Usiaku 24 tahun. Dengan pengalaman, hidup sampai sekarang. Tidak ada yang istimewa ketika usia yang aku bayangkan saat masih duduk di bangku sekolah, akan jadi sesepi ini. Perjalanan yang begitu panjang tapi juga singkat. Banyak pelajaran yang bisa diambil, dan tetap tidak ada satu pelajaran pun yang aku terapkan. Duduk di atas kursi dengan dua kaki mendekap di dada. Memperhatikan manusia berlalu-lalang setiap hari di depan rumah.
Ternyata ada banyak manusia, ya. Itu kalimat yang selalu aku pikirkan setiap kali, setiap hari. Semua orang dengan kesibukan masing-masing, dengan masalah masing-masing dan dengan keadaan yang berbeda. Usiaku 24 tahun, pengalaman hidup masih bisa makan dengan nasi hangat yang keluar dari penanak nasi otomatis. Masih bisa makan dengan daging ayam satu minggu sekali dan masih bisa tidur di atas kasur yang luasnya tiga kali lebih besar dari ukuran tubuhku.
Tapi diusia 24 ini rasanya semua jadi lebih berat, mata lebih sering mengantuk, tubuh lebih sering kelelahan. Padahal setiap hari hanya duduk di depan rumah dan menatap jalanan dengan pikiran yang berkhayal tentang banyak hal. Siang panas yang terik yang bisa membuatku beranjak dari teras depan, untuk masuk ke dalam rumah dan melanjutkan pikiran kosong yang berkelana jauh entah kemana. Rumah yang dulunya penuh dengan berbagai suara dan berbagai bau badan manusia, kini terlalu sepi hingga rasanya dalam sehari aku bisa diam tanpa bicara satu katapun.
Kakek yang meninggal, saudara yang telah menikah, ibu yang segera berpulang dan nenek yang menyusul. Kemudian satu per satu saudara punya jalan hidup mereka masing-masing. Semua terlalu cepat, ya. Tapi jika dihitung dan ditunggu, rasanya begitu lama. Seperti waktu berbuka saat lima menit lagi akan adzan maghrib. Lama dan seperti jam dinding berhenti bergerak. Aku memicingkan mata ketika matahari mengganas, silaunya menyakitkan.
Ini cerita yang membosankan penonton jika aku seorang tokoh utama dalam sebuah film. Alur yang membuat mengantuk, bila aku adalah karakter utama dalam buku. Buku itu hanya akan tersimpan disudut rak lemari. Tidak tersentuh dan tidak dilirik sama sekali. Sesekali menarik rasa penasaran orang lain, namun ketika lembaran pertama dibaca, orang-orang akan menutupnya dan mencari cerita yang lebih menarik.
Tahun ini aku berumur 24 tahun, menolak lamaran orang lain karena tidak sanggup untuk tinggal bersama orang asing dalam ikatan pernikahan. Mencoba melamar pekerjaan dengan syarat yang mencekik. Kembali belajar dan melanjutkan kuliah, namun terkendala biaya yang melejit hingga sulit bernapas. Ketika akhirnya merasa sudah lebih dewasa dan memahami cara berpikir orang lain, aku terjebak dalam lingkaran aneh yang tidak aku mengerti.
Ketika liburan—yang sebenarnya aku adalah pengangguran kelas berat—aku pulang ke tempat yang dinamakan kampung halaman. Bertemu dengan saudara yang jalan hidupnya terlihat tertata dan rapi sekali. Begitu juga dengan kedua adikku yang jalan hidupnya sudah diatur sedemikian rupa. Tidak ada celah, tidak akan jadi pengangguran, dan dibina dengan baik agar bisa memperkaya diri dan membeli apa saja yang diinginkan.
Mendengarkan cerita mereka sambil ikut tertawa. Namun, dibalik tawa itu ada rasa perih di mata. Mati-matian aku menahan tangis dan menunduk, memandang jari-jemari yang begitu kurus. Tubuhku kehilangan berat badan enam kilo, hingga tulang-tulang di selangka terlihat menonjol keluar. Lengan tangan yang mengecil seiring waktu berlalu. Rambut hitam yang tidak pernah lagi panjang, kulit wajah yang berjerawat tidak terawat kini perlahan belajar untuk diperhatikan, rambut yang rontok setiap harinya.
Ternyata hidup di usia 24 tahun, sungguh menyedihkan. Aku mulai mendengarkan banyak cerita dari dalam rumah di kampung halaman, tentang kebahagiaan yang mungkin bisa aku dapatkan. Tentang kehidupan mereka yang penuh dengan kisah unik dan menarik perhatian orang lain. Aku sempat bersuara, menyuarakan sesuatu yang ingin aku bagikan. Tapi... pada akhirnya suara itu kutarik lagi ke dalam. Mengunci rapat dan tidak memberi tahu siapapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Yang Rusak
RandomAku pikir lingkungan sekitar rumah sudah cukup luas untuk dijadikan pengalaman. Tapi nyatanya, di luar ada yang namanya dunia. Tempat yang begitu lebar dan jalan yang begitu panjang, pada akhirnya aku hanya berjalan di jalan aman dan tidak pernah me...