kesempatan ketiga

97 3 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Suara denyit panjang mesin EKG terdengar horor malam itu. Luna berdiri di koridor selagi melihat ke arah ruang IGD tempat Kaisar di tangani. Semua petugas medis itu menyiratkan hal yang sama. Mereka terlihat angkat tangan.

Benar.

Kaisar meninggal sesaat setelah sampai di rumah sakit. Entah karena keracunan alkohol, atau mungkin sudah takdir. Tetapi lucu. Siapa yang memainkan takdir yang begitu kejam ini? Apakah dirinya? Pikir Luna. Kenapa juga dengan bodohnya memberi segelas penuh alkohol pada orang yang bahkan mungkin sangat menghindarinya seumur hidup.

Bodoh! Seharusnya Luna tidak lengah. Seharusnya Luna lebih teliti. Padahal ini kesempatan kedua. Namun malah menjadi penyebab kematian Kaisar yang ke dua. Lutut Luna melemas. Dia ambruk di lantai tanpa bisa bergerak sama sekali. Menangis pun sudah tidak ada tenaga apalagi berpikir.

Agh.. Harus apa sekarang?

"Luna!" Suara Zidan terdengar menggema di antara koridor rumah sakit itu. Sumpah! Apa yang bisa Luna ungkapkan saat ini? Pada siapa dia harus minta maaf?

"Kaisar meninggal.." lirih Luna yang masih enggan bangkit ketika ia hanya bisa meringkuk di depan ruang IGD dengan tubuh Kaisar yang sudah terbujur kaku.

Zidan terlihat terkejut lalu menoleh ke arah pandangan yang Luna tujukan tadi. Ia buru-buru melihat untuk memastikan dan hanya bisa menelan sesal ketika yang ia lihat memang Kaisar.

Zidan kembali mendekati Luna yang masih terlihat kebingungan di depan pintu. Ia perlahan berjongkok mendekati Luna yang masih juga duduk di lantai dengan pandangan kosong. Zidan kemudian mengamit tangan Luna berharap bisa menenangkannya.

"Maaf.. Harusnya tadi gue langsung nyusul Lo ke sana."

Deg!

Lagi.

Zidan kembali mengatakan hal yang serupa. Bukankah dia sudah mengalami ini sekali? Selanjutnya pasti adalah pengakuan Zidan tentang perasaan Kaisar padanya dulu.

Oke.

Skip bagian itu.

Luna mengerahkan sisa tenaganya untuk bangkit lalu menghampiri mayat Kaisar di ruangan itu. Jika semua itu bukan mimpi, artinya ini time slip kan? Ya! Luna harap seperti itu supaya dia bisa kembali merubahnya. Entah harus mencoba ketiga, keempat, kelima, bahkan ke seratus sekalipun, Luna berharap bisa menyelamatkan Kaisar dari kematian tragis ini. Apalagi disebabkan olehnya. Luna tak bisa menerima.

Langkah gontai yang penuh pertimbangan itu perlahan menemui tujuannya. Luna mengurutkan semua dalam otaknya. Genggaman tangannya bersama Kaisar sudah berhasil dua kali. Ia harap kali ini berhasil juga.

Tapi, gak adil memang. Bahkan setelah jadi mayat pun, Kaisar tetap memiliki paras yang sempurna bahkan terlihat lebih bercahaya meski pucat pasi. Dia bahkan masih membuat jantung Luna berdebar. Entah sejak kapan perasaan mengganggu itu muncul. Namun, ini pertama kalinya bagi Luna. Tak pernah ia merasakan hal seperti ini terhadap orang lain bahkan Zidan sekalipun.

Baiklah.

Jika bisa mengulangnya sekali lagi, bisakah Luna merubahnya?

Kaisar.. Gue tau mati itu katanya sakit. Tapi, bisakah tahan sekali lagi? Gue janji yang ketiga Lo gak akan kesakitan lagi.
Luna~

Luna perlahan memberanikan diri meraih tangan Kaisar yang sudah membiru. Dingin. Dia pasti sangat tersiksa tadi. Luna harap, dia bisa menahannya kali ini. Jadi, jangan mati.

💕💕💕

Deg!

Luna bangun tersentak di sebuah kamar bernuansa kuning dengan langit-langit yang sepertinya sudah sempat bocor oleh air hujan. Di sana terlihat sisa-sisa genangan air yang menjadi agak menguning setelah mengering. Udah kayak lukisan pulau aja.

Regret (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang