Awal Dari Ufuk

3 1 0
                                    

Mobil Avanza hitam berhenti di depan kantor, orang tua Rindu keluar mereka sibuk bercengkrama dengan orang-orang yang ada di dalam kantor. Rindu pun keluar karena ingin menghirup udara segar di mana pesantren ini dibangun dekat kaki gunung. Rindu melihat beberapa santri perempuan sedang membeli jajanan berupa mie dan sejenis yang lain. Di sini, Rindu dengar dari kedua orang tuanya hanya ada satu kantin itu pun dikelola oleh santri lagi.

"Rindu, sini!" panggil Ibu, ia menyuruh Rindu untuk bertemu beberapa orang pengurus pesantren.

"ini anak saya Rindu, saya titipkan kepada kalian semua. Saya harap Rindu juga betah, ya," kata Ayah dengan senang hati.

Ada perasaan hampa yang menyelinap di antara kedua relung hatinya. Rindu seperti enggan di sini, tidak ada yang membuatnya akan betah jika di sini. Orang lain bilang, pesantren adalah penjara suci, namun ia takut itu jauh dari ekspektasinya.

"Kak, Kakak yakin bakalan di sini, bukannya Kakak suka kebebasan?" kata Len, adik lelakinya.

"hmmm, iya juga, tapi aku harus di sini," jawabku dalam hati berusaha menyembunyikan keinginannya yang berontak tak mau masuk pesantren.

Singkatnya, Rindu dibawa masuk ke asrama putri yang berjumlah dua puluh orang dengan lemari yang berjajar-jajar. Lemari Rindu kebagian yang di ujung, karena itu yang tersisa saja. Ibu membantu Rindu merapihkan baju-baju agar nyaman dan enak untuk pandang.

"Ibu, beneran aku masuk ke pesantren, kalau misalnya aku pengen keluar pesantren gimana?" tanya Rindu yang hatinya berenggan-enggan tidak ingin masuk pesantren.

"kamu usahain, ya. Kita lihat ke depannya aja, ya," jawab Ibu dengan nada lembut.

Rindu tahu Ibu dan Ayahnya sangat bersikukuh ingin memasukkan dirinya ke pesantren dengan alasan ingin menjadikan anaknya lebih baik.

"selamat masuk pondok, ya, Rindu," kata ketua asrama yang bernama Mirna.

Ibu tersenyum pada Mirna dan Rindu fokus saja merapihkan baju ke dalam lemari.

"iya, nih, alhamdulillah. Bagaimana kabarnya?" kata Ibu, memang Ibu ini sikapnya sangat ramah bahkan sama siapapun.

"alhamdulillah, Bu. Ibu gimana kabarnya?" tanya Mirna dengan senyuman yang manis.

"alhamdulillah, Nak. Kamu sangat cantik sekali, ya, kulit sawo matang dan senyumannya juga manis," puji Ibu membuat hati Mirna berbunga-bunga.

"hehe, terimakasih, Bu," pekik Mirna malu-malu, "ini anak Ibu, ya?"

"iya, namanya Rindu, dia kelas 2 SMA sekarang," tutur Ibu lalu memanggil Rindu dan menyuruhnya bersalaman dengan Mirna.

"nah, Rindu, ini tuh ketua asrama yang di sini. Nanti kalau ada kendala bilang aja ke Kak Mirna ini," kata Ibu dengan hati senangnya.

"Rindu juga cantik, ya, Bu," puji Mirna sambil melihat wajah Rindu yang malu-malu.

***

Ayah, Ibu, dan Len masuk ke dalam mobil. Mereka pamit pergi dan Rindu ditinggalkan seorang diri. Rasa hampa menyelimutinya, baru saja pergi sudah masuk ke tahap rindu yang tinggi. Kemudian, ia berjalan menuju kamarnya, walaupun agak menanjak dikit tetap ia berjalan.  Baru saja ditinggal sebentar, santri perempuan sedang beristirahat di dalam asrama.

"mungkin, lagi istrihat sekolah, ya," gumamnya dalam hati.

Mulut Rindu terbungkam, ia berjalan menuju lemarinya yang di ujung. Kepala serta badannya, ia senderkan pada lemari berharap tumpukan rasa rindu pada keluarga ditunda terlebih dahulu. Tapi entah mengapa ada beberapa orang yang menghampiriku padahal aku ingin dulu sendiri.

"Hai, namaku Ros," kata seseorang yang berwajah putih dengan pipi yang kemerah-merahan.

"namaku Dewi," kulitnya kuning langsat dengan ciri khas tahi lalat di pipinya.

"namaku Nais," ia mengajak Rindu bersalaman.

"namaku Linda."

"salam kenal, ya, kita senang punya anggota baru di asrama," kata Dewi dengan semangatnya yang tinggi.

Rindu mengangguk dan tersenyum, "aku Rindu, aku juga senang, makasih, ya."

Rindu melihat keadaan sekitar yang bersiap-siap akan pergi ke masjid. Ia juga ikutan bersiap takut ditinggalkan, lalu ia bertanya kepada seseorang yang belum ia kenali, "hmmmmm, ehhh, kamu!" sahutnya agak ragu-ragu, "kamu mau ke mesjid?"

"iya," jawabnya singkat, "eh, kamu murid baru, ya, aku Santi."

"aku Rindu," tutur Rindu, "boleh tidak, aku ikut ke mesjid bareng kamu?"

"boleh, ayo kita ke tempat wudhu dulu, ya," ajak Santi yang langsung akrab dengan Rindu.

Setelah mereka berwudhu, para santri perempuan berbondong-bondong masuk ke dalam mesjid untuk melaksanakan shalat asar. Rindu baru pertama kali melihat masjid utama pesantren ini. Tempat shalat santri perempuan berada di atas dan para santri lelaki berada di bawah. Letak posisi tempat shalat perempuan seperti huruf U, sehingga yang di duduk di pinggir bisa melihat ke bawah tempat santri lelaki shalat.

Rindu melihat keanehan, banyak santri perempuan sedang mengobrol kepada santri lelaki yang letaknya di bawah. Ada juga, santri perempuan yang sedang melambai-lambaikan tangan ke arah bawah.

"Rindu, jangan aneh ya, memang pasti ada saja yang seperti itu," bisik Santi supaya tidak ada orang yang mendengarnya.

"ohhhhh, okay," jawab Rindu, "tapi kamu nggak gitu, kan?"

"heh, nggaklah," ucap Santi, "sembarangan aja, mana mungkin ada cowok yang mau sama aku, Rindu."

"bisa aja sih," lirih Rindu.

"HEH!" kesal Santi.

Rindu terkekeh sendirian melihat kelakuan Santi, "maaf...maaf, itu cuman lelucon aja, kok."

Merapah UfukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang