Karena keributan di pagi hari yang cerah itu Eki, Iva, dan Omi mendapat teguran keras dari wakil kepala sekolah. Demi menyambut tahun ajaran baru mereka pun terbebas dari hukuman berat seperti membersihkan toilet terkotor di alam semesta, atau berjemur seharian di bawah matahari sampai kering.
"Untuk sekarang, kembalilah ke kelas masing-masing, terkecuali Eki, kamu tetap disini," titah wakil kepala sekolah yang memiliki paras pegulat WWE.
Iva menatap Eki, sambil berbisik, "lo harus tetap hidup."
Eki tersenyum simpul berupaya mengusap ujung matanya. "Ini nggak mudah."
"Lo pasti bisa," bisik Iva mengangguk mantap.
Tiba-tiba Omi menarik tangan Iva keluar dari ruangan, ikut berbisik, "kalian berdua nggak usah banyak drama."
"Tapi, Eki dalam bahaya, beruang ganas itu bakal nelen dia hidup-hidup!" Iva berusaha meronta menggapai tangan Eki.
"Padahal mukanya kaya orang bener," tukas Omi geleng kepala.
Pintu ruangan tertutup, kini hanya ada mereka berdua dengan suasana mencekam. Kedua pria yang sangat bertolak belakang, yang satu seperti beruang Afrika sedangkan yang satunya seperti ikan teri, namun sang ikan teri tetap berdiri kokoh di bawah ancaman sang beruang.
"Kenapa hanya saya yang ditahan, Pak? Salah apa saya, Pak?" tanya Eki dengan wajah memelas.
Pak wakil kepala sekolah itu menyipitkan mata, lantas mendudukkan bokongnya ke kursi. Dia berkata sembari menunjuk tempat duduk di depan mejanya, "duduk dulu Nak, lemaskan bahumu."
Tiba-tiba Eki melebarkan matanya sembari menyilangkan tangan di depan dada. "A-apa Pak, lepaskan baju? Jangan Pak, saya masih normal."
"LEMASKAN BAHU BOCAH EDAN! Telinganya perlu saya korek pake cangkul ya!" teriak pak wakil kepala sekolah dengan urat kepalanya menonjol, matanya yang besar hampir terlempar keluar di depan batang hidung Eki yang kembang kempis.
Setelah meredakan emosinya pak wakil kepala sekolah menghisap batang rokok, lalu mulai membicarakan topik yang sedikit serius, "Eki, kamu sudah tau kondisimu kan, kamu harus mengulang kelas sepuluh lagi karena absensimu yang buruk. Apa tahun ini kamu mau seperti itu lagi?"
"Ya nggak mau lah Pak, kalo mampu juga saya pasti berangkat sekolah terus," ucap Eki menggaruk kepalanya.
Pak wakil kepala sekolah menahan dagunya dengan tangan. "Kenapa kamu nggak mampu buat berangkat sekolah?"
"Sebenernya saya nggak mau ngomong Pak, tapi kalo bapak maksa ya udah, jadi satu tahun yang lalu saya sakit dan harus bolak-balik rumah sakit buat berobat, jadi saya nggak bisa masuk sekolah deh, udah gitu aja," jelas Eki singkat padat tidak dibuat-buat.
"Mang eak?"
"Serius Pak, saya nggak lagi berdongeng."
"Maaf, Nak, bapak keseringan scroll FB jadi refleks ngomong gini, yaudah kamu yang sabar semoga tuhan mengangkat penyakit kamu, ya," ujarnya sembari menepuk bahu Eki.
Wakil kepala sekolah dan Eki berbincang sepatah dua patah kata lagi sebelum Eki diizinkan masuk ke kelas. Tanpa disadari seseorang menguping pembicaraan mereka. Laki-laki itu memandang punggung Eki yang menjauh, lantas membuka pintu ruang wakil kepala sekolah.
"Maaf Pak, tas saya ketinggalan," ucap Omi meraih tas hitamnya dibawah lantai.
"Oh, ya ya, ambil aja belum saya jual, kok," celetuk pak wakil kepala sekolah acuh tak acuh.
"Eh, ha ah lah," ucapnya sambil garuk kepala.
*****
Bel istirahat berbunyi nyaring, serempak para murid berhamburan keluar kelas, tampak seperti monyet dilepas dari kandang. Sekolah yang isinya mayoritas laki-laki memang sudah lazim menjadi penangkaran satwa liar.
Perempuan berambut panjang itu menoleh tatkala seorang pria mengetuk jendela di sampingnya. Buru-buru dia membuka jendelanya menatap sosok familiar itu dengan berbinar, dia bertanya, "kenapa?"
"Ke kantin Bu Akbar yuk, gue traktir bakso," ucap Eki.
Perempuan itu dengan cepat mengangguk. "Mau."
"Tapi gue traktir sebiji doang ya, kalo mau nambah pake uang sendiri," katanya tersenyum simpul.
"Biji lo aja sini gue rebus."
Refleks Eki memegang selangkangannya sembari menjauh sepuluh meter dari gadis itu. "Ampun Nyai," tukasnya sambil angkat tangan tanda menyerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
surat untukmu
Teen FictionEki berjuang keras melawan penyakitnya demi menyatakan cinta pada sang pujaan hati dan masih harus bersaing dengan Omi, cowok populer di sekolahnya. Mampukah keinginan Eki terwujud sebelum nyawanya terenggut? "Cinta datang dan pergi, tapi gue nggak...