(01). Dia Yang Bertamu

10 1 0
                                    

Sejak pulang sekolah di hari Selasa, Nala seperti menghilang. Ia tidak memberi kabar terbaru tentang kepergiannya ke Bandung yang mendadak itu. Semua orang--Hesta, Javier, Juna, Sevara, dan tentunya Kirana--khawatir dengan keadaan Nala. Apakah laki-laki itu sampai ke Bandung dengan selamat atau ada kejadian buruk yang membuatnya tidak bisa memberi kabar. Tidak ada yang tahu.

Tidak terasa sudah hari kelima sejak Nala tidak memberi kabar. Sekarang hari Minggu. Hari yang cocok untuk bermalas-malasan, selain melakukannya di hari Sabtu.

Aktivitas yang biasa dilakukan Kirana di hari libur cukup monoton. Hanya rebahan, makan, menonton drama korea, dan scrolling media sosial. Tetapi meski terkesan membosankan, Kirana menyukai aktivitas yang sering dilakukannya di setiap hari libur itu.

Namun, ada yang berbeda sejak dua hari lalu, yang cukup membuat Kirana terdiam karena terus memikirkannya.

Pagi ini, hal itu terulang lagi. Sambil memandang langit-langit kamar dengan posisi terlentang, Kirana terheran-heran memikirkan mimpi yang membuatnya bangun lebih pagi.

Kirana memutar kembali mimpi yang datang saat tertidur. Terasa nyata, sampai sulit dilupakan. Dan juga, mimpi itu selalu sama, seperti sebuah scene film yang sengaja diputar ulang.

Di dalam mimpi itu, Kirana sedang duduk di pinggiran bangsal rumah sakit. Tubuhnya memakai pakaian rawat inap dan tangan yang dipasangi infus. Hanya kekosongan yang terpancar dari kedua matanya saat melihat langit biru dari jendela. Lalu seorang laki-laki datang. Kirana mengenali bahkan dari langkah kakinya, ia menoleh dan menemukan sosok Nala berjalan menghampiri, membawa buket bunga mawar merah di tangan. Tatapan kosong itu melenyap, berubah menjadi tatapan dengan penuh harapan. Seakan, Kirana yang tidak memiliki harapan apapun dalam hidupnya, menemukan kembali alasan bertahan melalui kehadiran Nala.

"Aaaaa, kenapa, sih, mimpi itu terus!!" Masih pagi Kirana sudah menggerutu. Ia menendang-nendang selimut berwarna biru muda sebagai pelampiasan kekesalannya. "Kayak nggak ada mimpi lain aja. Padahal mimpi gue pacaran sama Jaehyun lebih menarik!"

Di atas kasur, Kirana bergulat dengan bantal, guling, serta selimutnya sendiri. Kekesalannya sangat berkecamuk hanya karena memimpikan Nala selama tiga hari berturut-turut. Suasana hatinya menjadi campur aduk, ia merasa kesal, khawatir, dan juga sedih.

Ia merasa kesal karena terus memimpikan Nala. Ia merasa khawatir karena Nala tidak ada kabar. Dan Ia merasa sedih karena penampilannya di dalam mimpi itu terlihat lemas dan sangat pucat.

Pada akhirnya, daripada semakin kepikiran, perempuan itu bangun dari kasur. Kondisi rambutnya tak kalah mirip dengan singa. Meskipun berantakan, tetapi kecantikannya masih kentara.

Kirana memakai sendal bulu berwarna ungu, ia berjalan mendekati pintu kamar, langkah kakinya sengaja dihentak, pertanda masih kesal.

"Lagian Nala kenapa pake ngilang segala? Siapa yang nggak kepikiran kalau dia tiba-tiba kayak ditelan bumi?" Ia masih terus mengomel, seolah-olah oknum yang membuat hari Minggunya berantakan ada dihadapannya saat ini.

Huhh! Helaan napas gusar menjadi pengakhiran saat mencapai gagang pintu. Kirana membuka pintu itu lalu sedikit terjingkat karena seorang wanita sedang mengepal tangannya ke udara.

"Mama? Mama mau pukul Kirana?" Kirana menuding.

Wanita yang dipanggil Mama itu menurunkan tangannya. Ia memandang culas. "Apanya mau pukul? Mama mau ketuk pintu tapi kamu udah buka pintunya duluan," jelasnya.

Kirana nyengir. Lalu ia merasa heran dengan keberadaan Mama yang sudah bertengger di depan pintu kamar. "Tumben pagi-pagi ke kamar aku, ada apa?"

"Ada yang nyariin kamu di bawah."

Unsaid Feeling [HUANG RENJUN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang