51

51 8 0
                                    










Sesaat setelah mereka saling melepas rindu, kini Joel dan Hanenda berbagi pelukan dalam hangatnya selimut tebal dikamar. Hanenda tidak henti-hentinya mengelus dan membelai lembut rambut Joel yang bersandar didadanya.


"A', aku harus pulang sebelum ashar. Ada acara nikahan ponakan Umi. Aku juga harus nemuin Encang Mamad, Kakak Umi. Dia itu dari dulu ngotot nyuruh aku jualin rumah Kakek. Macam Bapak sama Mama, mereka bertiga ini paling getol urusan jual rumah." adu Joel ke Hanenda


"Encang itu kenapa bisa sok akrab sama kamu yang jelas-jelas bukan siapa-siapa kamu. Hanya karena Umi baik sama kamu, dia merasa harus seperti itu ke kamu?" Jawab Hanenda yang masih setia membelai rambut Joel


"Entahlah A', Adek juga g ngerti. Tiap waktu pasti nanyain kapan aku jualin rumah Kakek. Kalau emang mau dijual, biar dia nyariin orang. Satu waktu pernah Encang datang ama lelaki berdasi, ternyata Encang bawa orang itu buat jualin rumah aku. Seandainya aku g liat Umi, dah ngamuk aku A'." jawab Joel.


"Astaghfirullah, manusia-manusia tidak tau diuntung" ucap Hanenda


"Dah lah A' g usah peduliin mereka. Bikin numpuk dosa aja". Balas Joel


"Betulan kamu g nginap Dek? Masa Aa' dah izin, kamu g bisa nginap. Tidak kasihan sama Aa'?"


"Adek usahain yah A', mudah-mudahn acaranya cepat selesai. Biar Adek bisa kesini segera."







Pukul 14.30 siang hari, mereka telah berada didalam sebuah kounter hape. Hanenda bersikeras untuk membelikan Joel sebuah hape, meski bagi Hanenda murah setidaknya Joel sudah bisa dihubungi. Walaupun pada awalnya Joel sempat menolak namun Hanenda tidak mau kalah dan akhirnya disinilah mereka sedang bertransaksi pembayaran hape Joel.


Didalam mobil, Joel terlihat gembira memegang hape barunya itu. Dielusnya hape itu seakan benda itu adalah emas batangan yang sangat tak ternilai harganya.


"A' makasih banyak dah beliin Adek hape. Padahal Adek g apa-apa kok kalau g pake hape." Ucap Joel berbinar binar.


"Itu sudah kewajiban Aa'. Jaga hapenya baik-baik, jangan sembrono lagi. Bukan apa, Aa' susah hubungi kamu nantinya Dek" Hanenda tersenyum sambil mengelus lembut pucuk kepala Joel.



"Iya A'. Adek janji bakalan jagain pake hati kalau perlu pake nyawa sekalian hahaha" jawab Joel yang sesekali mengelus kotak hape barunya.


"Ya tidak pakai nyawa juga Adek. Memang itu hape mau dipakai berperang. Kamu itu ada-ada saja deh".


"Cepat pulang, jangan kecapaian. Kalau selesai hubungi Aa'. Nanti Aa' jemput. Seragam sekolah dan tas kamu sekalian diambil, lusa dari apartemen langsung ke sekolah barengan dengan Aa'. Kali ini Adek harus dengar."


"Adek usahain A'. Mudah-mudahan acaranya cepat selesai. Biar aku juga cepat bantuin mereka beberes. Biar cepat ketemu dengan Aa'. Gitu kan A'."


"Beres-beres? Maksud kamu dengan bantu beres-beres itu kaya gimana?" Intonasi Hanenda sudah berubah. Dia tidak suka Joel nya diperlakukan seperti pembantu.


"Yah temani anak-anak disana A'. Bantuin angkat kursi atau piring kotor, atau apa aja A'. Selagi bisa dikerjakan. Kan dah biasa aku A'."



"Aa' g suka kamu seperti itu Dek. Kamu seperti....." Hanenda terdiam sejenak enggan melanjutkan kata-katanya.



"Pembantu? Ya Tuhan A', g kok. Didaerah pinggiran seperti dekat rumahku emang tradisinya seperti itu. Saling membantu, apalagi Umi adik Encang, jadinya otomatis kita-kita yah bantuin. Aa' jelek banget pikirannya. Masa bantuin keluarga dikata pembantu. Kelihatan g pernah bantu-bantu dikeluarganya yah. Paham aku." Joel memberenggutkan bibirnya begitu selesai membalas perkataan Hanenda. Orang kaya ada-ada saja pikirnya.


"Bukan gitu Dek. Ahh sudahlah kalau kamu senang dan tidak permasalahkan yah kamu lakukan saja. Yang penting ingat, jangan sampai capek dan larut malam. Ingat juga, telepon Aa' biar Aa' jemput."



"Siap kapten. Adek siap laksanakan perintah Kapten." ucap Joel jahil dengan gerakan menghormati Hanenda.









🦋🐺

Syama ArtjuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang