Interlude

11 3 4
                                    

Sebelumnya aku cuma mau mengatakan bahwa konten yang dibawa buku ini agak sedikit sensitif, dan tidak cocok untuk kalian yang masih dibawah umur, karena selain melibatkan isu LGBT+ aku juga akan menyertakan adegan seperti self-harm,kata-kata kasar, bullying dan mungkin adegan ranjang yang tidak terlalu eksplisit.

Tolong jangan memberikan penilaian buruk di komentar, jika kalian memang tidak suka kalian bisa tinggalkan saja , dan baca book ku yang lebih friendly to read seperti Saudade dan Young & Free , seperti pelaku seni lainnya aku juga ingin karya ku dinikmati banyak orang.

Sekian terima kasih , dan selamat membaca bagi kalian yang berkenan untuk tinggal!


***












"Fuck!"

Yang bisa pemuda bernama Auriga itu lakukan sekarang hanya mendesah sambil menutup kedua matanya, menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh pria yang bertahun-tahun lebih tua dibanding dirinya.

Bangunan berlantai lima itu terlihat muram karena nyaris seluruh lampu didalamnya padam sejak berjam-jam lalu,tapi masih ada satu ruangan yang terang benderang bahkan ketika jam dipergelangan tangan sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, ruangan itu juga masih dipenuhi suara suara yang dihasilkan dari kegiatan panas kedua penghuninya.

Pakaian berserakan dilantai, sementara suhu AC disetel ke paling rendah, tapi tidak cukup membuat keduanya kedinginan. Suara kecipak basah yang dihasilkan dari persentuhan kulit dengan kulit, memanaskan suasana, keduanya sama sama menikmati momen tersebut sambil menggerakkan tubuh bagian bawah masing masing sampai mencapai titik kenikmatan.

Melupakan fakta bahwa mereka sedang bercinta diatas meja yang masih penuh oleh kertas kertas, mungkin kertas kertas itu sudah basah oleh keringat dan cairan semen, sudahlah kertas bisa di print ulang pikir Auriga saat dia menemukan dirinya justru fokus pada kertas yang ditindihnya alih-alih laki-laki matang yang menggagahinya.

Awalnya Auriga mencibir tentang betapa tifak higienisnya having sex time di atas meja kerja,dia bahkan sempat menawarkan untuk memesan hotel saja. Karena jujur Riga lebih baik bercinta didalam mobil yang sempit daripada diatas meja begini, tapi pada akhirnya dia justru menikmati sensasi gila yang mengusai tubuhnya saat ini.

Auriga hanya fokus pada sentuhan, ciuman,dan gerakan yang menghangatkan lubangnya. Itu saja.Selebihnya dia tidak peduli lagi.

Pemuda manis itu kembali dibuat mendesah saat lawannya menghisap putingnya seolah dari sana dia akan mendapatkan minuman darisana, menimbulkan bekas kemerahan yang perlahan berubah menjadi biru keunguan.

Bermenit-menit berlalu, ruangan yang tadinya sesak oleh desah dan atmosfer panas,mulai disergap hening karena pria itu sudah ambruk setelah pelepasannya di lubang Auriga. Napas mereka bersahut sahutan, Auriga mendecih saat dilempari tawa renyah lawannya, sejak koneksi mereka terputus tubuhnya mulai diselimuti dingin yang membuatnya mengigil.

"Udah ya ,Om!" sentak yang lebih muda  saat pria itu menarik tengkuknya untuk kembali membimbingnya ke dalam ciuman mereka seperti bermenit-menit lalu,"Aku udah capek, main lama banget." kemudian bangkit dengan wajah kesal dibuat-buat.

"Ya ya ya udah, kamu langsung pulang habis ini atau?" yang lebih tua sengaja menggantungkan kalimatnya.

Karena jujur saja dia sedikit tidak nyaman menyebut nama tempat prostitusi itu meski sebenarnya dia juga langganan. Cih.

Auriga memandang yang lebih tua dengan sinis, sambil memungut pakaiannya yang tercecer dilantai,"Pulang, capek aku."

"Mau aku anterin nggak?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

II était une fois Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang