02

0 0 0
                                    

"Bu Akbar, kaya biasa ya," ucap Eki pada pemilik warung di kantin.

Perempuan berbadan atlet sumo itu menyipitkan mata, memiringkan kepala sambil bertanya, "kaya biasa yang gimana?"

Eki tiba-tiba memegang sebelah dadanya. "Kukira hubungan kita istimewa, tak ku sangka kau melupakan pelanggan setiamu wahai Ibu kantin."

Bunyi keras menghantam kepala Eki, pelakunya bukan lain adalah Iva, gadis itu telah memukulnya dengan sekotak tisu lantaran kesal dengan tingkah dramatis temannya.

"Kok kamu KDRT!?" teriak Eki dengan mata berkaca-kaca.

Iva memilih membungkam mulut Eki, lalu berkata pada Bu Akbar, "Bu, bakso 2, yang satu ga pedes yang satu pedes banget pake banget ya."

Pemilik warung itu mengangguk sambil membentuk tangannya ok. Sembari menunggu, kedua sahabat karib itu memainkan Ludo di ponsel Eki. Tiba-tiba entitas tak diundang memencet layar yang membuat pion Eki tereliminasi.

"Bajingan," dengus Eki menatap sinis laki-laki berahang tegas itu yang tengah tertawa mengejek.

Iva dan Omi menyatukan tinjunya, tanda kerja sama. "Terimakasih orang aring," ucap Iva tersenyum pada Omi.

"Sama-sama, btw nama gue Omi," tukasnya.

"Bodo amat."

Eki yang kesal lantaran diabaikan menggebrak meja hingga beberapa orang memandangnya. Dia menarik kerah seragam Omi hingga badannya tertarik. "Woy, tanggung jawab nggak lo udah bikin gue kalah."

Omi menepis dengan mudah cengkeraman Eki, lantas berkata, "game doang emosi, bocah lo."

Ketika mereka berdua mulai besitegang, Iva menghentikannya menjadi pahlawan kepagian. "Stop berantem, atau gue habisin bakso kalian."

Bertepatan dengan ketiga mangkok bakso yang membakar semangat makan telah siap dihidangkan oleh anak Bu Akbar yang sangat cantik seperti artis jepang, dia berkata dengan anggun, "silahkan dinikmati selagi panas."

"Makasih Maniez," ucap Iva sembari menonjolkan buah dadanya merasa tersaingi.

"Sama-sama," tukasnya, sambil memajukan dadanya hampir bersentuhan dengan dada Iva.

Dua pria yang berada ditengah pertempuran panas itu seketika lemas, terheran-heran, dan sulit bernapas. "Woy udah kali, hargai kami sebagai laki-laki," ucap Eki dan Omi.

"Diem lo!" bentak kedua perempuan itu dengan galak.

Seorang pelanggan memanggil, "mbak Maniez, sini dong."

Perempuan bak gitar spanyol itu akhirnya mengundurkan diri, meninggalkan hawa panas yang meletup-letup. Iva kembali duduk dengan tenang menyantap baksonya. Tiba-tiba saja Eki menyemburkan api dari mulutnya sesaat setelah menyuapkan sesendok kuah bakso yang menyala.

"PEDES BANGET SATTTT!" teriaknya menggelegar, menggetarkan seisi kantin.

"Minum, nih minum!" Omi dengan baik hatinya menawarkan minumannya.

Tiba-tiba Eki semakin berteriak. "AAAHH LIDAH GUEE!"

Dengan muka polos Omi berkata, "oiya lupa, ini teh panas, hehe."

"Hehe matamu, orang gila lo!"

Iva yang panik melihat wajah Eki merah merona segera berlari membawa seember air lantas menyiramnya dengan brutal. "BISMILLAH TOBAT!"

Hening, hanya bunyi tetesan air mengenai lantai yang terdengar. Semua orang melongo terkejut-kejut di buatnya. Eki mengusap wajahnya yang basah kuyup, lantas tersenyum sembari berkata, "terimakasih monyet kau lah sahabat sejati aku."

****

Iva memelintir seragam Eki dengan energi dalam, lalu menggantungnya di tralis besi pembatas di atap gedung sekolahnya. Sementara Eki berjemur di bawah teriknya mentari sambil bertelanjang dada.

"Maaf ya Ki, lo jadi kaya gembel gini gara-gara gue," celetuk Iva sembari duduk disebelahnya. "Lagian salah sendiri makan bakso gue."

Eki menggeleng. "Nggak masalah, ini udah resiko gue temenan sama titisan setan kaya lo."

Omi dengan tampangnya yang keringetan beserta baju olahraga tipis yang basah membuat putingnya transparan, datang menjadi pahlawan penyelamat dahaga. Dia sambil membawa ice cream berbentuk semangka menghampiri Iva yang tengah memiting leher Eki.

"Udahan dulu yuk main gulatnya, gue bawain stroberi beku nih," ucapnya.

Dengan kecerdasan minus dibawah rata-rata, Eki menyahut, "ini pepaya, bloon."

"Salah, ini tuh mangga," celetuk Iva langsung melahap ice cream semangka dari tangan Omi.

Omi tiba-tiba melepas bajunya, memperlihatkan bongkahan otot keras yang terpahat di perutnya, lantas duduk di samping Eki yang melipat dahinya hingga tujuh lapis.

"Maksud lo apa duduk di sebelah gue? Pamer?"

"Situ kesindir?"

Iva menyipitkan matanya melihat kedua pria itu yang tengah menegangkan tubuhnya agar otot-otot menonjol, lantas ia bertanya heran, "kalian ngapain?"

"Kerenan otot siapa, Va!?" tanya kedua pria itu serempak.

Dengan kesadaran penuh gadis cantik berambut panjang dan tubuh agak pendek itu melepas bajunya hingga bodi aduhainya terekspos meskipun terhalang kaos tipisnya. Dengan bangga dia berkata, "jelas kerenan otot gue kemana-mana!"

Kedua pria itu refleks menutup tubuh Iva dengan benda apapun yang terlihat.

"Bocah edan," ucap Eki dan Omi dalam hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

surat untukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang