The Dream Holiday

170 9 0
                                    

Dengusan mengudara dengan kasar, Riki menatap punggung kawannya dengan jengkel sambil terus sibuk berusaha mambawa barang yang tak bisa dibilang sedikit itu. Tangannya mulai terasa sakit, lengan dan bahunya sudah terasa sangat pegal, hampir sepanjang perjalanan Riki merutuki sosok yang berjalan beberapa langkah di depannya.

Dengan kasar semua tas yang ia genggam dijatuhkan ke tanah, “Bawalah barang milikmu sendiri, Maki!” Sinis yang lebih tua, membuat sang pemikil nama menoleh lalu membalikan tubuhnya, menatap heran kepada Riki yang tengah membetulkan posisi tali ransel di bahunya.

“Aku ‘kan membantu membacakan peta.” Belanya sambil mengangkat ponselnya dan memperlihatkan layar yang menunjukan peta disana.

Riki merotasikan bola matanya malas. Ia jelas tau itu hanya sebuah alasan agar Maki tak perlu membawa banyak barang dan akhirnya ia yang harus membawa semua barang milik lelaki yang lebih muda satu tahun darinya itu.

Maki kembali membalikan badannya sambl menatap fokus layar ponselnya, Riki dengan malas meraih tas yang sempat ia istirahatkan di sanping kakinya, mata tajam lelaki itu kemudian beredar memandangi lingkungan di sekitar sambil kembali melangkah. Hari sudah semakin sore namun mereka masih berjalan di jalan setapak dengan lampu redup di sisinya, pemandangan yang ada hanya pepohonan rimbun yang menyejukkan tanpa menujukan tanda keberadaan kehidupan, jelas tanpa menghitung binatang liar dan tumbuhan.

Berawal dari liburan musim panas yang akan segera datang, Maki mengajaknya untuk berlibur bersama mengingat mereka sama-sama tinggal jauh dari orangtua dan hanya menghuni sebuah asrama juga di satu kamar yang sama. Setelah mencari tempat liburan atau hanya sekedar mencari tempat baru yang belum pernah mereka kunjungi, mereka memutuskan untuk pergi ke hutan di barat laut Gunung Fuji, Aokigahara.

Pada akhrnya disinilah mereka sekarang, berjalan menyusuri lautan pohon dengan Riki yang terus mengeluh dalam hatinya tentang betapa lelah tubuhnya karena membawa banyak barang.

Riki mulai merasa curiga sebab sudah terlalu lama mareka berjalan namun tak kunjung sampai, ia tatap penuh selidik pada Maki yang nyatanya tengah menggaruk kepalanya dengan resah. “Kamu sungguh tau jalannya ‘kan?” Tanyanya dengan nada ragu yang tersirat, sisanya tepat menodong pada lelaki berambut kecoklatan itu.

Mendengar itu membuat Maki sedikit tersentak namun juga kesal di waktu yang sama, “Eum-aku tau, kok! Di depan sana adalah tempat tujuan kita.” Riki bisa menangkap dengan jelas nada ragu dari Maki meski suaranya yang memelan di akhir kalimat.

“Sudahlah, Maki, biarkan aku yang memimpin jalan dan bawalah sendiri tas milikmu, dasar merepotkan.” Ketus Riki yang langsung mengambil beberapa langkah lebih cepat membuatnya kini berada di depan sang kawan berdarah campuran itu, tak lupa maletakkan tas di genggamannya ke dekat kaki pemilik aslinya.

Tanpa bantuan alat penunjuk arah apapun Riki berjalan mendahului Maki dengan santai, sontak membuat yang lebih muda segera mengejar langkahnya setelah meraih semua tasnya. Merasa kesal dengan ucapan Riki yang mengejeknya dengan nada meremehkan, juga tak yakin jika lelaki itu bisa membawa mereka ke tempat tujuan dengan benar, Maki segera berjalan cepat dan berhenti tepat setelah ia berdiri di hadapan Riki. “Aku tau kemana kita pergi.” Ucapnya tegas dan yakin.

Membuat Riki menghela nafas kecil setelahnya. “Kamu tidak.” Acuhnya sambil terus melangkah melewati Maki lagi.

Alis tebal lelaki blasteran itu dibuat menukik kesal karenanya, “Kamu yang tidak tau, tanpa alat bantu penunjuk arah apapun kamu bisa tersesat.” Tapi Riki tak terlihat peduli oleh itu dan lebih memilih untuk tetap fokus pada langkahnya.

“Kamu akan tersesat!” Ulangnya sambil agak berteriak. Riki langsung menghentikan langkah setelah itu, membuat Maki menatapnya heran saat lelaki itu berbalik dan menatapnya dengan datar, berhasil membuatnya merasa kikuk karena tatapan itu.

The Dream Holiday[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang