Caleb membuka pintu kamar dengan kasar, meninggalkan wanita berparas rupawan yang menjadi alasan dirinya naik darah saat ini. Langkah gusar membawa tubuh atletisnya yang tak terbalut kaos dan hanya mengenakan bawahan training abu-abu itu menduduki sofa berwarna beige di pojok kamar, berdampingan dengan picture window yang memperlihatkan hiruk pikuk suasana malam kota Jakarta.
Pria itu berusaha mengatur emosinya. Ia menyugar rambut hitamnya frustasi sambil menghela napas. Ini sudah yang ketiga kali Cassandra, wanita yang dua tahun ini telah sah menjadi istrinya, tidak dapat dikontak selama satu harian penuh.
Caleb tahu, pekerjaan wanitanya memerlukan banyak waktu untuk berpergian. Namun, apakah Cassandra tidak sempat untuk mengabari dirinya? Satu harian full ia tak tahu di mana istrinya berada, terlebih sehari sebelumnya ia memergoki sang istri bertemu pria di restoran favorit mereka.
Bukankan wajar jika dirinya terlampau marah dan kesal? Bukankah pantas jika ia merasa khawatir akan keberadaan wanita yang ia kasihi?
Namun, bisa-bisanya wanita itu pulang pukul 01.30 dini hari dan menyapa dirinya ceria seakan ia tak melakukan kesalahan apapun, sedangkan dirinya menunggu seperti orang gila di kondominium mereka. Mengontak sana-sini, bertanya kepada rekan kerja Cassandra, bahkan menghubungi ibu mertuanya.
Caleb menggelengkan kepala dan mengusap wajahnya kasar. Tak habis pikir dengan kejadian seperti ini yang kembali terulang. Pikirannya kalut, di satu sisi ia lega karena Cassandra pulang dengan selamat, namun di sisi lain masih ada jejak emosi yang tertinggal di hatinya. Apalagi mengingat pria itu yang berani menyentuh jemari Cassandra, membuat dirinya geram akan rasa cemburu.
Sibuk dengan pikirannya, Caleb tak menyadari bahwa Cassandra telah membuka pintu dan masuk ke adalam kamar mereka. Perlahan, wanita yang mengenakan blackless halter neck bodycon berwarna merah maroon itu berjalan kearah Caleb dan berhenti tepat di hadapan prianya yang sedang menengadahkan kepala dengan mata terpejam. Lengan kanan sang pria dugunakan untuk menaungi wajah tampannya, sebuah usaha yang ia lakukan untuk menahan emosinya.
Cassandra tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan hingga pria di hadapannya ini kesal dan enggan menatap dirinya. Namun entah mengapa, pemandangan sang suami yang sedang menahan amarah terlihat sangat seksi di mata Cassandra.
Caleb yang sedang marah rasanya berkali-kali lipat lebih tampan dan menggoda. Wajahnya yang memerah serta urat yang menonjol di sekitar leher dan lengannya membuat sang suami terlihat semakin jantan. Ototnya yang liat terpahat begitu indah di bawah pantulan remang kamar mereka.
Jiwa nakal yang kurang ajar bangkit, menghasut dirinya untuk mencumbu sang suami habis-habisan, tanpa berpikir panjang, wanita bersurai gelap itu mendudukan dirinya di pangkuan sang pria. Dress pas badan yang ia kenakan otomatis tergulung ke atas, mengumpul di pangkal pahanya, membuat kaki jenjang miliknya terekspos indah. Ia nemempatakn tubuhnya mengahdap sang pria dan membawa jemari lentiknya menyugar rambut pria dihadapannya.
"Baby... look at me, please," bisik Cassandra sambil tetap mengelus lembut rambut sang suami. Lengan Caleb yang menutupi wajahnya ia sentuh, memberikan kode kepada Caleb agar segera menurunkan lengannya dan menatap dirinya. Ia hampir salah fokus melihat betapa kekarnya lengan sang suami, bisepnya yang menonjol begitu menggoda untuk ia gigit.
Caleb menurunkan lengannya dan memandang wanita cantik serupa bidadari yang ia rindukan ini, demi apapun, ingin rasanya ia memeluk Cassandra dengan erat. Merengkuh sekal tubuhnya yang dibalut dress ketat, menonjolkan lekuk lekuk indahnya yang menggairahkan. Namun, ia harus menahan itu semua. Cassandra harus mendapatkan pelajaran atas apa yang telah ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Punishment [COMPLETE]
Romance! Bukan untuk pembaca di bawah umur ! "Ca - Caleb... apa yang kau lakukh- Ahhng!" Erangan keluar dari bibir cantik Casandra saat Caleb menghisap kuat lehernya. Tubuhnya sontak ke depan, menimbulkan gesekan di pusat dirinya dengan pangkal paha Caleb...