Prologue

323 23 16
                                    

Jalanan yang lenggang terdengar begitu riuh karena ketukan heels seorang perempuan berbaju merah yang tengah berlari menyusuri gang-gang kecil Washington DC. Sesekali perempuan itu menembakkan graple hook, membawanya berpindah lebih cepat sebelum akhirnya kembali mendarat dan lari dengan cepat.

Perempuan itu berhasil memasuki gorong-gorong besar, tempat dimana ia memarkirkan mobil. Setelahnya, dengan secepat kilat ia mengemudi, bahkan sesekali hampir menabrak pembatas jalan. Perempuan itu tengah diserang panik, ketika ia menemukan beberapa kali missed call dari kontak yang ia namai "Hubby". Ditambah dengan sebuah pesan menggantung yang hanya berisi "Alena menangis karena diganggu seseorang".

Pesan itu ia terima beberapa waktu lalu, ketika dirinya tengah menyelesaikan sebuah pekerjaan lapangan yang sebenarnya baru akhir-akhir ini kembali ia lakukan. 3 tahun belakangan, dirinya hanya menerima pekerjaan di bidang siber karena ada pekerjaan yang lebih memusingkan untuk dilakukan: mengurus dua orang bayi sekaligus.

Sampai di basement rumahnya, perempuan yang memiliki kode nama Ada Wong itu berlari setelah memarkirkan mobilnya serampangan. Heelsnya sampai terlepas beberapa kali, saking terburu-buru. Ia segera membuka kode akses dengan sandi yang ia hapal di luar kepala. Langkahnya semakin tergesa ketika melihat bagian ruang tamu yang gelap gulita dan hening.

"No! No!" teriaknya gelisah. Tanpa menghidupkan lampu rumah, ia berlari menuju kamar sang putri. Kamar yang penuh dengan mainan berserakan itu kosong. "Ale?!" panggilnya panik kemudian berpindah ke kamarnya sendiri.

Kamar luas itu juga kosong. "Leon? Ale? Mama coming" ujarnya gusar. Iapun berlari mengelilingi seluruh bagian rumah, dan hasilnya sama. Mereka tidak ada dimana-mana. "Dimana kalian?"

Ada memutuskan untuk ke ruang security yang mengamankan rumahnya. Namun ketika hendak membuka handle pintu, ia mendengar sesuatu yang lirih. Ada memutuskan untuk memutar tubuhnya, menyalakan lampu ruang tamu, dan berjalan menuju sofa.

Seketika ia jatuh terduduk, merasa begitu lega. Kedua bayinya, tengah tertidur begitu pulas di bawah sofa dengan Alena di atas dada Leon. Sofanya membelakangi pintu, karena mereka berada di bawah sofa, Ada jadi melewatkannya begitu saja.

Mungkin karena lampu dari chandelier yang berada tepat di atas ruang tamu yang dihidupkan tiba-tiba, Leon bergerak resah, hingga matanya mengerjap. "Hon, you home? Hoammm," sapa suara serak dari bayi besarnya. "Hmm" jawab Ada sinis. Jika anaknya tidak sedang tertidur, mungkin dirinya sudah menjambak rambut pirang yang akhir-akhir ini lebih gondrong dari biasanya.

***

Leon berhasil memindahkan Alena ke kamar anak itu dengan tenang. Lelaki itu duduk sebentar di sisi ranjang, untuk mengusap rambut hitam panjang anaknya lalu mengecup pipi gembulnya pelan. Ia tatap wajah menggemaskan di bawahnya itu. Anaknya tumbuh dengan cepat, padahal rasanya baru kemarin dirinya menangis tersedu-sedu ketika melihat seorang bayi mungil keluar dari ruang bersalin.

"Ekehm, mind to explain something?" ujar Ada yang sedari tadi berdiri di bingkai pintu menatapi suami dan anaknya. Tangannya yang tadi bersarang di pinggang kini berubah bersidekap di depan dada, ketika Leon berjalan ke arahnya. Lelaki itu sudah hendak memeluknya, namun segera ia tahan.

Dalam sekejap, Leon mengerang kesakitan karena Ada menjewer telinganya, lalu menarik tubuh besar itu keluar. "Hon, it's hurt, awww, Hon, pleasee"

Ada baru melepaskan telinga Leon, setelah sampai di kamar mereka. Sejujurnya ia sudah tidak ada tenaga untuk marah-marah, namun kelakuan lelaki berusia hampir 40 tahun itu tidak bisa dibiarkan.

"Bisa tidak, tidak membuatku panik dengan mengirim pesan yang tidak jelas seperti tadi?!" bentak Ada kesal, karena mengingat dirinya yang berlarian seperti orang gila.

"Aku kan hanya memberi kabar, seperti perintahmu 'Harus berkabar setiap setengah jam sekali!'" bela Leon yang masih memegangi telinganya yang memerah, dengan kepala menunduk persis seperti Alena jika sedang dimarahi Ada kala memberantaki kamar. Gemas sekali bayi besarnya itu, tapi Ada berusaha sekuat hati untuk tidak mudah luluh.

"Ya lalu kalian menghilang begitu saja selama 2 jam tanpa kabar, belum lagi ketika aku pulang kalian tidak terlihat dimanapun. Aku sudah berpikir kalian berdua diculik!"

"Itukan karena ketiduran," ucap Leon lirih. Namun lelaki itu tiba-tiba saja merangsek maju, memeluk tubuh mungil istrinya. "Mommy must be tired, right? How about some massage?" goda Leon, mulai mengusapi punggung Ada, yang langsung didorong begitu saja oleh perempuan itu.

"No, thanks! You fail this mission, Agent Kennedy," ucap Ada tegas seperti seorang atasan kepada bawahannya, sembari berjalan ke closet.

***

Ada sudah hampir terpejam ketika tangan Leon memeluk tubuhnya. Mungkin sudah kebiasaan tubuhnya, ia ikut memundurkan tubuh agar dekap Leon mengungkungnya sepenuhnya. Dagu lelaki itu bersarang di pundak Ada dengan leluasa, menghidu sesekali sementara Ada tidak merasa terganggu sama sekali.

"Terima kasih sudah kembali tanpa sedikitpun luka, Mama Alena," puji Leon tulus. Ada menggumam, karena mungkin sudah terlalu mengantuk. Namun ia akhirnya memilih untuk kembali berbicara setelah hening beberapa detik. "Siapa yang membuat Alena menangis? Kenapa bisa?"

"Honestly, it was Nick Wilde,"

Seketika Ada bangun dari tidurnya, duduk memelototi Leon dengan kedua tangan berada di pinggang. "Kamu benar-benar menguji kesabaranku ya, Mr. Kennedy!"

"Aku tidak sengaja menekan remot televisi ketika Nick sedang adegan membentak. Aku tidak menyangka Alena akan kaget sampai menangis tidak berhenti-berhenti,"

Sebuah pukulan keras mengenai dada Leon. "Itu artinya dia menangis karenamu!"

"Itukan tidak sengaja,"

"Whatever!" seru Ada tidak peduli lagi. Ia kembali berbaring memunggungi Leon dengan sedikit jarak diantara mereka. Namun namanya saja juga Leon, lelaki itu merangsek maju dan lagi-lagi memeluk tubuh istrinya dari belakang. Ada menusuk perut lelaki itu beberapa kali menggunakan sikutnya, namun Leon bergeming.

"Tapi tadi dia minum susu dengan pintar. Makannya juga lahap," cerita Leon lagi. Mereka memang sudah terbiasa untuk selalu menceritakan apapun yang Alena lakukan seharian.

"Buahnya?"

"Dia habiskan juga,"

"Anak pintar" puji Ada. "Thank you, Dada. Tapi aku tetap pikir-pikir kalau meninggalkannya denganmu lagi," imbuhnya dengan kekehan yang tertinggal karena Leon tengah menciumi pipinya gemas.

"Thank you, Mama. You are the best Mama ever!" balas Leon lembut. "Karena hari ini Alena minum susu dengan baik, so, now, can I get my milk too, Mommy?"

——

Halo? Gimana nih? Are ready everyone? Lanjut?

Halo? Gimana nih? Are ready everyone? Lanjut?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Resident Evil : The Life AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang