Tidak boleh mati

166 6 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.

Luna turun dari taxi bersama Kaisar yang terlihat sibuk mengetik-ngetik sebuah pesan entah untuk siapa. Hotel besar itu terlihat gagah berdiri dihadapan mereka sekarang. Entah ada berapa lantai disana. Saking tingginya, Luna bahkan tak bisa menghitung ada berapa lantai disana.

Dan lagi, Luna selalu merasa insecure ketika hendak melangkah ke tempat-tempat seperti ini. Bisa jadi ini trauma. Semenjak selalu dipandang rendah oleh keluarga Zidan, harga dirinya kini selalu hilang timbul. Padahal dulu dia termasuk orang yang selalu berbuat apapun sesuka hati tanpa peduli pandangan orang sama sekali.

"Yuk!" Ajak Kaisar yang sadar Luna sejak sampai tadi hanya melongo tanpa bergerak di tempatnya.

"Oh.. Ya.." Luna bagai tersadar kemudian melangkah menghampiri Kaisar yang sudah menunggunya.

Berjalan berdampingan dengan Kaisar seperti itu entah mengapa Luna merasa setiap orang yang menyambutnya dan terlihat sangat ramah. Luna merasa sangat diperhatikan di sana. Apa semua pegawai hotel memang seperti itu? Pikirnya.

"Meeting apaan tengah malam begini?" Tanya Luna.

Kaisar yang mendengarnya terkekeh tanpa menjawab apapun. Memang seharusnya, jika orang normal, bukankah bekerja itu dilakukan siang hari? Meeting penting apa yang dilakukan menjelang tengah malam begini? Luna tak habis pikir.

"Kamu mau ikut meeting atau tunggu di meja lain?" Begitu memasuki lift, pertanyaan penuh perhatian itu kembali Luna dengar beriringan dengan debaran jantung yang makin tak menentu. Ah.. Sialan! Kenapa harus se-kikuk ini menghadapi seorang Kaisar? Sebenarnya ini juga alasan Luna selalu menghindarinya dulu. Luna kerap merasa bodoh jika berhadapan dengan pria tamvan.

"Tunggu di meja lain aja." Jawab Luna tanpa curiga sedikitpun selagi mengalihkan pandangannya berusaha untuk tidak terlihat gerogi.

"Kalau aku pengen kamu ikut?" Kaisar kembali bertanya sambil melihat dengan teliti reaksi Luna yang tentu saja mengerinyit heran. Gerak gerik Kaisar patut diwaspadai. Sebentar lagi pipi Luna pasti berubah merah padam. Jika warna blash on masih ada sepertinya dia selamat.

"Kenapa harus ikut?" Tanya Luna.

Ting.

Pintu lift terbuka dan mereka akhirnya sampai di lantai teratas yang ternyata adalah sebuah restoran mewah di atas gedung. Sepertinya tempat itu khusus untuk crazy rich.

"Memangnya kamu pikir meeting macam apa malam-malam begini?" Ujar Kaisar kembali tersenyum mencurigakan lalu keluar dari lift dengan langkah pasti. Sejak bertemu tadi, senyuman khas itu masih juga belum hilang. Seingat Luna, dulu Kaisar tidak se-ramah ini. Atau mungkin Luna tidak tau? Apa yang ada dalam pikiran Kaisar benar-benar misteri besar yang membuat Luna makin penasaran.

Tuk
..
Tuk
..
Tuk
..

Suara langkah kaki Kaisar di lantai restoran mewah itu bahkan terdengar angkuh dan elegan. Apalagi gestur tubuhnya yang sejak tadi sama sekali tidak terlihat canggung. Orang kaya memang beda. Benar kata orang. Kaya itu tidak perlu dijelaskan atau diperlihatkan dengan pakaian branded atau mobil mewah. Jika kaya itu sudah meresap ke dalam DNA, bahkan ketika berjalan pun, orang lain akan tau jika Kaisar memang orang kaya asli.

Tapi semakin lama diperhatikan, Luna semakin melihat jarak diantara mereka yang ternyata memang se-jauh itu. Sama halnya dengan Zidan. Bukankah sejak dulu Luna bahkan tak berani menatap Kaisar karena merasa tak pantas?

Ah.. Ya..

Luna kini mengingat kembali kasta itu. Kalau bukan karena Kiran, dia pasti tak akan pernah mau melangkah maju untuk menikahi Zidan kala itu.

Regret (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang