𝐂𝟏 {13%} · Janji Temu

10 1 0
                                    

Sudah lama sekali, suara yang terdengar nyaring seperti toa itu tidak memekakkan telingaku. Ya ampun, suara itu cukup untuk membuatku merasa kesal, namun juga cukup untuk membuatku merasa sangat merindukannya.

"Astaga, aku dengar, aku dengar!" keluhku, "tapi aku cuman bingung gimana caranya?"

"Kamu ribet, deh! Ada banyak cara, Kinan. Bilang aja mau main ke rumahku, ada tugas kelompok, bejibun dan dikumpulin besok, gimana susahnya? Atau bilang aja kalau kita lagi jalan terus, ... blablabla."

"... tapi lebih baik jujur sama orangtuamu, sih." lanjutnya.

Mikhayla, temanku ini orangnya cukup pemaksaan di sini. Yah, aku hanya bisa menghela nafas lelah, lelah menanggapinya, karena aku tahu dia takkan pernah menyerah.

Karena dia pantang menyerah, dan aku pun telah lelah untuk beradu mulut lebih banyak, aku hanya bisa mengangguk padanya.

"Oke, iya, aku ikut. Tapi aku enggak bisa janji kalau aku bisa ikut." Aku tersenyum ragu, sedikit tidak yakin dengan keputusanku.

"Kinan kok begitu!" rengeknya, "kita hampir dua tahun enggak ketemu sama sekali, tau! Kamu enggak kangen sama aku?"

Semakin dia mendesakku semakin aku merasa bersalah, berat dan bingung.

Kami sama-sama tahu, kami saling merindukan dan butuh yang namanya bertemu untuk melepas rasa rindu.

Baiklah, kurasa demi terakhir kali sebelum Mikhayla benar-benar pindah ke luar kota dalam waktu dekat, aku harus bersedia meluangkan waktuku.

"Enggak begitu, Ayla sayang. Kan aku bilang tadi, oke aku ikut-"

"Tapi tadi bilangnya enggak bisa janji, berarti enggak pasti kan?" selanya, "kalau tiba-tiba kamu batalin janji temu pas di harinya, gimana?"

Short Story AnthologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang