1989
Tahun itu adalah awal kehancuran keluargaku. Bapak bangkrut, dan berakhir rumah, mobil, dan segala barang-barang yang ada dirumahku diambil untuk melunasi hutang-hutang Bapak.
Keluargaku terpuruk, Ibu meninggalkan bapak begitu saja. Bapak berkali-kali memohon kepada Ibu untuk kembali, namun ibu tetap dengan egonya.
Kami meninggalkan rumah besar itu dengan lunglai. Aku menatap seluruh inci rumah sebelum pergi, banyak cerita sudah terekam di rumah ini. namun siapa sangka, jika malapetaka mendatangi kami.
Sekarang kami sudah berada di dalam taksi menuju entah kemana.
" Pak, setelah ini kita tinggal dimana? " Mas Ardhi menatap bapak lemas" Bapak sudah menyewa rumah di teman bapak, mulai hari ini kita bisa tinggal disana. Mas ngga papa kan? " Mas ardhi menggeleng
" Ngga papa pak, maaf ya pak kita bertiga nyusahin bapak "
" Loh, kalian kan anak-anak bapak. Udah sepatutnya bapak berjuang buat kalian, udah masalah uang ngga usah kamu pikirin, mending kamu fokus belajar buat tes masuk minggu depan " Bapak mengelus surai anak sulungnya
" Siap pak, akan mas usahakan semaksimal mungkin biar mas bisa lolos dan bisa cepet cepet jadi polisi "
" Aamiin ya allah, kabulkan doa anak-anakku ya allah. Kita harus semangat, biar bisa bawa ibu kalian pulang ke rumah lagi ya " Aku yang mendengar percakapan antara Bapak dan Mas Ardhi hanya bisa tersenyum dan mengaminkan nya.
Aku menoleh ke arah kanan dan kiri yang menampakkan hamparan sawah yang luas, sepertinya kami akan pindah ke pinggiran kota. Aku menghela nafas kecil, aku menyiapkan diri untuk terbiasa dengan kehidupan yang baru.
Hanya suara radio yang menghiasi perjalanan kami, semuanya sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Hingga kami berhenti didepan sebuah rumah yang Mengerikan.
Ilalang tinggi menghiasi halaman depan rumah itu, tanaman rambat yang sudah menjelar kemana-mana, dinding dihiasi lumut, dan masih banyak lagi. Sungguh mengerikan.
" Wah, sepertinya kita harus bekerja bakti seharian hari ini " Ucap Bapak, setelah itu ia membantu sopir taksi menurunkan barang barang kami
" Assalamu'alaikum Rudi, Selamat datang di kampung ini Rudi " Seorang Pria paruh baya menyapa kami
" Wa'alaikumussalam Ahmad, Terimakasih atas sambutannya dan juga rumahnya " Bapak dan Pria bernama Ahmad itu saling menjabatkan tangan
" Ah santai saja, tapi saya ingin minta maaf karena sebelumnya tidak membersihkan rumah ini, tapi tenang saja saya sudah membawakan beberapa orang yang bisa membantu kalian untuk berbersih " Menunjuk dua orang laki laki yang berada di belakangnya yang membawa beberapa peralatan bebersih.
" Terimakasih Mad, maaf merepotkan dirimu "
" Tidak apa apa Rud, santai saja. Ini anak-anakmu ya? sudah besar-besar sekarang " Kami bertiga menyalami Pak Ahmad bergantian
" Yaudah kalau gitu Rud, aku mau ke kelurahan dulu. Kalian bantu mereka beres-beres ya " Pak Ahmad memerintahkan dia orang laki-laki yang berdiri tidak jauh dari mereka
" Siap pak "
" Hati-hati mad "
Suruhan Pak Ahmad langsung melaksanakan tugas mereka, Bapak pun langsung membagi tugas kepada kami agar pekerjaan bebersih ini cepat selesai.
Bapak dan Mas Ardhi membantu memotongi ilalang yang ada di luar rumah, sedangkan aku dan adik bungsuku, Adit membantu membersihkan bagian dalam rumah
" Dit, kamu bersihin lumut lumut yang ada di tembok ya, aku mau bersihin lumpur lumpur di bagian dapur dulu "
" Ck malas sekali mba, cape tahu " Bukannya langsung mengerjakan, ia malah duduk di lantai dan bermain HP miliknya
" Cowo kok pemalas, udah ayo bantuin. Emang kamu mau tidur sampingnya lumut, udah nih kerokannya " Dengan malas laki-laki itu menerima alat tersebut dan mulai melakukan tugasnya dengan lunglai
Aku hanya tersenyum kecil melihat kelakuannya. Sedari kecil Adit selalu dimanja, tidak pernah melakukan pekerjaan rumah, kerjaannya hanyalah bermain dengan temannya saja. Semoga saja dengan musibah ini dia bisa berubah menjadi lebih baik.
___
16.30
Akhirnya pekerjan bebersih rumah ini sudah selesai, barang barang pun sudah dimasukkan ke dalam rumah. Rumah ini memiliki dua kamar, satu kamar mandi, satu dapur, dan satu ruang tengah, sedangkan didepan dan disamping rumah terdapat halaman yang tidak terlalu sempit yang bisa dijadikan tempat menjemur pakaian.
Rumah ini kami sewa tanpa furniture, jadi mau tidak mau malam ini kami hanya tidur beralaskan karpet saja. Rumah ini benar benar kosong bahkan kami mandi menggunakan ember bekas sebagai gayung.
Setelah membersihkan diri, aku duduk di teras rumah untuk menikmati matahari sore. Ku melihat ke sekeliling rumah baru ku, sangat beda jauh dengan rumahku yang sebelumnya.
' Ya allah, berikan kami kekuatan dan ketabahan mu ya allah '
" Nduk, besok ikut bapak ke pasar ya buat beli beberapa kebutuhan rumah " Bapak duduk di sampingku, aku mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan bapak.
" Maafin Bapak ya nduk, seharusnya Bapak ngga buat kalian merasakan semua ini. Maaf karena telah harus menyeret kalian bertiga, Bapak minta maaf " Bapak menunduk sambil menahan air matanya
" Bapak ngomong apa sih pak, kita ngga papa pak. Mungkin ini teguran buat kami juga karena dulu sering menghamburkan uang bapak, kita hadapi ini semua sama-sama ya pak " Aku mengelus punggung Bapak untuk menguatkan, Bapak tersenyum menatapku dan memelukku
" Terimakasih ya nduk " Kami berdua saling menguatkan satu sama lain.
kami semua disini hancur tentunya, tapi kami harus bisa menguatkan satu sama lain. Karena tidak akan ada yang bisa mengubah takdir kita kecuali diri kita sendiri. Kami hanya bisa berharap, jika badai ini bisa cepat berlalu.
___
*Nduk = Nak
Terima kasih sudah mampir, semoga kalian sukasuka. Jangan lupa votenya yaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Tenang
General Fiction" Genggam lah terus tanganku, yakinkan aku semuanya akan baik-baik saja. Ku serahkan semuanya kepada mu Ya Allah, ku mempercayaimu bahwa aku pasti menemukan Jalan Tenangku " - Liana Roestiani Alert : first person point of view Update kalau ada waktu...