Sakit

3 2 4
                                    

Hari ini, malam ini, aku berencana untuk memberikan kue ulang tahun kepada wanitaku, dewiku, pujaan hatiku, semestaku, Selena. Tak sekali dua kali selama di perjalanan ke apartemennya aku melirik kue menggiurkan di samping ku dan sebuket bunga mawar. Aku sangat mencintainya, mencintai seluruh kekurangannya juga. Jika seluruh dunia memusuhinya aku akan jadi satu satunya orang yang keluar dari dunia, agar aku tidak memusuhinya. Maksudku, aku akan menjadi satu satunya orang yang tetap berada disisinya. Selamanya, aku hanya mencintai dia.

Kami sudah berteman sejak kami masih bayi? sepertinya. Papa dan Om Herman adalah sahabat sejak kecil, tak hanya sebatas itu saja rumah ku berada tepat di depan rumah Selena. Kami selalu bersama, di TK, SD, SMP, SMA, tempat les bahkan sampai Kuliah.
-Kurasa karena Papa menginginkan aku dan Selena bersahabat juga Seperti dia dengan Om Herman-Aku sudah sangat cukup mengenalnya. Seluruh sikapnya yang kekanak-kanakan dan menyebalkan, meskipun begitu aku menyukainya.

Aku memarkirkan mobil berwarna abu-abu di basement, lalu bergegas ke apartemennya membawa kue. Hari ini sudah lewat sehari sejak ulang tahunnya. Seperti setiap tahunnya, aku selalu jadi satu satunya orang yang ingat dan merayakan bersama nya. Seperti biasa jalan menuju unit Selena sangat sepi dan bersih, aku bahkan bisa mendengar suara langkah kakiku sendiri. Selena sudah empat hari tidak bekerja dengan alasan yang tidak jelas. Dia menjadi sangat tertutup satu bulan terakhir ini. Tepat di depan pintu unit apartemennya aku merapikan pakaian, rambut dan mencium sebagian tubuhku, menghapus pertanyaan apakah aku sudah cukup baik untuk menemuinya. Aku mengeluarkan korek api dari dalam saku ku dan memantik lilin diatas kue. Indah sekali kue ini apalagi terdapat pantulan samar cahaya lilin diatasnya.
Menekan sejumlah angka untuk membuka kunci pintu apartemennya. Ah syukurlah, dia tidak mengganti password apartemennya. Pintu terbuka, aku mendorong sedikit menggunakan kakiku, berjalan pelan menjaga cahaya lilin dengan tanganku agar tetap menyala.

Suasananya lumayan berbeda dari biasanya aku kemari, semua terlihat berantakan. Tidak bukan itu, itu adalah hal yang biasa ku jumpai, pakaian yang entah kotor atau bersih ada dimana-mana. Namun tak terdengar suara televisi atau musik diruang tengah. Sangat sepi seolah Selena tidak ada disini. Aku menolehkan kepalaku, menyebarkan pandangan ke dinding dinding, di jam sebelas malam ini seharusnya Selena sudah tertidur. Dia tipe orang yang tidak tahan begadang, karena nya aku berjalan lagi ke kamarnya, mengetuk pintu beberapa kali, tidak ada sahutan apapun juga. Haruskah aku masuk?  Aku membuka pintu kamarnya, tidak ada orang, pulau kapuk itu terlihat berantakan, selimut dan beberapa bantal berada di bawah. Entah peperangan apa yang terjadi. Aku keluar lagi segera setelah mengetahui dia tidak ada di apartemen dengan sedikit kecewa dan sesal karena tak tepat waktu untuk merayakannya. Ku tiup api lilinnya dan menutup kue itu kembali. Ketika hendak keluar, aku mendengar suara air mengalir dari kamar mandi.

Siapa yang menggunakan air pada saat pemilik unitnya tidak ada? haruskah aku lihat, siapa tahu maling atau seseorang dengan niat jahat. Ya, aku melihat pintu kamar mandi terbuka sedikit, lantai luar sekitaran kamar mandi basah mungkinkah dia lupa mematikan keran air sebelum pergi? aku mendorong pintu kamar mandi.

DDANGGGG!

Sesuatu besar menghantam hatiku, apa yang di depanku kali ini begitu mengerikan sampai lemas lutut ku. Aku terjatuh lemas didepan kamar mandi, kue dan buket mawar jatuh terkena genangan air. Mataku membelalak, jantungku berdetak cepat, nafasku habis bahkan bersuara pun rasanya tak sanggup. Cintaku, wanitaku, aku melihatnya terkapar di dalam bathtub yang berisi air merah terang. Wajah, kuku, tubuh dan bibirnya pucat kebiruan. Tak benar! Tidak mungkin! Apa yang barusan aku temui! pisau lipat dan obat penahan rasa sakit berada didekatnya. Bola mataku bergerak cepat, aku ketakutan, terkejut. Kakiku lemas dan tak bisa ku gerakkan. Bergeraklah sialan! paksaku. Aku merangkak gila diatas genangan air yang juga semakin kemerahan mendekati nya.

"Selena! Selena! Selena! Bangun!".

Aku menepuk lumayan keras pipinya berkali kali berusaha menyadarkan, lalu ku raih lengannya yang ada di dalam air, aku sangat terkejut bahwa terdapat luka goresan cukup dalam. Tidak sanggup rasanya, melihat dia terluka begini dengan mataku, ku palingkan wajah dan menangis.
Beberapa hari kemudian media massa gembar gembor menyuarakan kejadian ini, menoreh luka lagi dan lagi di dalam hatiku. 'Kematian yang janggal, seorang perawat ditemukan mengakhiri hidupnya di apartemen. Hasil otopsi terdapat janin berusia sekian minggu yang tidak selamat. Teka teki kematian seorang perawat Rumah Sakit Xy. Siapakah dalang kematian seorang perawat beserta bayinya?. Berikut teori publik atas kasus tak terpecahkan kematian seorang perawat di unit apartemen nya'. Begitulah.

Hari demi hari, menguatkan hatiku, aku tidak pernah melewatkan untuk setangkai bunga mawar merah di atas gundukan tanah makamnya, berlutut dan menangis sekali lagi, sekali lagi, dan lagi. Begitu setiap harinya sampai usiaku terus bertambah. Setiap aku berbalik meninggalkan mu, aku menyeka air mataku terus menanamkan dalam hatiku,
aku tidak akan mencintai siapapun selain kamu, Selena, aku akan hidup terus merindu diatas tanahmu yang kian waktu semakin mendatar. Aku akan hidup selama mungkin untuk permintaan mu -Ares, nanti kalo gue mati duluan, lo harus kasih nih bunga mawar terang ke makam gue! meskipun cuman selembar mahkota bunganya doang tetep gue terima, awas aja kalo lo lupa. Bakalan gue gentayangin!- tanpa disadari aku tersenyum senang, saat kenangan itu terputar jelas seolah berada didepan mataku.

Kini terhitung aku telah berkepala empat, duduk menyandar menunggu di halte bus depan pemakaman dengan mata terpejam. Air mata jatuh satu persatu membasahi pipiku yang keriput. Seseorang menggoyangkan tubuhku pelan,
"Pak, bus nya mau berhenti tuh, bapak nunggu bus yang ini atau bus yang lain?".
Aku membuka mata, terkejut. Bergegas berdiri sambil menghapus airmata. Dihadapan ku kini pintu bus dibuka, aku masuk kedalam dan duduk di dekat jendela. Menyandarkan kepalaku lanjut memejamkan mata, tubuhku terguncang beberapa kali ketika bus melewati aspal yang tidak rata dan berlubang. Beberapa saat kemudian telingaku mendengar orang orang berbicara dengan suara bergetar panik. Tercium bau terbakar kemudian. Sial, apakah aku akan mati hari ini?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HAPPY ENDING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang