05. Ruang Rahasia

104 17 14
                                    

Desa Margacahya

Suasana pagi hari dengan udaranya yang amat sejuk, Suara ayam berkokok serta kicauan burung-burung mulai bernyanyi merdu.

Zalya terbangun dengan keadaan segar, suasana inilah yang membuatnya merasa damai. Sementara Roy, pemuda itu nampak lesu dengan kantong mata yang memucat. Sedari tadi mulutnya tidak berhenti menguap.

"Good morning predator peliharaanku!" sapa Zalya pada Roy yang tengah duduk lesu di pagi itu. Tadinya Zalya akan terus-menerus memaki Roy dengan berbagai kata-kata usilnya. Namun, kembali ia urungkan ketika melihat raut wajah Roy nampak tidak baik-baik saja pagi ini.

"Kamu kenapa, Roy?" tanya Zalya memastikan. "Kamu abis nangis semalaman, ya?"

"Engga, lah, njier, siapa juga yang nangis," timpal Roy, mendengus sebal.

"Keliatan dari mata kamu, tuh! Kamu abis nangis semalaman, kan? Kalo kamu gak betah boleh pulang bareng sama Ayah nanti!" ucap Zalya yang nampak khawatir pada sahabatnya tersebut.

"Gak! Gue gak nangis, Lya! Gue cuma gak tidur semalaman!" tegas Roy.

"Lah? Bukannya kemarin bilang kamu capek, ngantuk pengen tidur?"
sementara Roy hanya terdiam seolah menyembunyikan sesuatu dari Zalya.
Namun, gadis itu tiba-tiba tersenyum lebar, menatap jahil ke arah wajah Roy yang tengah mendengus sebal.

"Aku tau! Kamu semalaman gak tidur gara-gara takut, kan, sama hantu prajurit yang aku ceritain semalam, hm," goda Zalya sembari menaik turunkan alisnya.

Dengan cepat Roy mengelaknya.
"Apaan, sih, mana ada ketua OSIS yang tampan nan rupawan seperti gue takut hantu!"

"Ngaku aja gak usah malu sama adik kelasmu yang cantik nan anggun ini," ucap Zalya sombong. Roy terdiam dengan wajah kesal. Sangat memalukan baginya jika harus jujur pada Zalya bahwa memang benar dirinya takut akan cerita Zalya malam tadi, sehingga membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang.

Sehabis sarapan, Rudi dan Fania berpamitan untuk pulang, sekaligus langsung berangkat ke luar kota untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda.

"Kalian disini jangan nakal apalagi main ke hutan!" ucap Fania pada dua remaja yang tengah berdiri di hadapannya. "Roy, Tante titip Zalya, ya! Bila kakek butuh bantuan, segera kalian bantu, jangan main game terus." Final Fania yang kemudian Roy meresponnya dengan sebuah anggukan.

"Hati-hati, ya, kalian!" sahut Wiranto seraya melambaikan tangan ke arah mereka.

Wiranto, Zalya dan Roy masih berdiri di halaman rumah, menyaksikan keberangkatan Fania dan Rudi hingga akhirnya mobil yang mereka kendarai mulai menjauh dari pandangan mereka.

***


"Ada yang ingin kalian lakukan?" tanya Wiranto yang kini merangkul pundak kedua remaja di sampingnya.

Mereka berpikir sejenak, memikirkan kegiatan apa yang ingin mereka lakukan saat ini. "Mungkin nonton film aksi, tapi sinyalnya lemot seperti otak Zalya!" ucap Roy.

"Sinyal di hp aku bagus kali," timpal Zalya.
"Aku pengen main ke hutan, terus mandi di sungai!" ucap Zalya setelahnya.

"Gak ada main ke hutan. Ingat kata Fania kamu tadi!" tegas Wiranto yang kemudian menjeda ucapannya sejenak. "Mending bantu kakek bersihin rumah!"

Seketika membuat kedua remaja tersebut membelalakkan matanya. "Liburan sekolah bukannya bersenang-senang! Ini malah ngebabu!" bisik Roy pada Zalya.

"Tapi tunggu! ... kalo gue ikut beresin rumah, siapa tau gue nemuin sesuatu yang bersangkutan dengan latar belakang Zalya dan keluarganya yang misterius!" batin Roy, yang secara tiba-tiba bersemangat untuk melakukan apa yang Wiranto perintahkan tadi.
"Siap kakek! Ayok kita beres-beres!" ucapnya dengan penuh semangat.

ELLEZALYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang