Prologue

509 47 4
                                    

ᥫ᭡ 𝐒𝐰𝐞𝐞𝐭 𝐃𝐞𝐢𝐦𝐨𝐬

Seorang anak perempuan berumur 9 tahun sedang bermain sendirian di tengah hutan, walaupun takut tetapi rasanya tenang karena sudah terbiasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang anak perempuan berumur 9 tahun sedang bermain sendirian di tengah hutan, walaupun takut tetapi rasanya tenang karena sudah terbiasa.

Bekas luka terlihat di leher serta beberapa bagian tubuhnya, bahkan ada luka di tangannya yang masih basah karena baru, darah segar yang sedikit mengering terlihat dari sana.

Tetapi anak perempuan itu tak menghiraukan rasa sakit karena rasa tenang yang ia rasakan.

"Lami!" Panggil seseorang, anak perempuan itu menengok ke sumber suara, menatap bingung wanita paruh baya yang berlari ke arahnya.

"Ada apa, bi?" Tanya Lami polos.

"Ini, obatin luka kamu. Jangan sampai tuan dan nyonya tau." Wanita paruh baya itu memberi sebotol obat merah dan kapas dengan tergesa-gesa.

"Lami gak kenapa-kenapa, bi."

"Obati! Bibi masuk lagi ya, biar tidak ketauan nyonya dan tuan."

"Iya bi, terimakasih." Ucap Lami, wanita paruh baya itu mengedarkan pandangan ke segala arah sebelum akhirnya kembali berlari ke dalam rumah.

Anak perempuan itu menaruh obat di kantung roknya, tidak berniat untuk mengobati luka di lengannya karena lukanya juga akan sembuh dengan sendirinya cepat atau lambat seperti biasa.

Lami duduk bersandar di bawah pohon besar, menatap awan yang bergerak perlahan. "Sampai kapan? Lami lelah" ucapnya pada awan itu.

Srkk.....

Lami terdiam mendengar bunyi asing di balik pohon dan semak-semak yang berada tak jauh darinya.

Srkk.....

"Siapa?!" Teriak Lami sedikit takut.

Tumbuhan liar di samping pohon bergoyang tak biasa, seperti ada sesuatu dibalik sana.

Dengan keberanian seadanya, anak perempuan itu berjalan menghampiri sumber suara, perlahan Lami membelah tumbuhan tebal itu untuk melihat apa yang membuatnya penasaran.

Jika itu binatang buas maka Lami sedikit bersyukur, setidaknya dia akan bebas dari sini, dan sedikit tidak bersyukur karena dirinya pasti akan dijadikan santapan siang hari.

Srekk....

Seorang remaja laki-laki terduduk lemas sambil memegangi kakinya yang mengeluarkan darah segar, sepertinya anak laki itu tergores duri dari pohon-pohon di sekitar.

Lami mengulurkan tangan, remaja lelaki itu menatap tajam Lami, seakan dia tidak percaya pada Lami akan akan membunuhnya jika berbuat macam-macam.

"Gapapa, ayo berdiri." ucap Lami.

Remaja itu menerima uluran tangan lalu Lami memapahnya ke bawah pohon, walaupun berat tetapi Lami tetap berusaha dengan segala kekuatannya.

"Akh!" erang remaja lelaki itu saat kakinya merasa sakit.

"Tahan sebentar ya." Lami mendudukkannya dengan hati-hati, Lami duduk berlutut dihadapannya, tatapan masih saja tajam.

Dia menatap lekat Lami, gadis itu memiringkan kepalanya ke kanan, begitu lelaki di depannya, lalu Lami memiringkan kepalanya ke kiri diikuti juga olehnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia menatap lekat Lami, gadis itu memiringkan kepalanya ke kanan, begitu lelaki di depannya, lalu Lami memiringkan kepalanya ke kiri diikuti juga olehnya.

Lami terdiam karena merasa bingung, alisnya mengerut, bagaimana bisa dia tersesat di hutan seperti ini? Rumah Lami memang berada di tengah hutan dengan banyak hewan buas disana, bahkan ayahnya juga memiliki beberapa harimau besar.

Alis remaja lelaki itu terangkat sebelah, Lami dibuat tersenyum karena ekspresi baru yang dia berikan.

Cukup lama mereka menatap satu sama lain, "Kamu dari mana? Kenapa bisa kesini?" Tanya Lami penasaran, enggan menjawab, lelaki itu malah diam.

Lami mengeluarkan obat merah dari saku, lalu menuangkan secukupnya ke kapas. "Kakinya lurusin, biar aku obati." ucap Lami menarik pelan kakinya.

Remaja itu nurut, Lami mulai mengobati lukanya. Remaja lelaki itu tidak meringis sedikitpun bahkan saat Lami sengaja menekannya.

"Aku Lamina, siapa nama kamu?"

Tetap diam, Lami hanya tersenyum meresponnya. Beberapa saat hening sampai seseorang di depan Lami membuka suara.

"Jagadra Deimos." ucapnya, Lami menatap lelaki yang berbeda 5 tahun di depannya lalu mengangguk mengerti.

"Selesai." ucap Lami.

Remaja lelaki bernama Jagad itu melihat baju tangan Lami yang terdapat noda darah, Jagad menarik pelan kemudian membuka lengan baju Lami.

"Kenapa?" Tanya Lami bingung, Jagad mengambil obat serta kapas yang tersisa, lalu mengobati luka di tangan Lami.

Lami membeku beberapa saat, selama beberapa tahun dirinya tinggal disini baru kali ini ada yang berani mengobati lukanya.

Ketika selesai, Jagad melepas tangan Lami membuat anak perempuan itu tersadar dari lamunan. "Terimakasih." ucap Lami.

Lami ikut bersandar pada pohon, menikmati angin yang berhembus lumayan kencang, cukup membuat rambut hitam Lami berantakan.

"Mau main?" Ajak Lami, dan untuk pertama kalinya Jagad merasakan kehidupan dan kebebasan lagi setelah sekian lama.

─── ⋆⋅☠⋅⋆ ───

Beberapa orang sibuk mencari anak lelaki di antara pepohonan dan tumbuhan liar, mereka dengan teliti mencari keberadaan anak itu.

Pria paruh baya yang memegang pistol itu berjalan mendahului anak buahnya, wajah tegasnya yang memerah menampakkan kemarahan.

"Tuan, itu tuan Jagad" ucap salah satu dari mereka kepada pria paruh baya itu.

Dengan cepat, mereka menghampiri anak lelaki yang sedang berjongkok di pinggir sungai bersama dengan seorang anak perempuan.

Sesekali anak perempuan itu tertawa, Jagad hanya tersenyum kaku karena dirinya memang sudah lama tidak tersenyum.

Dengan kasar, pria itu menarik belakang baju anaknya. "Disini kau rupanya."

"Siapa?" Tanya Lami bingung sambil menatap tak suka pria yang kasar pada teman barunya, pria itu malah menodongkan pistolnya pada Lami.

Lami menatap Jagad yang sedang menatapnya khawatir, remaja lelaki itu menggeleng pelan sebagai tanda bahwa Lami tak boleh melawan.

Pria itu melempar Jagad di antara anak buahnya, "Bawa dia." Perintah pria itu sebelum pergi dari sana, Lami menatap tidak ikhlas kepergian Jagad yang diseret kasar oleh beberapa orang berbadan besar.

Jagad menatap Lami sambil tersenyum tipis. "Aku akan kembali, Lamina" gumamnya.

── 𝐒𝐰𝐞𝐞𝐭 𝐃𝐞𝐢𝐦𝐨𝐬 ──








𝐒𝐰𝐞𝐞𝐭 𝐃𝐞𝐢𝐦𝐨𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang