'1

212 15 0
                                    




•~•~•~•~•~•~•~•

"A-ampun bunda, Seno ga bakal ulangin lagi." Seno hanya dapat menangis kala sang bunda memukuli nya dan menjewer telinga Seno berulang kali.

"Kamu ini memang anak tidak tahu diuntung, Seno! Kamu ini harus mematuhi perintahku!"

"Bunda, Seno gak mau jadi anak durhaka bunda. Tapi cara bunda salah..." ucap Seno lagi.

PRAK!

Dengan kehilangan kendali Dina melempar vas bunga ke pucuk kepala Seno hingga vas kecil tersebut pecah.

"Shh..."

"Rasain itu!" setelah melihat kepala anaknya yang luka, Dina melenggang pergi begitu saja tanpa memperdulikan Seno.

"Ini kan vas bunga Seno dari ayah, bunda tega..." lantas Seno segera berdiri dan membersihkan pecahan-pecahan vas tersebut.

___________________

Pagi hari, cahaya matahari perlahan masuk ke kamar Seno melalui celah-celah kecil yang terbuka. Seno dengan mata mengerjap mulai mendudukan tubuhnya yang semula masih berbaring di tempat tidurnya.

"Udah pagi ternyata." Seno segera beranjak menuju ke kamar mandi, sebelumnya ia membuka gorden mempersilahkan cahaya memasuki kamar bernuansa abunya.

Tak menunggu lama, Seno keluar kamar mandi menggunakan seragam yang rapi dan rambut yang lepek terkena air.

Tok tok tok...

Seno membuka pintu kamarnya, melihat saudara kandungnya berdiri di ambang pintu sambil melihatnya sinis.

"Lo apain bunda semalem? Dasar adik gatau diri." ucap pahit Jerico tanpa aba-aba untuk Seno.

Tentu saja sang empu yang dituduhnya terkejut, pasalnya apa yang dia lakukan? Bukan kah seharusnya pertanyaan ini untuk bundanya?

"Seno ga ngapa-ngapain bunda, bang." ucap polos Seno.

"Gausah bohong, lo mah duit 'kan? Lo bisa minta gue jing, gausah sampe bikin bunda nangis." ucap Jerico sambil melemparkan beberapa lembar uang merah ke wajah Seno.

"Tapi bukan ak-"

"Gausah ngelak, makan tuh duit anjing." setelah mengatakan itu jerico membanting pintu hingga Seno terjatuh ke belakang.

Seno hanya dapat mengumpulan lembar-lembar berwarna merah untuk sang bunda yang sudah menuduhnya.

"Bunda, cukup bunda aja yang benci Seno..."





















Setelah selesai dengan beberapa menit untuk ia menangis dan bersiap, sekarang Seno tengah duduk di kursi ruang tamu, menunggu temannya datang menjemput.

"Ngapain belom berangkat? Apa masi kurang duitnya?" ucap Jerico sambil menuruni anak tangga

"Engga, aku nunggu temen." ucap Seno.

"Tinggal jalan apa susahnya sih? Lo mau telat?" kini Jerico mulai menatap Seno tajam, yang ditatap hanya menghela nafas pelan.

"Udah ya, bang. Raka udah didepan." Jerico tak menjawab bahkan tak menoleh ke Seno yang berpamitan.



























Seno sekarang sudah berada di depan dengan teman satu-satunya di sekolah. "Pucet amat lo?" ucap Raka teman Seno.

"Udah ah, kaya gatau aja. Dah yok telat ntar." Seno segera duduk di kursi belakang motor Raka.

VICTIMS OF WEALTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang