"Ali, gue takut sama lo..."
— Taufan Azariandra
∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆
Hentakkan yang tercipta melalui dua pasang kaki menciptakan suara kencang yang bisa di dengar langsung menggunakan indra pendengaran.Seorang pria dengan manik biru safir terus mempercepat larinya. Sesekali ia menoleh ke belakang, mendapati sosok sang kakak yang tak kalah cepat mengejarnya.
Kicauan jangkrik mengintimidasi suasana di malam itu. Sekitar pukul setengah dua pagi, si kembar Azariandra mengalami kejadian yang sebetulnya bukan pertama kali terjadi.
Segaris senyum timbul di wajah Taufan, sang adik. Tangannya hendak meraih gagang pintu, bersiap untuk berlari keluar dari dalam rumah. Pikirnya, ia mampu menghindar dari sang kakak, Halilintar.
"ANJING—!" Taufan terpekik begitu kerah bajunya di tarik ke arah belakang, membuatnya tercekik sebentar dan jatuh terjungkal ke arah belakang.
Tempurung kepala Taufan yang tak memiliki perlindungan pada akhirnya menghantam lantai dengan sangat kuat. Sepasang matanya mendadak kehilangan fokus untuk sesaat.
Taufan tidak punya kesempatan barangkali hanya untuk memegangi kepalanya yang masih di serang oleh rasa nyeri. Kali ini Taufan menahan pundak Halilintar yang mengunci tubuh Taufan dengan duduk di area perutnya.
"ALI! SADAR LI!" Pekik Taufan seraya menelengkan kepalanya ke kiri dan kanan. Menghindari ujung mata pisau yang melayang bak mengincar bola matanya.
Halilintar tak bergeming atas panggilan Taufan kepadanya. Wujud sang kakak terasa seram dalam pandangan Taufan.
Seluruh bola mata Halilintar bersembunyi di balik kelopak mata, menyisakan bagian putih dengan saraf-saraf kemerahan pada bagian tepi.
Wajah milik Halilintar yang bahkan dirinya sendiri tidak pernah memampangkan eksperi bringas itu ketika keadaan sadar.
Sayangnya yang Taufan hadapi kali ini bukanlah jiwa milik Halilintar.
"KHE— HE— HE—" Halilintar cekikikan dengan suara yang bukan miliknya. Air liur menetes karena mulutnya senantiasa terbuka memampangkan gigi yang seolah siap mengoyak santapan.
Salah satu tangan Halilintar mencengkram leher Taufan. Ujung-ujung jemarinya ia gunakan untuk terus menekan kulit leher Taufan yang mulai menegang.
"A— Ali... gu— e... bisa mat— i." Meskipun kesusahan, Taufan tetap berusaha untuk berucap sembari berharap kalau Halilintar berhasil mendapatkan kesadarannya kembali.
Taufan tidak ingin mati di tangan kakaknya sendiri.
Sekitar dua menit lamanya cekikan itu tak kunjung di longgarkan oleh Halilintar. Membuat Taufan lemas akibat pasokan oksigen di dalam tubuhnya yang kian menipis. Ia tidak dapat bergerak ke manapun lagi, tergeletak tanpa pertahanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SULUNG - BBB FANFICTION [ HIATUS ]
FanfictionHalilintar dan Taufan merupakan saudara kembar yang terlahir dari keluarga yang turun-temurun memiliki anugrah dari Yang Maha Kuasa. Jika sang adik menginginkan kehidupan yang bebas dari peraturan keluarga, ada Halilintar selaku anak tertua yang se...