terlihat masih belum tenang.

"Beres Pak, tenang saja." Anton menepuk-nepuk pundak Surapto sebelum berpamitan pada kepala PU Kabupaten tersebut.

***

KARIN POV

Sumpah Aku benar-benar sebel setelah melihat Papa memeluk Mama barusan, bagaimana mungkin setelah sebelumnya Papa mencumbu bibirku tapi sekarang malah memeluk tubuh Mama dengan sangat mesra, seperti tanpa beban.

"Brengsek!" Umpatku sambil melempar boneka doraemon kesayanganku ke arah tembok kamar.

TOK...

TOK..

TOK..

"Siapa ?" Tanyaku sedikit berteriak.

"Papa, Karin, buka pintunya sebentar ya." Jantungku seperti berhenti berdetak untuk sesaat saat mendengar suara Papa dari balik pintu kamarku. Aku menunggu beberapa saat, meyakinkan kembali diriku untuk mau membuka pintu kamar dan menemui Papa.

"Karin, buka sebentar, Papa ingin bicara." Suara Papa kembali terdengar, meskipun Aku masih begitu sebal dengannya tapi entah kenapa tubuhku berangsur beranjak dari ranjang dan membuka pintu kamar.

"Papa mau bicara sebentar, boleh?" Kata Papa saat pintu kamarku terbuka, wajahnya yang tegas namun kalem seperti meluluhkan rasa benciku terhadapnya, padahal baru beberapa saat lalu Aku mengutukinya. 

Aku membuka pintu kamar lebih lebar, memberi ruang pada Papa untuk masuk ke dalam kamarku, setelah Papa duduk di kursi meja belajarku Aku menutup pintu kamar dan duduk di atas ranjang.

CINTA TERLARANG (PAPA HERMAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang