Bab 2

13 1 0
                                    

Katanya menjadi sibuk adalah sebuah tanda kehormatan.

Jika tidak sibuk, ada dua kemungkinan. Pertama kamu bukan orang penting, kedua kamu tidak bekerja keras.

Kesibukan menjadikanku terlihat 'normal' seperti manusia-manusia lainnya.

Mengenakan jaket bernama 'tanggung jawab' sehingga memiliki alasan untuk bisa bertahan di dunia yang tidak pernah mau melambat untukku.

Tak lupa, setiap hari memasang topeng 'wajah manusia selalu semangat', dengan begitu orang-orang mau menerima diriku.

Sebab, orang-orang menyukai sosok yang selalu maju dan memancarkan aura positif, bukan?

------------------------------------------------------------------------------------------------

Langit pagi berwarna kelabu. Sinar matahari redup terhalang oleh awan, membuat udara pagi yang seharusnya sejuk dan segar menjadi panas. Namun Saki tidak merasa gerah, angin dari kecepatan motor yang dibawanya meniup dingin jaket dan tubuh di dalamnya.

Motor berjalan mengikuti perubahan arah gerak dari sang pengemudi. Wajahnya fokus memandang ke depan, namun bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri, berusaha menangkap gerak-gerik orang yang dilihatnya seakan tidak ingin melewatkan sedikitpun informasi baru.

Tertangkap oleh matanya, Seorang pria paruh baya terlihat kikuk dan berpakaian lusuh sedang berdiri dipinggir, menunggu kesempatan untuk menyebrang jalan, namun para pengendara tidak memberikan kesempatan itu.

kumpulan siswa berseragam putih merah sedang berlari di trotoar dengan tas ransel gemuk yang dipunggung mereka. Napas mereka nampak sesak dan wajah mereka memerah seperti tomat matang. Namun mereka tidak bisa pula melambatkan kecepatannya sampai berhasil melewati gerbang sekolah. Melihat para siswa berlari terengah-engah, Saki melontarkan kalimat semangat dengan suara pelan dan sedikit menahan tawa. "Semangat dik".

Memori masa putih abunya tiba-tiba muncul dalam kepalanya. Ia teringat momen ketika hampir telat masuk gerbang sekolah, dimana saat itu, satpam penjaga gerbang sekolah selalu meneriaki siswa dari kejauhan. Saki teringat kembali emosinya saat itu. Emosi takut dihukum, namun senang karena diteriaki Pak Satpam. Baginya diteriaki adalah disemangati.

"Andai saja ada yang menyemangatiku juga, seperti masa-masa itu.", bisiknya dengan lirih. Raut wajahnya seketika menjadi pasrah mengingat keadaannya saat ini dirasa lebih menyedihkan daripada para siswa yang berlari setengah mati itu.

Kecepatan motor dikurangi, lampu sein kanan motor mengeluarkan cahaya berkedip-kedip, Saki memberi sinyal akan menyebrang belok ke kanan. Lajur kanan terlihat masih ramai kendaraan. Satu persatu kendaraan melewatinya dengan laju kencang. Lajur kanan pun kosong, dengan percaya Saki menyebrang, kemudian memarkirkan motornya bersebelahan dengan motor-motor lainnya.

Langkah Saki terhenti di sebuah pintu kaca, sepatunya hampir menginjak karpet bertulisan 'Welcome'. "Sampai juga di sini.", ucap Saki. Ia menarik napas dalam-dalam dan membuka pintu tersebut dengan perasaan yang berat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Saki & Waktu yang TerhentiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang